Semarang (ANTARA) - Program Dedieselisasi PLN atau konversi pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang beroperasi di wilayah terpencil, diharapkan mampu mendorong kemandirian energi nasional.
Hal tersebut mencuat pada seminar Renewable Energy Technology as a driver for Indonesia’s De-Dieselization yang dilaksanakan di sebuah hotel, di Yogyakarta, Rabu (23/3).
Akademisi Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya Prof Mukhtasor menilai PLN harus memaksimalkan kekuatan nasional dalam pengembangan teknologi EBT di dalam negeri dalam menjalankan program dedieselisasi.
Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional yang menyebutkan tujuan pertama dari kebijakan energi nasional sejatinya adalah kemandirian energi. Setelah negara mampu mencapai hal tersebut, baru dapat dicapai tujuan selanjutnya untuk memperkuat ketahanan energi Nasional.
"Transisi energi adalah proses yang kompleks. Proses ini tidak hanya melibatkan sektor energi, tetapi juga menuntut adanya transformasi ekonomi. Dimana pengembangan teknologi baru akan menjadi sumber pendapatan untuk proses transisi yang berkelanjutan," jelas dia.
Dia pun berpesan agar dalam menjalankan program dedieselisasi, peran PLN sebagai pengembang dan operator utama pembangkit harus tetap dipertahankan.
Menurutnya, keberadaan Independent Power Provider (IPP) memang penting untuk mengembangkan teknologi baru, akan tetapi jika terlalu banyak pembangkit dikelola IPP, fungsi PLN hanya akan menjadi distributor.
Pilot project skema dedieselisasi secara hybrid menggunakan Automatic Generation Controller & Grid Monitoring System untuk Mini Grid di sistem Sumba Timur yang bekerja sama dengan United States Agency for International Development (USAID) dapat menjadi contoh nyata.
Baca juga: Program Dedieselisasi PLN kunci RI capai Net Zero Emission 2060
Baca juga: Meriahkan Sidang Transisi Energi G20, KESDM dan PLN gelar parade motor listrik
Director of Advance Energy System USAID Hanny J. Berchmans menilai proyek tersebut berhasil memberikan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat pulau terpencil.
"Dengan menggunakan PLTS dan PLTD secara bersamaan, sistem Sumba Timur mampu menghasilkan listrik yang stabil dan tidak pernah padam selama 24 jam. Bahkan, kestabilan sistem mencapai 100 persen dengan memanfaatkan hanya 25 persen energi surya tanpa penggunaan baterai," katanya.
Senada, Head of Public Sector and Social Sector Practices in Africa McKinsey & Company, Adam Kendall pun melihat dedieselisasi menjadi kesempatan bagi PLN untuk mengurangi ketergantungan terhadap baterai, yang saat ini menjadi komponen termahal dalam pengembangan PLTS sebagai baseload.
Hanya saja, dirinya mengingatkan sesuai dengan pengalamannya di Afrika, tahap pembangunan adalah proses yang terhitung mudah.
"Bagaimana dedieselisasi ini mampu meningkatkan skala ekonomi secara signifikan, dan dapat mendukung pembangunan daerah yang berkelanjutan menjadi satu hal yang harus terus dijaga," kata Adam.
Outlook Energi Indonesia memperlihatkan kinerja pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor energi sudah berada jauh di bawah Paris Agreement, yakni sebesar 29 persen pada 2030.
Sementara laporan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tahun 2020 menunjukkan proyeksi emisi karbon pada 2030 sektor energi sudah di bawah target yang ditetapkan.