Catatan 2016 - Vonis Mati untuk Mr. Khan, Gembong Narkoba
Semarang, Antara Jateng - Pada 27 Januari 2016, Badan Narkotika Nasional (BNN) menggerebek sebuah gudang di Dukuh Sorogenen, Kecamatan Batealit, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
Dalam penggerebekan itu, BNN mengamankan sekitar 97 kilogram sabu-sabu yang disembunyikan di dalam puluhan mesin genset atau generator set.
Mesin genset berisi sabu tersebut diimpor dari Tiongkok melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Kedatangan 194 mesin genset yang puluhan di antaranya berisi sabu tersebut sudah tercium BNN serta dicurigai bea cukai saat masuk melalui pelabuhan.
Tiga warga negara asing dan lima warga Negara Indonesia ditangkap di sejumlah lokasi berbeda atas penyelundupan barang haram tersebut.
Tiga warga asing tersebut masing-masing Muhammad Riaz alias Mr. Khan dan Faiq Akhtar asal Pakistan, serta Phillip Russel alias Kamran Malik asal Amerika Serikat.
Adapun lima WNI masing-masing Citra Kurniawan, Restiyadi Sayoko, Tommy Agung Pratomo, Didi Triono, dan Peni Suprapti.
Sementara latar belakang para WNI yang terlibat dalam penyelundupan sabu tersebut, Citra Kurniawan, Restiyadi Sayoko, dan Tommy Agung Pratomo merupakan pegawai PT Jacobson Global Logistic Semarang.
PT Jacobson merupakan perusahaan pengimpor yang disewa untuk mengeluarkan ratusan mesin genset asal Tiongkok itu dari pelabuhan.
Sementara Peni Suprapti merupakan istri Muhammad Riaz, gembong jaringan Pakistan yang merupakan otak penyelundupan puluhan kilogram sabu.
Para pelaku mulai diadili di Pengadilan Negeri Semarang pada 13 Juli 2016.
Kedelapan pelaku masing-masing diadili dalam persidangan terpisah.
Persidangan kasus penyelundupan sabu yang terbesar di Jawa Tengah tersebut memakan waktu sekitar empat bulan.
Tiga WNA yang terlibat dalam penyelundupan sabu tersebut dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum.
Dalam putusan, satu WNA akhirnya dijatuhi hukuman mati sementara dua lainnya lolos.
Muhammad Riaz alias Mr.Khan dijatuhi hukuman pidana mati.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 113 ayat 2 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika," kata Hakim Ketua LAsito yang mengadili perkara tersebut pada sidang 14 November 2016.
Terdakwa terbukti secara sah tanpa hak mengimpor narkotika bukan tanaman yang beratnya lebih dari lima gram, sebagaimana dakwaan subsider.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai terdakwa terbukti mengatur perencanaan impor genset berisi sabu serta mengatur jaringan perencanaan keuangan untuk mendatangkan barang-barang tersebut.
Menurut majelis hakim keberadaan narkotika telah mengakibatkan rusaknya mental, akhlak, moral, hingga hilangnya nyawa generasi mati.
"Puluhan nyawa melayang setiap harinya. Indonesia dalam kondisi darurat narkoba," katanya.
Sementara Faiq Akhtar dan Phillipi Russel akhirnya lolos dari hukuman mati setelah hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Meski sama-sama dinilai melanggar pasal pasal 113 ayat Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, pengadilan menilai kedunya bukan merupakan otak penyelundupan 97 kilogram sabu itu.
"Terdakwa bukan otak dari jaringan Pakistan, terdakwa hanya orang yang disuruh mengurusi keuangan jaringan tersebut," kata Hakim Ketua Sartono yang mengadili terpidana Faiq Akhtar.
Adapun para WNI yang terlibat dalam perkara tersebut dijatuhi hukuman yang lamanya bervariasi.
Citra Kurniawan dan Tommy Agung Pratomo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, Restiyadi Sayoko dijatuhi hukuman penjara 20 tahun, Didi triono dihukum 15 tahun penjara dan Peni Suprapti dihukum 18 tahun penjara.
Kelimanya terbukti bersalah melanggar pasal 113 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang narkotika karena turut serta membantu melancarkan kedatangan 97 kilogram sabu asal Tiongkok tersebut.
Upaya Hukum Banding
Atas putusan pengadilan negeri tersebut, para terdakwa mengajukan upaya hukum banding.
Muhammad Riaz yang dijatuhi hukuman pidana mati dalam perkara tersebut langsung menyatakan banding.
