Semarang, ANTARA JATENG - Ratusan sopir taksi yang tergabung dalam Forum Taksi Jawa Tengah (FTJT) berunjuk rasa di depan kantor Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kota Semarang, Kamis untuk memrotes keberadaan angkutan umum berbasis daring.
Perwakilan sopir taksi dari berbagai daerah di Jateng yang mengenakan seragam kerja masing-masing memarkir kendaraannya di sepanjang Jalan Pahlawan Semarang untuk menyampaikan aspirasinya di depan halaman kantor Gubernur Jateng sambil membentangkan spanduk bertuliskan kalimat protes.
Koordinator FTJT Medi menilai angkutan umum berbasis daring telah merusak tata kelola transportasi publik dan melakukan monopoli.
"Mereka juga tidak memiliki dasar hukum yang jelas sehingga pantas kalau disebut ilegal, dan karena ilegal maka mereka juga tidak memerhatikan keselamatan penumpang," katanya di sela unjuk rasa yang mendapat pengamanan dari kepolisian.
FTJT meminta Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo agar mengeluarkan kebijakan untuk mengatur angkutan umum berbasis aplikasi paling lambat akhir Septemver 2017.
FTJT juga meminta Kapolri untuk menindak penyedia jasa transportasi daring karena memfasilitasi pelanggaran hukum, terutama di bidang transportasi.
Pramono selaku Koordinator Barisan Anti Taksi Online Solo Raya menambahkan adanya angkutan umum berbasis daring merugikan para sopir taksi.
"Kami mengakui mereka lebih murah, tapi mereka melanggar hukum. Pelanggaran itu dilakukan karena angkutan `online` menggunakan pelat hitam, tidak membayar pajak angkutan, tidak memiliki KIR, serta pengemudinya tidak menggunakan SIM Umum," katanya.
Menurut dia, jika pemerintah melakukan pembiaran akan selalu ada benturan antara awak angkutan konvensional dengan sopir angkutan ilegal.
"Pemerintah harus bertindak tegas, ciptakan keadilan antarangkutan jangan pilih kasih dan selalu menunda keputusan," ujarnya yang disambut teriakan kata setuju dari rekan-rekannya.
Senada dengan Pramono, sopir Taksi Kosti Solo Danang Sulistyono mengungkapkan jumlah angkutan ilegal berbasis daring terus bertambah tanpa mengikuti aturan yang berlaku.
"Parahnya lagi, mereka gak punya dasar hukum, makanya kami menolak mereka beroperasi karena membuat pendapatan kami menurun drastis," katanya.