Belum terdaftar JKN PBI, warga miskin tetap bisa berobat gratis
Kudus (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, memastikan warga miskin yang belum terdaftar sebagai peserta jaminan kesehatan nasional (JKN) penerima bantuan iuran (PBI) masih bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis karena pemkab sudah menyiapkan anggarannya.
"Warga miskin yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan sebagai peserta JKN PBI sesuai hasil verifikasi berjumlah 47.000 orang. Kalaupun ada warga yang benar-benar miskin tidak perlu khawatir karena masih bisa mendapatkan pengobatan gratis," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Joko Dwi Putranto di Kudus, Kamis.
Sementara puluhan ribu warga yang didaftarkan sebagai peserta JKN PBI tersebut tidak hanya dari pemegang kartu JKN-KIS sebelumnya, melainkan ada pula warga yang berobat di rumah sakit menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) serta dari basis data terpadu (BDT).
Baca juga: Kudus ajukan 26.000 warga miskin sebagai peserta JKN PBI APBN
Sementara warga miskin lainnya yang belum terdaftar, katanya, agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, cukup melengkapi dengan SKTM dari pemerintah desa.
Kalaupun sakitnya mendadak dan belum sempat mengurus, katanya, bisa dilengkapi ketika sudah mendapatkan perawatan agar diurus oleh keluarganya.
Terkait simpang siur pihak yang mengeluarkan SKTM, kata dia, sebelumnya semua kepala desa sudah diundang, bahwa pihak yang berwenang mengeluarkan SKTM merupakan pemerintah desa, sedangkan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kudus perannya sebagai verifikator.
Meskipun anggaran yang tersedia untuk membiayai masyarakat miskin di luar anggaran JKN PBI hanya tersedia Rp3,5 miliar, katanya, hingga kini memang belum ada klaim sehingga masyarakat miskin tetap akan mendapatkan pelayanan pengobatan secara gratis.
Sementara target Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan menyeluruh bagi penduduk Kudus, katanya, untuk sementara fokus pelayanan masyarakat miskin jangan sampai sakit tidak terlayani.
Anggaran yang tersedia untuk mendaftarkan masyarakat miskin sebagai peserta JKN PBI APBD Kudus sebesar Rp56,8 miliar yang akan digunakan untuk membayar kekurangan UHC sebelumnya sebesar Rp15,36 miliar, sehingga tersisa Rp41,46 miliar.
Untuk memenuhi target UHC, Pemkab Kudus mencoba mengusulkan adanya kenaikan alokasi untuk dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau dari Pemerintah Pusat menyusul kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional kelas III yang cukup tinggi membuat pemda setempat kesulitan merealisasikan target UHC.
Belum sempurnanya data warga miskin juga membuat permasalahan semakin kompleks, hingga membuat Pemkab Kudus selama Januari 2020 menghentikan sementara kerja sama dengan BPJS Kesehatan, meskipun bulan Februari 2020 mulai dijalin kerja sama kembali.
Hanya saja, jumlah warga miskin yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan per 7 Februari 2020 tercatat baru 29.825 orang dari rencana 47.000 orang, demikian Joko Dwi Putranto.
Baca juga: Keterbatasan anggaran, warga penerima bantuan iuran JKN di Kudus berkurang
Baca juga: Sistem antrean online di FKTP mudahkan berobat JKN-KIS
"Warga miskin yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan sebagai peserta JKN PBI sesuai hasil verifikasi berjumlah 47.000 orang. Kalaupun ada warga yang benar-benar miskin tidak perlu khawatir karena masih bisa mendapatkan pengobatan gratis," kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kudus Joko Dwi Putranto di Kudus, Kamis.
Sementara puluhan ribu warga yang didaftarkan sebagai peserta JKN PBI tersebut tidak hanya dari pemegang kartu JKN-KIS sebelumnya, melainkan ada pula warga yang berobat di rumah sakit menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) serta dari basis data terpadu (BDT).
Baca juga: Kudus ajukan 26.000 warga miskin sebagai peserta JKN PBI APBN
Sementara warga miskin lainnya yang belum terdaftar, katanya, agar bisa mendapatkan pelayanan kesehatan gratis, cukup melengkapi dengan SKTM dari pemerintah desa.
Kalaupun sakitnya mendadak dan belum sempat mengurus, katanya, bisa dilengkapi ketika sudah mendapatkan perawatan agar diurus oleh keluarganya.
Terkait simpang siur pihak yang mengeluarkan SKTM, kata dia, sebelumnya semua kepala desa sudah diundang, bahwa pihak yang berwenang mengeluarkan SKTM merupakan pemerintah desa, sedangkan Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Kabupaten Kudus perannya sebagai verifikator.
Meskipun anggaran yang tersedia untuk membiayai masyarakat miskin di luar anggaran JKN PBI hanya tersedia Rp3,5 miliar, katanya, hingga kini memang belum ada klaim sehingga masyarakat miskin tetap akan mendapatkan pelayanan pengobatan secara gratis.
Sementara target Universal Health Coverage (UHC) atau cakupan kesehatan menyeluruh bagi penduduk Kudus, katanya, untuk sementara fokus pelayanan masyarakat miskin jangan sampai sakit tidak terlayani.
Anggaran yang tersedia untuk mendaftarkan masyarakat miskin sebagai peserta JKN PBI APBD Kudus sebesar Rp56,8 miliar yang akan digunakan untuk membayar kekurangan UHC sebelumnya sebesar Rp15,36 miliar, sehingga tersisa Rp41,46 miliar.
Untuk memenuhi target UHC, Pemkab Kudus mencoba mengusulkan adanya kenaikan alokasi untuk dana bagi hasil cukai dan hasil tembakau dari Pemerintah Pusat menyusul kenaikan iuran jaminan kesehatan nasional kelas III yang cukup tinggi membuat pemda setempat kesulitan merealisasikan target UHC.
Belum sempurnanya data warga miskin juga membuat permasalahan semakin kompleks, hingga membuat Pemkab Kudus selama Januari 2020 menghentikan sementara kerja sama dengan BPJS Kesehatan, meskipun bulan Februari 2020 mulai dijalin kerja sama kembali.
Hanya saja, jumlah warga miskin yang didaftarkan ke BPJS Kesehatan per 7 Februari 2020 tercatat baru 29.825 orang dari rencana 47.000 orang, demikian Joko Dwi Putranto.
Baca juga: Keterbatasan anggaran, warga penerima bantuan iuran JKN di Kudus berkurang
Baca juga: Sistem antrean online di FKTP mudahkan berobat JKN-KIS