Penasihat hukum Muhammad Riaz, Yudha Bima Putra, menjelaskan banyak hal yang belum lengkap diungkapkan dalam putusan tersebut.
"Putusan yang dijatuhkan jauh dari rasa keadilan," katanya.
Ia menjelaskan banyak hal dalam fakta persidangan yang tidak diungkapkan dalam putusan.
Menurut dia, originalitas bukti teknologi informasi tentang surat elektronik yang menyatakan kliennya merupakan Jo Alexander, orang selalu berkomunikasi untuk mendatang sabu yang diselundupkan di dalam mesin genset melalui pelabuhan Semarang.
"Keterangan ahli IT tidak dijadikan sebagai bukti, kami akan ajukan banding soal tersebut," katanya.
Hal lain yang tidak dijadikan pertimbangan, kata dia, riwayat perjalanan kliennya berdasarkan keterangan pada pasport.
"Sabu diimpor dari China, padahal klien saya belum pernah sekalipun pergi ke China," katanya.
Sikap banding juga diambil Peni Suprati melalui penasihat hukumnya Th.Yosep Parera langsung menyatakan banding.
"Kami tidak sependapat dengan putusan yang mulia majelis hakim, untuk itu kami mengajukan banding," kata Yosep.
Usai sidang, Yosep menyatakan hakim dalam putusannya tidak sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan.
"Soal membantu mengimpor, apa bukti yang terungkap dalam persidangan," katanya.
Selain itu, kata dia, soal rekening terdakwa yang digunakan untuk menampung uang yang diduga hasil narkotika juga tidak terbukti dalam sidang.
Sementara itu, anaalis hukum Universitas Sultan Agung Semarang (Unissula) Rakhmat Bowo Suharto menilai hukuman mati serta pidana seumur hidup terhadap para anggota jaringan pengedar narkotika ini sebagai bentuk sikap tegas pemerintah atas peredaran barang haram tersebut.
"Negara sudah bersikap tegas dalam melindungi warganya dari bahaya narkotika," katanya.
Menurut dia, para terpidana tersebut masih mengajukan upaya hukum lanjutan.
Ia meminta pemerintah juga bersikap tegas untuk melaksanakan eksekusi jika nantinya sudah berkekuatan hukum tetap.
"Kalau upaya hukum yang dilakukan nantinya sudah berkekuatan hukum tetap sebaiknya juga harus segera dieksekusi," katanya.
Dalam penggerebekan itu, BNN mengamankan sekitar 97 kilogram sabu-sabu yang disembunyikan di dalam puluhan mesin genset atau generator set.
Mesin genset berisi sabu tersebut diimpor dari Tiongkok melalui Pelabuhan Tanjung Emas Semarang.
Kedatangan 194 mesin genset yang puluhan di antaranya berisi sabu tersebut sudah tercium BNN serta dicurigai bea cukai saat masuk melalui pelabuhan.
Tiga warga negara asing dan lima warga Negara Indonesia ditangkap di sejumlah lokasi berbeda atas penyelundupan barang haram tersebut.
Tiga warga asing tersebut masing-masing Muhammad Riaz alias Mr. Khan dan Faiq Akhtar asal Pakistan, serta Phillip Russel alias Kamran Malik asal Amerika Serikat.
Adapun lima WNI masing-masing Citra Kurniawan, Restiyadi Sayoko, Tommy Agung Pratomo, Didi Triono, dan Peni Suprapti.
Sementara latar belakang para WNI yang terlibat dalam penyelundupan sabu tersebut, Citra Kurniawan, Restiyadi Sayoko, dan Tommy Agung Pratomo merupakan pegawai PT Jacobson Global Logistic Semarang.
PT Jacobson merupakan perusahaan pengimpor yang disewa untuk mengeluarkan ratusan mesin genset asal Tiongkok itu dari pelabuhan.
Sementara Peni Suprapti merupakan istri Muhammad Riaz, gembong jaringan Pakistan yang merupakan otak penyelundupan puluhan kilogram sabu.
Para pelaku mulai diadili di Pengadilan Negeri Semarang pada 13 Juli 2016.
Kedelapan pelaku masing-masing diadili dalam persidangan terpisah.
Persidangan kasus penyelundupan sabu yang terbesar di Jawa Tengah tersebut memakan waktu sekitar empat bulan.
Tiga WNA yang terlibat dalam penyelundupan sabu tersebut dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum.
Dalam putusan, satu WNA akhirnya dijatuhi hukuman mati sementara dua lainnya lolos.
Muhammad Riaz alias Mr.Khan dijatuhi hukuman pidana mati.
