Semarang (ANTARA) - PLN terus mendorong peningkatan konsumsi listrik menuju era energi bersih untuk memastikan masa depan yang lebih baik di tengah ancaman perubahan iklim yang terjadi.
Zulkifli Zaini, Direktur Utama PLN menjelaskan dari berbagai diskusi, banyak pihak tampaknya hanya fokus pada aspek suplai, padahal untuk pengembangan EBT di Indonesia, perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti keselarasan supply and demand, potensi energi setempat, keekonomian, keandalan, ketahanan energi nasional dan keberlanjutannya.
“Mari kita bicara mengenai suplai dan demand listrik secara lebih seimbang sehingga pengembangan suplai bisa dibeli oleh demand yang sesuai. Bagaimana kita mendorong agar kompor induksi dan mobil listrik meningkatkan konsumsi listrik,” kata Zulkifli.
Zulkifli menjelaskan saat ini ukuran dari sektor kelistrikan adalah sebesar 300 Terra Watthour (TWh) dengan kapasitas pembangkit terpasang sebesar 63 Giga Watt (GW) dan di dalamnya masih terdapat pembangkit berbahan bakar fosil sebesar 21 GW yang merupakan bagian Proyek 35 GW yang akan beroperasi sampai dengan perjanjian jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement/PPA) berakhir.
Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi listrik 4,6 persen itu, maka kebutuhan kelistrikan pada 2060 sebesar 1.800 TWh, dari sisi pasokan, akan ada penambahan kapasitas pada 2060 sebesar 1.500 TWh atau lima kali lipat dari kapasitas listrik di tahun ini.
Melihat kondisi tersebut, direncanakan penambahan kapasitas pembangkit untuk menutup gap kebutuhan dan pasokan listrik akan didominasi dengan EBT.
Merespons isu perubahan iklim, lanjut Zulkifli, PLN juga telah menetapkan komitmen untuk mencapai karbon netral pada 2060, caranya, melalui skema transisi menuju EBT dan pergeseran dari energi berbasis impor menuju energi berbasis domestik.
PLN, katanya, telah menyiapkan peta jalan untuk melakukan pensiun bertahap bagi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dimiliki.
“Kami menyiapkan peta jalan retirement (pensiun) PLTU batu bara untuk mencapai karbon netral pada 2060. Tahapan monetisasi PLTU batu bara sebesar 50,1 GW hingga 2056 akan dilaksanakan dan menggantinya dengan EBT secara bertahap," kata Zulkifli.
Untuk pembangunan pembangkit EBT, PLN akan melakukannya dengan cermat dan apabila di suatu daerah, suplai listriknya sudah melebihi kapasitas, maka pembangkit EBT sebaiknya tidak dibangun, untuk itu, Zulkifili mengingatkan ada hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengembangan EBT ke depan.
“Pertama, keselarasan supply dan demand. Kedua, affordability (keterjangkauan) dan berikutnya sudah barang tentu environmental (aspek lingkungan)," katanya.
Lebih jauh, Zulkifli mengaku ke depan akan fokus untuk melakukan pengembangan EBT di desa dan Kawasan Indonesia Timur.
“Pada sistem kelistrikan dengan reserve margin besar perlu mempertimbangkan harmonisasi
supply demand . Sementara pada kawasan Indonesia Timur kami komit membangun pembangkit EBT untuk pembangkit baru. PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang ada pun akan dikonversi ke EBT. Potensinya ada 2.130 lokasi yang akan kami konversi dari PLTD ke EBT. Tahap pertama ada 200 MW dari PLTD akan dikonversi ke EBT,” katanya.
Selain itu, PLN juga memiliki program Green Booster melalui Cofiring yaitu melalui substitusi sebagian batubara dengan biomasa dari tanaman energy maupun pellet sampah. Inovasi ini akan dilakukan di 53 PLTU eksisting PLN.
Langkah tersebut tidak hanya meningkatkan bauran EBT, namun juga dapat menjadi solusi permasalahan sampah dan menggerakan roda ekonomi daerah.
Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) mewakili Arifin Tasrif, Menteri Energi Sumber Daya Mineral dalam kesempatan tersebut turut menyampaikan peta pengembangan EBT.
Saat ini, menurutnya, total potensi pengembangan EBT di Indonesia mencapai 417,8 GW dan yang sudah dimanfaatkan totalnya baru mencapai sekitar 2,5 persen atau setara 10,4 GW.
Untuk menuju energi bersih, menurutnya pemerintah telah menyiapkan berbagai aturan pendukung berupa Peraturan Menteri hingga menunggu Rancangan Undang-Undang EBT yang menjadi inisiatif dari Dewan perwakilan Rakyat.
Selain itu, ada pula beragam insentif, seperti tax allowance hingga tax holiday. Dari sisi pembiayaan, menurut Dadan, makin banyak penawaran skema pembiayaan yang makin menarik untuk pemanfaatan energi bersih khususnya EBT.
Dirinya meyakini, jika seluruh upaya dilakukan bersama-sama maka target net zero emission akan tercapai.
"Kita Insya Allah, akan masuk ke net zero emission di sekitar 2060," tutupnya.
Berita Terkait
Srikandi PLN penjaga nyala cahaya saat Natal dan Tahun Baru 2025
Rabu, 18 Desember 2024 11:41 Wib
PLN Icon Plus JBT Apel Siaga Nataru bersama PLN UID Jateng & DIY
Rabu, 18 Desember 2024 10:12 Wib
PLN dukung stimulus ekonomi, 97% pelanggan RT dapat diskon 50%
Selasa, 17 Desember 2024 8:09 Wib
Jelang Natal dan tahun baru, PLN siagakan 4.082 personel profesional
Senin, 16 Desember 2024 19:04 Wib
PLN sosialisasikan produk kelistrikan bersertifikasi SNI di UPNVJ
Jumat, 13 Desember 2024 18:55 Wib
Direktur beberkan transformasi PLN di bedah Buku "Elephant Learns Flamenco"
Jumat, 13 Desember 2024 12:05 Wib
PLN Icon Plus raih dua penghargaan di Top Digital Awards 2024
Jumat, 13 Desember 2024 10:00 Wib
Lagi, Dirut PLN Darmawan Prasodjo jadi "CEO of The Year 2024"
Kamis, 12 Desember 2024 15:46 Wib