Jakarta, ANTARA JATENG - Inspektur Jenderal Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Sugito dituntut 2
tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan karena
terbukti memberikan suap senilai Rp240 juta kepada audtior BPK agar
Kemendes PDTT mendapat Opini WTP.
"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Sugito terbukti
secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak
pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sebagaimana dakwaan
pertama. Menjatuhkan pidana terhadap Sugito berupa penjara selama 2
tahun ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan," kata jaksa
penuntut umum KPK Ali Fikri di pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Jakarta, Rabu.
Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari pasal 5 ayat (1) huruf a
UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No. 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 jo pasal
64 ayat ke-1 KUHP.
Pasal dakwaan yang sama dikenakan kepada bawahan Sugito yaitu Kepala
Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kemendes PDTT Jarto Budi Prabowo.
"Supaya majelis hakim memutuskan, menyatakan terdakwa Jarot Budi
Prabowo terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum bersalah
melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan
pertama. Menjatuhkan pidana terhadap berupa penjara selama 2 tahun
ditambah denda Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan," tambah jaksa Ali
Fikri.
Keduanya dinilai mengaku, berterus terang serta menyesali perbuatannya.
Dalam perkara ini, Irjen Kemendes PDTT Sugito bersama-sama dengan
Kepala Bagian Tata Usaha dan Keuangan pada Inspektorat Jenderal (Itjen)
Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo memberikan Rp240 juta secara bertahap
kepada Auditor Utama Keuangan Negara III BPK Rochmadi Saptogiri selaku
penanggung jawab pemeriksaan laporan keuangan TA 2016 Kemendes PDTT dan
Wakil Penanggung Jawab merangkap Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Auditorat
III. B Ali Sadli.
Pemberian suap diawali pemeriksaan atas laporan keuangan Kemendes
PDTT tahun anggaran 2016 dengan masa tugas 60 hari mulai 23 Januari-17
April 2017 di Jakarta, Banten, Aceh, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah
dan Nusa Tenggara Barat.
Penanggung jawab atas penyusunan Laporan Keuangan Kemendes PDTT TA
2016 adalah Sekretaris Jenderal Anwar Sanusi, sedangkan pelaksana dalam
penyusunan adalah Kepala Biro Keuangan dan Barang Milik Negara (Kabiro
Keuangan dan BMN) Kemendes PDTT Ekatmawati.
Opini BPK atas Kemendes PDTT TA 2015 adalah Opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) sehingga Sugito menargetkan memperoleh Opini Wajar
Tanpa Pengecualian (WTP) pada 2016.
Maka pada akhir April 2017, Sugito dan Anwar Sanusi bertemu
denganKetua Sub-Tim 1 Pemeriksa BPK Choirul Anam yang menginfirmasikan
bahwa Kemendes PDTT akan memperoleh Opini WTP dan menyarankan agar
Rochmadi dan Ali Sadli diberi sejumlah uang dengan mengatakan "Itu Pak
Ali dan Pak Rochmadi tolong atensinya" yaitu sekitar Rp250 juta.
Dalam rangka memenuhi pemberian Rp250 juta itu maka pada awal Mei
2017, Sugito atas sepengetahuan Anwar Sanusi mengumpulkan para
Sesditjen, Sesbadan, Sesitjen serta Karo Keuangan dan BMN.
Sugito meminta adanya "atensi atau perhatian" dari seluruh Unit Kerja
Eselon I (UKE 1) kepada Tim Pemeriksa BPK berupa pemberian uang dengan
jumlah keseluruhan sebesar Rp200-300 juta.
Rapat menyepakati bahwa uang yang akan diberikan kepada Rochmadi dan
Ali Sadli ditanggung oleh 9 UKE 1 dengan besaran uang sesuai kemampuan
dari masing-masing UKE 1, uang akan disetorkan kepada Jarot.
