Direktur: Seni-budaya berperan penting membentuk karakter siswa
Purwokerto (ANTARA) - Direktur Puhua School Purwokerto Chen Tao menilai pelajaran seni dan budaya memiliki peran peting dalam pembentukan karakter, mengembangkan kreativitas, dan membantu siswa memahami serta menghargai keberagaman budaya.
"Seni dapat menjadi wadah ekspresi emosional dan meningkatkan keterampilan komunikasi, sementara pemahaman terhadap budaya lain mengajarkan toleransi dan rasa saling menghormati," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.
Ia mengatakan secara keseluruhan, integrasi seni dan budaya di sekolah itu bertujuan membentuk siswa yang lebih berdaya, terbuka pikiran, dan memiliki nilai-nilai moral yang kuat.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendorong siswa Puhua School yang merupakan sekolah multikultur berkonsep tiga bahasa tersebut tidak hanya mahir berbahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris, juga dalam berbahasa Jawa.
Dalam hal ini, lanjut dia, pihaknya membekali siswa dengan pengetahuan untuk terus melestarikan budaya Banyumas melalui pelajaran Budaya dan Bahasa Jawa.
Menurut dia, pendidikan dan pengetahuan budaya lokal tergolong penting, karena wilayah Banyumas merupakan tempat dimana sekolah berdiri dan bertumbuh hingga saat ini.
"Sebagai putra-putri daerah, kewajiban mengenal secara mendalam budaya lokal tempat mereka lahir, tumbuh, dan hidup hingga di masa depan merupakan nilai penting dalam menumbuhkan terus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang diusung oleh sekolah," katanya.
Terkait dengan hal itu, Chen Tao mengatakan dengan berbekal semangat Merdeka Belajar, pihaknya mendorong kelas 12 sekolah tersebut untuk mendapatkan pembelajaran langsung dari pakarnya dan mengalami langsung setiap pengetahuan budaya dengan arahan guru-guru pembimbing melalui literasi materi yang diberikan sebelumnya.
Selain itu, kata dia, siswa diberikan tanggung jawab memenuhi pemahaman setiap materi melalui beragam platform dengan memberikan keleluasaan kreativitas pada mereka.
Dalam hal ini, lanjut dia, ada lima bidang budaya Banyumasan yang diangkat dan dilaksanakan secara terintegrasi, yakni sejarah, batik, tembang, permainan tradisional, dan tarian.
"Oleh karena itu, kami pada hari Jumat (15/12) mengajak anak-anak untuk belajar dengan metode grounded berbasis partisipatif guna memperoleh pengalaman langsung sejarah kota lama Banyumas yang disajikan secara komprehensif oleh Bapak Oka Yudhistira Pranayudha, S.S.T.P., M.Si, yang menjabat Camat Banyumas," katanya.
Ia mengatakan dalam kegiatan tersebut, siswa juga belajar mengenai tembang Banyumasan yang disampaikan secara langsung oleh Koentarto selaku budayawan dan musisi Banyumasan, serta pengetahuan mengenai corak batik Banyumasan yang disampaikan oleh Koordinator Komunitas Pembatik "Pringmas", Iin Susiningsih.
Menurut dia, siswa juga diajak menulis sesuai susunan makalah ilmiah mengenai budaya lengger wadon secara terstruktur serta mempelajari permainan tradisional Banyumasan yang disampaikan oleh Sunarto selaku Koordinator Dolanan Koena.
Sementara itu, Camat Banyumas Oka Yudhistira Pranayudha mengatakan tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini adalah derasnya budaya luar yang masuk ke Indonesia.
Ia mengharapkan derasnya budaya luar yang masuk Indonesia itu tidak sampai menggeser etika dan jati diri generasi muda.
Oleh karena itu, kata dia, belajar mengenal dan memahami budaya lokal berarti berproses mencintai dan melestarikannya.
"Dengan latar belakang siswa Puhua yang beragam suku maupun agama, mengenalkan budaya Banyumas pada mereka yang lahir, tumbuh, dan hidup di Banyumas merupakan langkah baik yang nyata menjaga budaya sekaligus kecintaan pada asal usul kita agar tak luntur dan punah," kata pemrakarsa integrasi materi budaya Banyumas itu.
