Program Pengiriman BIPA Upaya untuk Internasionalisasi B ahasa Indonesia
"Ini momen bagi kita untuk membangun citra bangsa dan memperluas Bahasa Indonesia ke seluruh negara. Tantangan kami sebagai pemerintah adalah memperkaya bahasa, sedangkan tantangan untuk pengajar BIPA adalah memperluas jangkauannya," kata Anies di Jakarta, Selasa.
Dia meminta para pengajar punya perspektif jangka panjang, tidak hanya sekedar mengajar tetapi membuat Bahasa Indonesia bisa mewarnai percakapan antarbangsa pada masa yang akan datang.
"Suatu saat, ketika hadir di pertemuan maka salah satu bahasa pilihannya adalah Bahasa Indonesia. Saya kira perjuangan kita tidak terlalu sulit, karena Bahasa Indonesia merupakan salah satu yang mudah dipelajari," katanya..
Dia juga meminta para pengajar BIPA tidak hanya menempatkan diri sebagai pengajar tetapi juga duta bangsa.
"Dalam konteks sebagai duta, tolong sampaikan kehebatan Indonesia bahwa kita satu bahasa. Tidak banyak negara yang seperti kita, yang mempunyai sekitar 700 bahasa daerah, namun ketika duduk dalam perundingan sepakat menggunakan Bahasa Indonesia," katanya.
Agak Terlambat
Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar mengatakan Indonesia agak terlambat dalam membangun citra bangsa melalui bahasa.
BIPA, yang merupakan salah satu upaya untuk memperluas penggunaan Bahasa Indonesia, baru dimulai pada 1980.
"Program pengiriman pengajar BIPA merupakan salah satu upaya untuk internasionalisasi Bahasa Indonesia," katanya.
Tahun 2015, menurut dia, pemerintah menargetkan bisa mengirim 20 pengajar BIPA namun realisasinya hanya bisa mengirim 14 pengajar.
"Tahun ini, kami rencana mengirim 80 pengajar, bahkan rencananya kami akan naikkan menjadi dua kali lipat," ujar Dadang.
Dadang mengatakan pengiriman pengajar Bahasa Indonesia difokuskan ke 10 negara di Asia Tenggara dengan harapan ke depan Bahasa Indonesia bisa menjadi salah satu bahasa yang digunakan masyarakat di kawasan tersebut.
"Kami ingin Bahasa Indonesia menjadi bahasa di kawasan Asia Tenggara, bukan karena jumlah penuturnya banyak tapi karena ASEAN butuh Indonesia," katanya.
Dia meminta para pengajar punya perspektif jangka panjang, tidak hanya sekedar mengajar tetapi membuat Bahasa Indonesia bisa mewarnai percakapan antarbangsa pada masa yang akan datang.
"Suatu saat, ketika hadir di pertemuan maka salah satu bahasa pilihannya adalah Bahasa Indonesia. Saya kira perjuangan kita tidak terlalu sulit, karena Bahasa Indonesia merupakan salah satu yang mudah dipelajari," katanya..
Dia juga meminta para pengajar BIPA tidak hanya menempatkan diri sebagai pengajar tetapi juga duta bangsa.
"Dalam konteks sebagai duta, tolong sampaikan kehebatan Indonesia bahwa kita satu bahasa. Tidak banyak negara yang seperti kita, yang mempunyai sekitar 700 bahasa daerah, namun ketika duduk dalam perundingan sepakat menggunakan Bahasa Indonesia," katanya.
Agak Terlambat
Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dadang Sunendar mengatakan Indonesia agak terlambat dalam membangun citra bangsa melalui bahasa.
BIPA, yang merupakan salah satu upaya untuk memperluas penggunaan Bahasa Indonesia, baru dimulai pada 1980.
"Program pengiriman pengajar BIPA merupakan salah satu upaya untuk internasionalisasi Bahasa Indonesia," katanya.
Tahun 2015, menurut dia, pemerintah menargetkan bisa mengirim 20 pengajar BIPA namun realisasinya hanya bisa mengirim 14 pengajar.
"Tahun ini, kami rencana mengirim 80 pengajar, bahkan rencananya kami akan naikkan menjadi dua kali lipat," ujar Dadang.
Dadang mengatakan pengiriman pengajar Bahasa Indonesia difokuskan ke 10 negara di Asia Tenggara dengan harapan ke depan Bahasa Indonesia bisa menjadi salah satu bahasa yang digunakan masyarakat di kawasan tersebut.
"Kami ingin Bahasa Indonesia menjadi bahasa di kawasan Asia Tenggara, bukan karena jumlah penuturnya banyak tapi karena ASEAN butuh Indonesia," katanya.