Beberapa hari kemudian setelah pertemuan, Sugito menyampaikan kepada
Ali Sadli bahwa Jarot akan menyerahkan sejumlah uang untuk Rochmadi
melalui Ali Sadli, yang dijawab Ali Sadli "Baik Pak".
Setelah uang sebesar Rp200 juta terkumpul maka Jarot pada 10 Mei 2017
membawa tas kain belanja berisi uang sejumlah Rp200 juta. Ia menemui
Ali Sadli di ruang kerjanya Lantai 4 kantor BPK RI. Jarot menyampaikan
"Ada titipan dari Pak Irjen, Sugito".
Uang tersebut selanjutnya diterima Ali Sadli. Kemudian Ali meminta
Choirul Anam membawa uang tersebut ke ruang kerja Rochmadi, selanjutnya
Ali meletakkannya di lantai dekat tempat tidur dalam ruang kerja
Rochmadi.
Siang hari, saat Ali bertemu Rochmadi di ruang kerja Ali Sadli ia
melaporkan penerimaan uang tersebut kepada Rochmadi dengan mengatakan
"Pak, ada titipan dari Kemendes. Saya taruh di kamar Bapak", yang
dijawab Rochmadi "Iya, mas". Pada sore harinya Rochmadi memindahkan uang
dengan jumlah Rp200 juta tersebut ke dalam brankas pribadi di ruang
kerjanya.
"Rochmadi membantah menerima uang dengan mencabut BAP no 15 yaitu
mengenai jawaban Benar menerima sesuatu dari Ali Sadli, saat itu Ali
mengatakan saat berpapasan Pak itu ada tiitpan, saya letakkan di bawah
tempat tidur. Saya jawab, ya. Sorenya saya buka bundelan itu yang
ternyata berisi uang lalu saya taruh brankas. Uang tidak saya hitung
langsung masuk brankas dan bercampur dengan uang lain yang diamankan
KPK," kata jaksa Ali menirukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Rochmadi
yang dicabut.
Namun menurut jaksa, keterangan Rochmadi itu harus diabaikan.
"Karena Rochmadi menerangkan saat membuat BAP ia lelah sehingga
menyerahkan ke penyidik KPK untuk menuliskan keterangannya, selain itu
ia juga mengaku dalam keadaan panik dan shock karena tidak dapat
berpikir panjang. Hal ini tidak diterima akal sehat dengan alasan,
pertama di awal sidang saksi Rochmadi mengaku tidak ada paksaan di
hadapan penyidik KPK sehingga tidak logis BAP No. 15 dibuat dalam
keadaan lelah dan diserahkan ke penyidik KPK dan tidak ada korelasi
dengan jawaban saksi karena takut ditetapkan sebagai tersangka karena
jawaban diberikan setelah ia menjadi tersangka," tambah jaksa Ali.
Jawaban Rochmadi juga tidak berkesusaian dengan barang bukti CCTV di
kantor BPK dan keterangan, Ali Sadli, Sugito maupun Jarot.
"Ada indikasi Rochmadi menutup diri dan tidak memberikan keterangan
sebenarnya, termasuk saat ditunjukkan CCTV yang menunjukkan bahwa itu
adalah rekaman Rochmadi padahal jelas bahwa tergambar aktivitas Rochmadi
seperti digambarkan Ali Sadli," tambah jaksa Ali.
Pada 18 Mei 2017 BPK melakukan sidang Badan atas Laporan Keuangan
Kemendes PDTT TA 2016 yang dipimpin oleh Anggota III BPK Edy Mulyadi
Soepardi dimana pada saat itu Rochmadi menentukan bahwa Opini untuk
Kemendes PDTT adalah WTP padahal berdasarkan hasil Pemeriksaan Dengan
Tujuan Tertentu (PDTT) pada Kemendes PDTT terdapat temuan dengan jumlah
uang yang besar dan merupakan temuan berulang pada TA 2015 yakni
mengenai pertanggungjawaban Pembayaran Honororium dan Bantuan Biaya
Operasional kepada Tenaga Pendamping Profesional (TPP) tahun 2016
sebesar Rp550,467 miliar dimana pihak Kemendes PDTT belum seluruhnya
melaksanakan rekomendasi tersebut sampai dilakukan pemeriksaan Laporan
Keuangan Kemendes PDTT TA 2016.
