Jakarta (ANTARA) - Biaya layanan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk penyakit jantung yang dibayarkan oleh BPJS Kesehatan mulai Januari hingga Maret 2019 sudah mencapai Rp2,8 triliun atau 49,81 persen dari seluruh pembiayaan penyakit katastropik.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi IX DPR RI terkait audit keuangan BPJS Kesehatan tahun anggaran 2018 di gedung parlemen Jakarta, Senin menyatakan bahwa total jumlah pembiayaan JKN untuk penyakit katastropik sejak Januari hingga Maret 2019 mencapai Rp5,6 triliun.
"Penyakit katastropik tersebut antara lain penyakit jantung, gagal ginjal, kanker, stroke, thalasemia, cirrhosis hepatis, leukemia, dan hemofilia," katanya.
Sementara penyakit yang memakan pembiayaan JKN terbanyak kedua adalah kanker sebesar Rp1 triliun, stroke Rp699 miliar, dan gagal ginjal Rp672 miliar.
Sedangkan pembiayaan JKN untuk seluruh penyakit katastropik selama 2018 sebanyak Rp20,4 triliun atau menelan 21,6 persen dari seluruh pembiayaan.
Ia mengemukakan penyakit jantung menjadi yang paling banyak menelan pembiayaan yaitu sebesar Rp10,5 triliun, diikuti oleh kanker Rp3,4 triliun, stroke Rp2,5 triliun, dan gagal ginjal Rp2,3 triliun.
Fachmi menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan defisit BPJS Kesehatan di samping membengkaknya biaya pelayanan untuk penyakit katastropik ialah tidak sesuainya jumlah iuran dengan nilai aktuaria, adanya peserta yang tidak membayar iuran atau hanya membayar saat masuk rumah sakit saja, dan juga potensi kecurangan atau fraud.
Sebagian peserta tidak membayar iuran atau hanya membayar saat sakit saja karena selama ini tidak ada sanksi sama sekali yang diterapkan, demikian Fachmi Idris.