Baca juga: Jateng promosikan kesenian dan budaya dengan pementasan di Jakarta
"Seni dapat menjadi wadah ekspresi emosional dan meningkatkan keterampilan komunikasi, sementara pemahaman terhadap budaya lain mengajarkan toleransi dan rasa saling menghormati," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Sabtu.
Ia mengatakan secara keseluruhan, integrasi seni dan budaya di sekolah itu bertujuan membentuk siswa yang lebih berdaya, terbuka pikiran, dan memiliki nilai-nilai moral yang kuat.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya mendorong siswa Puhua School yang merupakan sekolah multikultur berkonsep tiga bahasa tersebut tidak hanya mahir berbahasa Indonesia, Mandarin, dan Inggris, juga dalam berbahasa Jawa.
Dalam hal ini, lanjut dia, pihaknya membekali siswa dengan pengetahuan untuk terus melestarikan budaya Banyumas melalui pelajaran Budaya dan Bahasa Jawa.
Menurut dia, pendidikan dan pengetahuan budaya lokal tergolong penting, karena wilayah Banyumas merupakan tempat dimana sekolah berdiri dan bertumbuh hingga saat ini.
"Sebagai putra-putri daerah, kewajiban mengenal secara mendalam budaya lokal tempat mereka lahir, tumbuh, dan hidup hingga di masa depan merupakan nilai penting dalam menumbuhkan terus nilai-nilai keberagaman dan toleransi yang diusung oleh sekolah," katanya.
Terkait dengan hal itu, Chen Tao mengatakan dengan berbekal semangat Merdeka Belajar, pihaknya mendorong kelas 12 sekolah tersebut untuk mendapatkan pembelajaran langsung dari pakarnya dan mengalami langsung setiap pengetahuan budaya dengan arahan guru-guru pembimbing melalui literasi materi yang diberikan sebelumnya.
Selain itu, kata dia, siswa diberikan tanggung jawab memenuhi pemahaman setiap materi melalui beragam platform dengan memberikan keleluasaan kreativitas pada mereka.
Dalam hal ini, lanjut dia, ada lima bidang budaya Banyumasan yang diangkat dan dilaksanakan secara terintegrasi, yakni sejarah, batik, tembang, permainan tradisional, dan tarian.
"Oleh karena itu, kami pada hari Jumat (15/12) mengajak anak-anak untuk belajar dengan metode grounded berbasis partisipatif guna memperoleh pengalaman langsung sejarah kota lama Banyumas yang disajikan secara komprehensif oleh Bapak Oka Yudhistira Pranayudha, S.S.T.P., M.Si, yang menjabat Camat Banyumas," katanya.
Ia mengatakan dalam kegiatan tersebut, siswa juga belajar mengenai tembang Banyumasan yang disampaikan secara langsung oleh Koentarto selaku budayawan dan musisi Banyumasan, serta pengetahuan mengenai corak batik Banyumasan yang disampaikan oleh Koordinator Komunitas Pembatik "Pringmas", Iin Susiningsih.
Menurut dia, siswa juga diajak menulis sesuai susunan makalah ilmiah mengenai budaya lengger wadon secara terstruktur serta mempelajari permainan tradisional Banyumasan yang disampaikan oleh Sunarto selaku Koordinator Dolanan Koena.
Sementara itu, Camat Banyumas Oka Yudhistira Pranayudha mengatakan tantangan yang dihadapi generasi muda saat ini adalah derasnya budaya luar yang masuk ke Indonesia.
Ia mengharapkan derasnya budaya luar yang masuk Indonesia itu tidak sampai menggeser etika dan jati diri generasi muda.
Oleh karena itu, kata dia, belajar mengenal dan memahami budaya lokal berarti berproses mencintai dan melestarikannya.
"Dengan latar belakang siswa Puhua yang beragam suku maupun agama, mengenalkan budaya Banyumas pada mereka yang lahir, tumbuh, dan hidup di Banyumas merupakan langkah baik yang nyata menjaga budaya sekaligus kecintaan pada asal usul kita agar tak luntur dan punah," kata pemrakarsa integrasi materi budaya Banyumas itu.
Baca juga: Jateng promosikan kesenian dan budaya dengan pementasan di Jakarta