Seminar yang ketiga kalinya itu membahas trend cyber security dan menentukan strategi yang tepat guna melawan ancaman keamanan dunia maya.
"Teknologi yang semakin canggih tidak hanya menguntungkan perusahaan tapi juga para hackers dalam menciptakan ancaman baru yang diprediksi akan semakin destruktif. Organisasi dituntut untuk terus memperbarui sistem keamanan mereka mengingat pola ancaman yang kian pintar dan tak terduga," kata Vice President Virtus Toto A Atmojo, CISSP, CISA di Jakarta Kamis.
Melalui kegiatan itu, Virtus ingin ingin meningkatkan awareness para profesional TI khususnya di bidang keamanan informasi dalam menangkal serangan siber melalui praktik dan strategi terbaik dari pakar security dan juga pelaku industri.
Seminar menghadirkan sejumlah profesional di bidang keamanan informasi dan pelaku bisnis antara lain Ketua Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (Id-SIRTII) Rudi Lumanto, Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Informatika dan Ilmu Komputer (Aptikom) Richardus Eko Indrajit, Country Manager Check Point Indonesia Dhany Kurniawan, serta petinggi di bidang information security dari PT Bank Mandiri, PT Telkomsel dan PT MNC.
Insiden keamanan informasi di seluruh dunia dari tahun ke tahun terus meningkat. Bahkan, pertumbuhannya telah melewati pertumbuhan gross domestic product (GDP) dan pengguna telepon selular. Tahun ini diperkirakan insiden keamanan akan meningkat 48 persen sementara jumlah pengguna telepon selular bertambah 22 persen sementara GDP hanya 21 persen.
"Saat ini organisasi harus menempatkan keamanan teknologi informasi dan komunikasi sebagai salah satu prioritas utama seiring dengan perubahan serangan secara komprehensif beberapa tahun terakhir. Di era bring your own device (BYOD), contohnya, korporasi berisiko terhadap kebocoran data penting baik internal maupun eksternal melalui penggunaan perangkat mobile mereka," kata Dhany Kurniawan, Country Manager Check Point Indonesia.
Indonesia berada di peringkat kedua negara dengan infeksi malware tertinggi versi Microsoft. Pada kasus serangan malware yang terjadi Maret lalu, sekitar 300 nasabah di tiga bank menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp130 miliar.
Seperti diketahui, Indonesia berada di peringkat kedua negara dengan infeksi malware tertinggi versi Microsoft. Pada kasus serangan malware yang terjadi pada Bulan Maret 2015, sekitar 300 nasabah di tiga bank menjadi korban dengan total kerugian mencapai Rp130 miliar.