Tulungagung, ANTARA JATENG - Petani sayur hidroponik Tulungagung, Jawa Timur, kewalahan memenuhi permintaan pembeli, bahkan tanaman sayuran yang belum mereka panen sudah ada yang indent dengan memasang nama konsumen di setiap tumbuhan itu.
"Sayur mereka dihargai tinggi dan selalu habis terjual," kata anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan DPR RI Eva Kusuma Sundari kepada ANTARAJATENG.COM, Minggu, usai menghadiri diskusi pengembangan industri sayur hidroponik di Desa Sobontoro, Kabupaten Tulungagung, Jumat (3/3/17), atas undangan Kelompok Tani (Poktan) Hidroponik Tulungagung (KHTA).
Anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Jawa Timur VI mengapresiasi atas pembentukan komunitas petani sayur hidroponik oleh sekelompok pemuda yang sebagian besar di antara mereka adalah sarjana. Hal ini dilakukan karena mereka prihatin atas mahal dan langkanya harga sayur di Tulungagung karena sayuran itu harus didatangkan dari Kota Batu.
Poktan juga melempar produk sayuran tersebut ke supermarket. Namun, menurut mereka, tidak bisa maksimal, hanya bertujuan menunjukkan eksistensi produk tersebut.
Karena keterbatasan produksi, mereka terpaksa menolak permintaan dari Kediri dan Jombang karena sayuran mereka sudah terbeli di tempat produksi, yaitu di halaman rumah para aktivis hidroponik tersebut.
"Kami ingin mempunyai green house yang besar, bukan saja untuk meningkatkan produksi, melainkan juga bisa menjadi pusat untuk memfasilitasi pengetahuan, alat produksi, termasuk untuk pemasaran produk dari para anggota," kata Yudi, Ketua KHTA.
Pusat itu kelak bisa sekaligus jadi rekreasi edukasi, pusat informasi dari A hingga Z pertanian hidroponik, khususnya sayur, termasuk untuk rekreasi petik sayur dan beli alat, bahan dan bibit untuk menanam.
Eva pada kesempatan itu menyarankan kepada mereka untuk membentuk koperasi. Apalagi, komunitas itu mengalami perkembangan pesar. Semula hanya satu komunitas, dalam setahun berkembang menjadi 259 komunitas yang terhubung dan berkomunikasi melalui media sosial, seperti FB dan WA. Bahkan, sekali-sekali mereka melakukan kopdar (jumpa darat).
"Bikin koperasi karena syarat-syaratnya sudah ada, yaitu watak gotong royong, jumlah anggota, dan kesamaan tujuan dari para anggota. Terbentuknya organisasi adalah modal untuk memperjuangkan kepentingan anggota," kata Eva Sundari.
Karena perspektifnya edukasi, lanjut Eva, jangan teknis, semua harus diakarkan dan dimuarakan pada kemandirian ekonomi, khususnya kedaulatan pangan.
Dari diskusi, salah satu anggota melakukan hal yang sama di Lombok dan NTT, yaitu membentuk komunitas petani sayur hidroponik karena situasi yang sama, yaitu kebutuhan sayur harus diimpor dari Batu.
Respons kelompok muda di sana juga positif, yaitu membentuk komunitas-komunitas sebagaimana di Tulungagung dan berproduksi walau skala yang juga terbatas.
Sebelum mengakhiri diskusi, kelompok sudah mendapat komitmen dari Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kabupaten Tulungagung Partono yang menyanggupi memberikan bantuan teknis untuk pembentukan koperasi.
Eva Sundari di hadapan komunitas tersebut berjanji akan mengupayakan bantuan konsultan untuk mendampingi pembuatan business plan (rencana kerja) dari koperasi petani sayur hidroponik tersebut.
Berita Terkait
Dinpertan Cilacap optimistis produksi padi tidak terdampak hama wereng
Selasa, 30 April 2024 13:43 Wib
Petani Demak yang terdampak banjir terima klaim asuransi
Kamis, 14 Maret 2024 9:43 Wib
Kementan berikan sertifikat varietas lokal untuk tanaman sorgum Demak
Kamis, 14 Maret 2024 7:01 Wib
Membangun ekosistem biomassa menuju energi yang ramah lingkungan
Sabtu, 9 Maret 2024 9:00 Wib
40,39 persen tanaman padi di Demak sudah panen
Jumat, 8 Maret 2024 20:37 Wib
Pertamina gelar Tanam Serentak 1.000 Tanaman Hortikultura
Kamis, 29 Februari 2024 10:06 Wib
Tikus serang 254 hektare padi di 3 kecamatan Kabupaten Boyolali
Rabu, 28 Februari 2024 15:59 Wib
Luas tanaman padi di Kudus yang dipanen mencapai 9.116 hektare
Selasa, 27 Februari 2024 9:56 Wib