"Menurut saya, pemberian grasi itu agak ceroboh karena Mahkamah Agung (MA) sendiri tidak merekomendasikan hal itu," kata Mahfud MD di Jakarta, Jumat.
Karena tidak ada rekomendasi dari MA, maka Mahfud mempertanyakan apa yang menjadi dasar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan grasi tersebut.
Karena itu, Mahfud menduga mafia narkoba telah masuk ke lembaga yang bisa memberi masukan kepada Presiden untuk memberikan grasi kepada pengedar narkoba.
"Mafia itu kan tidak terlihat dan bisa masuk ke mana-mana. Bisa masuk ke polisi, pengadilan, kehakiman dan lain-lain," ujarnya.
Mahfud menilai Presiden kecolongan dengan pemberian grasi tersebut karena Presiden biasanya cermat mengambil tindakan dan kebijakan.
"Itu sudah sah dan tidak bisa dicabut begitu saja atau diganggu gugat. Namun, ada dugaan bahwa Ola mengulang kejahatannya dari dalam jeruji penjara," katanya.
Atas kejahatan yang sama itu, Ola mengendalikan peredaran narkoba dari balik jeruji penjara, justru bisa menjadi landasan bagi polisi dan jaksa untuk mengadili kembali.
"Jaksa juga bisa kembali menuntut Ola dengan hukuman mati. Justru itu lebih mudah daripada kita meminta Presiden untuk mencabut grasi yang sudah diberikan," tuturnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah memberikan grasi kepada dua pengedar narkoba, salah satunya Meirika Franola yang sebelumnya divonis hukuman mati oleh pengadilan.
Atas grasi dari Presiden, hukuman Ola berubah dari hukuman mati menjadi seumur hidup.
(D018/A011)