Pemberian selanjutnya adalah pada 26 Mei 2017 Jarot mengantarkan sisa
uang sebesar Rp40 juta ke kantor BPK RI menggunakan kendaraan motor
ojek daring. Jarot langsung masuk ke ruang kerja Ali Sadli di lantai 4.
Setelah bertemu dengan Ali, saat akan pulang Jarot memberikan sebuah tas
kertas berwarna cokelat bertuliskan "Pandanaran" yang berisi uang
sebesar Rp40 juta kepada Ali Sadli dan menyampaikan "Pak, ini ada
titipan", kemudian tas berisi uang tersebut disimpan oleh Ali Sadli ke
dalam laci meja kerjanya.
Beberapa saat setelah Jaro keluar dari ruangan Ali Sadli, petugas KPK
mengamankan Jarot dan Ali serta mengamankan tas kertas berwarna coklat
yang berisi Rp40 juta. Selain itu Petugas KPK juga menemukan sejumlah
uang tunai di dalam brankas yang berada di ruang kerja Rocmadi dalam
sebesar Rp1,154 miliar dan 3.000 dolar AS.
"Sehingga uang Rp200 juta sudah beralih ke Rochmadi dan Rp40 juta
sudah beralih ke Ali Sadli sehingga kami berkesimpulan unsur memberikan
sesuatu terbukti dalam perbuatan terdakwa agar opini laporan keuangan
Kemendes PDTT tahun 2016 jangan sampai tidak WTP karena Chairul Anam
sebelumnya sudah menginformasikan bahwa Kemendes PDTT akan mendapat
WTP," papar jaksa Asri Irwan.
Meski Rochmadi dan Ali Sadli membantah uang itu diberikan agar
Kemendes PDTT mendapat opini WTP karena mekanisme sudah sesuai dengan
hukum yang berlaku.
"Rochmadi seharusnya sudah mengetahui hasil WTP tapi Rochmadi tidak
melakukan penelitian secara mendalam demikian juga Ali tidak melakukan
koreksi terhadap hasil kerja tim review yang seharusnya mempertimbangkan
rekomendasi dan temuan BPK dalam pemeriksaan PDTT karena Ali Sadli
mengatakan bahwa pemeriksaan PDTT akan mempengaruhi WTP yang
bertentangan dengan keadaan Rochmadi yang mengatakan bahwa pemeriksaan
PDTT tidak ada pengaruhnya," kata jaksa Zainal.
Atas tuntutan itu, Sugito dan Jarot akan mengajukan pledoi pada 18 Oktober 2017.
Berita Terkait
Pemerintah Jepang dituntut warganya terkait efek samping vaksin COVID
Kamis, 18 April 2024 8:50 Wib
Terdakwa korupsi Rp11,5 juta PNPM Magelang dituntut 21 bulan penjara
Rabu, 17 April 2024 15:50 Wib
Pengasuh ponpes pelaku pencabulan dituntut 15 tahun penjara
Kamis, 28 Maret 2024 23:53 Wib
Andhi Pramono dituntut 10 tahun dan 3 bulan penjara
Jumat, 8 Maret 2024 13:50 Wib
Jaksa tuntut terdakwa korupsi DIPA Akpol 6 tahun penjara
Rabu, 6 Maret 2024 20:19 Wib
Kepala BTP Jawa Bagian Tengah keberatan dituntut 8 tahun
Jumat, 5 Januari 2024 8:19 Wib
Pelaku mutilasi cor bos depot air dituntut seumur hidup
Selasa, 5 Desember 2023 22:59 Wib
Terdakwa kasus kematian anak Pj Gubernur Papua Pegunungan dituntut 14 tahun
Senin, 4 Desember 2023 22:19 Wib