"Menyatakan terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 113 ayat 2 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika," kata Hakim Ketua LAsito yang mengadili perkara tersebut pada sidang 14 November 2016.
Terdakwa terbukti secara sah tanpa hak mengimpor narkotika bukan tanaman yang beratnya lebih dari lima gram, sebagaimana dakwaan subsider.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai terdakwa terbukti mengatur perencanaan impor genset berisi sabu serta mengatur jaringan perencanaan keuangan untuk mendatangkan barang-barang tersebut.
Menurut majelis hakim keberadaan narkotika telah mengakibatkan rusaknya mental, akhlak, moral, hingga hilangnya nyawa generasi mati.
"Puluhan nyawa melayang setiap harinya. Indonesia dalam kondisi darurat narkoba," katanya.
Sementara Faiq Akhtar dan Phillipi Russel akhirnya lolos dari hukuman mati setelah hakim menjatuhkan hukuman penjara seumur hidup.
Meski sama-sama dinilai melanggar pasal pasal 113 ayat Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika, pengadilan menilai kedunya bukan merupakan otak penyelundupan 97 kilogram sabu itu.
"Terdakwa bukan otak dari jaringan Pakistan, terdakwa hanya orang yang disuruh mengurusi keuangan jaringan tersebut," kata Hakim Ketua Sartono yang mengadili terpidana Faiq Akhtar.
Adapun para WNI yang terlibat dalam perkara tersebut dijatuhi hukuman yang lamanya bervariasi.
Citra Kurniawan dan Tommy Agung Pratomo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup, Restiyadi Sayoko dijatuhi hukuman penjara 20 tahun, Didi triono dihukum 15 tahun penjara dan Peni Suprapti dihukum 18 tahun penjara.
Kelimanya terbukti bersalah melanggar pasal 113 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang narkotika karena turut serta membantu melancarkan kedatangan 97 kilogram sabu asal Tiongkok tersebut.
Upaya Hukum Banding
Atas putusan pengadilan negeri tersebut, para terdakwa mengajukan upaya hukum banding.
Muhammad Riaz yang dijatuhi hukuman pidana mati dalam perkara tersebut langsung menyatakan banding.
Penasihat hukum Muhammad Riaz, Yudha Bima Putra, menjelaskan banyak hal yang belum lengkap diungkapkan dalam putusan tersebut.
"Putusan yang dijatuhkan jauh dari rasa keadilan," katanya.
Ia menjelaskan banyak hal dalam fakta persidangan yang tidak diungkapkan dalam putusan.
Menurut dia, originalitas bukti teknologi informasi tentang surat elektronik yang menyatakan kliennya merupakan Jo Alexander, orang selalu berkomunikasi untuk mendatang sabu yang diselundupkan di dalam mesin genset melalui pelabuhan Semarang.
"Keterangan ahli IT tidak dijadikan sebagai bukti, kami akan ajukan banding soal tersebut," katanya.
Hal lain yang tidak dijadikan pertimbangan, kata dia, riwayat perjalanan kliennya berdasarkan keterangan pada pasport.
"Sabu diimpor dari China, padahal klien saya belum pernah sekalipun pergi ke China," katanya.
Sikap banding juga diambil Peni Suprati melalui penasihat hukumnya Th.Yosep Parera langsung menyatakan banding.
"Kami tidak sependapat dengan putusan yang mulia majelis hakim, untuk itu kami mengajukan banding," kata Yosep.
Usai sidang, Yosep menyatakan hakim dalam putusannya tidak sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan.
"Soal membantu mengimpor, apa bukti yang terungkap dalam persidangan," katanya.
Selain itu, kata dia, soal rekening terdakwa yang digunakan untuk menampung uang yang diduga hasil narkotika juga tidak terbukti dalam sidang.
Sementara itu, anaalis hukum Universitas Sultan Agung Semarang (Unissula) Rakhmat Bowo Suharto menilai hukuman mati serta pidana seumur hidup terhadap para anggota jaringan pengedar narkotika ini sebagai bentuk sikap tegas pemerintah atas peredaran barang haram tersebut.
"Negara sudah bersikap tegas dalam melindungi warganya dari bahaya narkotika," katanya.
Menurut dia, para terpidana tersebut masih mengajukan upaya hukum lanjutan.
Ia meminta pemerintah juga bersikap tegas untuk melaksanakan eksekusi jika nantinya sudah berkekuatan hukum tetap.
"Kalau upaya hukum yang dilakukan nantinya sudah berkekuatan hukum tetap sebaiknya juga harus segera dieksekusi," katanya.