Semarang (ANTARA) - Pakar keamanan siber dari CISSReC Doktor Pratama Persadha menyatakan Hari Persandian Nasional, 4 April, merupakan momentum mendorong Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) segera melahirkan sistem pemilihan umum (pemilu) elektronik.
"Tepatnya pada tanggal 4 April 1946 dibentuk 'Dinas Kode' di bawah Kementerian Pertahanan sebagai upaya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang mulai mendapatkan ancaman dari Sekutu," kata Pratama Persadha melalui pesan WA-nya kepada ANTARA di Semarang, Sabtu sore.
Ketua Lembaga Riset Keamanan Siber dan Komunikasi CISSReC ini mengemukakan bahwa Dinas Kode itu pada 1972 berubah menjadi Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), kemudian pada 2017 menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Menurut Pratama, keberadaan ahli sandi dan BSSN secara kelembagaan akan sangat dibutuhkan pada era serbadigital yang penuh dengan arus informasi.
Apalagi dalam sejarahnya, persandian sejak awal dibentuk menjaga dan membantu menyalurkan informasi lewat jalur komunikasi yang aman dan sulit dipecahkan oleh musuh.
Bila dilihat dari sejarah kemerdekaan, kata dosen Cyber War pada Program Studi S-1 Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini, Dinas Kode punya andil dalam mengamankan dan menyebarkan informasi tentang adanya pemerintahan darurat Indonesia.
"Pesan didistribusikan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga ke luar negeri. Tujuannya jelas untuk mengumpulkan dukungan dan pengakuan negara lain sebagai jaminan bahwa Indonesia tidak bubar,” kata pria kelahiran Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah ini.
Baca juga: Pakar siber perkirakan pascakrisis COVID-19 bakal ada kebijakan sistem kerja
Pratama mengatakan bahwa tidak hanya Indonesia yang menggunakan teknologi persandian dalam mempertahankan eksistensi negara, tetapi juga negara lain.
Dalam Perang Dunia II, misalnya, sekutu berhasil memukul mundur Jerman setelah memecahkan kode sandi pada mesin Enigma Jerman yang legendaris. Pada akhirnya, setiap rencana pergerakan militer Jerman bisa dipantau sekutu. Akibatnya, Jerman perlahan kalah di setiap pertempuran.
Pada usia persandian Indonesia yang sudah 74 tahun, lanjut dia, BSSN bisa mendorong kemandirian Indonesia dalam teknologi keamanan siber. Hal ini mengingat kebutuhan berbagai sektor saat ini hampir seluruhnya terkait ke wilayah siber.
“Oleh karena itu, faktor keamanan perlu mendapat perhatian paling serius,” kata Pratama yang pernah sebagai Pelaksana Tugas Direktur Pengamanan Sinyal Lemsaneg (BSSN).
Namun, dia menyayangkan kesadaran keamanan siber masih sangat rendah, baik di masyarakat maupun para pengambil keputusan. Dalam hal ini, BSSN bisa menawarkan solusi keamanan karya anak bangsa yang bisa dipakai, misalnya untuk pemilu elektronik.
Pratama menegaskan bahwa peran persandian sebenarnya sangat besar meski senyap. Untuk itu, pada era digital sekarang ini, kontribusi paling nyata nantinya adalah menghasilkan sistem pemilu elektronik yang aman dan 100 persen buatan anak bangsa.
Ia menekankan bahwa BSSN sebagai representasi persandian tanah air bisa mengembangkan berbagai solusi keamanan informasi bagi negara, salah satunya adalah sistem pemilu elektronik. Hal ini mengingat kedaulatan informasi adalah kunci bersaing pada era digital.
Baca juga: DPR setujui RUU Keamanan Siber