"Kalau merujuk pada masa kecil saya pada tahun 70-an populasi kuda Sandelwood itu masih sangat banyak jika dibandingkan dengan saat ini," katanya kepada Antara di Kupang, NTT, Jumat.
Ia menceritakan saat ia masih berada di bangku sekolah setiap musim kemarau di sejumlah pada rumput ratusan ekor kuda jenis Sandelwood berkumpul untuk mencari makanan.
Namun dalam sepuluh tahun terakhir populasi kuda itu terus berkurang dan hal itu menurutnya diakibatkan banyak masyarakat yang menjual kuda tersebut ke luar dari Sumba.
"Sayang sekali kalau kuda ini terus dijual keluar, karena jika tidak dipertahankan populasi kuda Sandelwood akan semakin berkurang dan habis," tuturnya.
Walaupun kuda Sandelwood semakin berkurang, namun populasi kuda pada umumnya tetap tinggi khususnya di Sumba bagian Timur.
Sebab menurutnya hampir semua rumah tangga memiliki kuda yang jumlahnya berkisar dari dua sampai tiga ekor bahkan lebih dari itu.
Pemerintah Kabupaten Sumba Tengah mencatat hingga saat ini populasi kuda di daerah itu mencapai 7.000 ribu ekor kuda.
"Jumlah tersebut gabungan dari kuda Sandelwood dan kuda pacu yang tinggi dan kuda Sandelwood jumlahnya kurang lebih 20 persen dari jumlah tersebut," ujar Bupati Sumba Tengah Umbu S Pateduk.
Jika dibandingkan dengan populasi kuda di Sumba Barat Daya, jumlah kuda Sumba Tengah masih terbilang lebih banyak. Karena jumlahnya hanya mencapai 251 ekor kuda saja.
Melihat jumlah tersebut Budayawan sekaligus biarawan Katolik itu menilai bahwa Parade Kuda Sandelwood dapat membantu meningkatkan populasi kuda itu sendiri khususnya kuda Sandelwood.
Iapun mengusulkan agar masyarakat di Sumba terus mencintai kuda Sandelwood dan semakin gemar memeliharanya mengingat Kuda Sumba saat ini menjadi salah satu branding pariwisata di NTT.