Dari puncak stupa candi yang menjadi warisan budaya dunia di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, tersebut masih terlihat terang lampu listrik memancar dari depan rumah-rumah warga, berbagai bangunan, dan jalan-jalan di kawasannya.
Belum terlihat hilir mudik dan keramaian berbagai kendaraan yang melintasi jalan-jalan beraspal di sekitar Candi Borobudur ketika itu.
Dinding-dinding Pegunungan Menoreh di perbatasan antara wilayah Provinsi Jawa Tengah dengan Daerah Istimewa Yogyakarta, yang terletak di bagian selatan Candi Borobudur, bagaikan memantulkan gema azan subuh itu.
Ingatan seolah menjadi terhenti pada puisi tentang azan, karya Ibob Susu dan Ashari Syahid pada tahun 2013, yang belum lama ini dibacakan oleh seorang seniman kawasan Candi Borobudur, Hatmojo, saat pembukaan pameran lukisan "Art Introspection" di dekat Candi Pawon, sekitar 600 meter sebelah timur Candi Borobudur.
"Dengarlah hai kawan. Gema suara azan merasuki redupnya malam. Sadarlah wahai kawan. Jangan kau abaikan. Tunaikan perintah Tuhan. Mari... mari... mari... luangkan waktu. Basuhlah raut wajahmu. Ayo... ayo... ayo... kita bersatu. Singsingkan lengan bajumu," begitu penggalan puisi yang dibaca Hatmojo yang juga pegiat Gabungan Seniman Borobudur (Gasebo) pada pembukaan pameran lukisan karya tujuh pelukis dari kelompok "Gerilya Art Community" di Pawon Art Space, milik seniman Cipto Purnomo, 27 Desember 2014 hingga 24 Januari 2015.
Dari dekat Hatmojo berdiri membacakan puisi tersebut, pelukis yang juga pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Magelang, Agus "Merapi" Sunyitno, membalut dengan lantunan suara azan.
Seorang seniman lain yang juga guru teater di SMA Negeri Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Munir Syalala, memainkan petikan gitarnya, mengiringi performa yang membuat suasana ketika itu terhias menjadi takzim.
Azan subuh yang terdengar dari stupa puncak Candi Borobudur disusul dengan suara bertaburkan kokok ayam, Kamis (1/1) dini hari, menjadi penyapa terbitnya matahari pertama pada tahun 2015.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Lailly Prihatiningtyas, seorang diri berdiri di stupa puncak Candi Borobudur pada subuh hari pertama tahun 2015.
Setelah memunguti sejumlah botol bekas air mineral yang dibuang sembarang di kawasan stupa oleh pengunjung Borobudur pada hari terakhir Tahun 2014 dan memasukkan ke tempat sampah, dia kemudian berdiam diri, terlihat memanfaatkan suasana tenang di tempat tertinggi candi tersebut.
Sejenak waktu, terkesan perempuan tersebut menajamkan tafakur atas pidatonya pada malam pergantian tahun yang dikemas melalui perayaan bertajuk "Borobudur Music and Lampion Festival 2014".
Festival yang dihadiri ratusan orang, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara, serta masyarakat sekitar Candi Borobudur itu, sebagai perayaan atas pergantian tahun, di Zona II Taman Wisata Candi Borobudur ditandai dengan pentas musik dan pelepasan 2.015 lampion.
Sebagian besar lampion dilepaskan dari kompleks taman yang dikelola oleh perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara tersebut, sedangkan lampion-lampion lainnya dilepaskan masyarakat dari 20 dusun di sekitar Candi Borobudur.
Jumlah lampion yang dilepaskan satu demi satu oleh pengunjung malam Candi Borobudur dan masyarakat sekitarnya, menandai Tahun Baru 2015.
Ribuan lampion berarak beterbangan, menampakkan kesan sedang memenuhi langit di atas kawasan Candi Borobudur. Gerak terbang lampion-lampion, bagaikan menyibak kabut tipis yang sempat menghiasi kawasan itu dan menghentikan gerimis rintik-rintik yang turun saat detik-detik pergantian tahun 2014 ke 2015.
Angin tengah malam yang terasa bertiup lembut membawa ribuan lampion beterbangan mengarah ke selatan candi. Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke-8, masa pemerintahan Dinasti Syailendra, di kawasan pertemuan antara aliran Sungai Elo dan Progo, takjauh dari Pegunungan Menoreh yang wilayahnya meliputi Kabupaten Magelang dan Purowrejo, Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Kulon Progo, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Satu di antara enam sikap mudra dalam patung bernama Dhyani Budhha Ratnasabhawa di Candi Borobudur, yang disebut waramudra dengan arah hadap ke selatan, berarti Sang Buddha memberikan anugerah atau berkah.
Sebanyak lima sikap tangan mudra Sang Buddha lainnya, yakni bhumisparsamudra (timur) berarti bumi dipanggil sebagai saksi, dyanamudra (barat) berarti semadi atau mengheningkan cipta, abhayamudra (utara) berarti tidak takut bahaya, witarkamudra (semua sisi di pagar langkan tingkat V) berarti sedang mengajar atau berbicara, dan dharmacakramudra (di semua stupa berlubang di teras I, II, dan III) berarti memutar roda dharma atau ajaran kebenaran.
"Lampion secara filosofis Buddhis, simbol melepaskan harapan dari kita semua yang berkumpul di Candi Borobudur, doa kita bersama di sini harapannya bisa sampai ke Tuhan Yang Maha Esa, agar memberikan kesejahteraan pada tahun 2015," kata Lailly yang juga direktur utama paling muda untuk perusahaan di bawah BUMN itu.
Anugerah dan berkah yang melimpah sebagaimana arti sikap tangan waramudra, seakan menjadi khazanah referensi atas tanda alam pada malam Tahun Baru 2015 yang mengarak-arakkan ribuan lampion beterbangan ditiup semilir angin ke arah selatan dari Candi Borobudur.
Lantunan doa dan renungan menyambut pergantian tahun, memang juga mengiring suasana hangat saat "Borobudur Music and Lampion Festival 2014" yang juga dihadiri Komisaris Utama PT TWCBPRB Budi Susilo Supanji dan Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Pemerintah Kabupaten Magelang Agung Tri Jaya.
"Malam ini juga sebagai wujud syukur bahwa selama ini kita diberi kesempatan dan kelimpahan anugerah. Ini juga doa agar Tahun 2015 diberikan kerahayuan, kedamaian, dan kesejahteraan," katanya.
Akan tetapi, siapa saja yang berkumpul di kaki Candi Borobudur malam itu, juga diajak untuk menguatkan kesadaran atas nilai-nilai kepedulian terhadap mereka lainnya di berbagai tempat di Tanah Air yang sedang menghadapi kehidupan duka dan prihatin karena tertimpa musibah.
Lailly pada kesempatan itu menyebut sejumlah peristiwa bencana di Indonesia selama 2014, antara lain letusan Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, kebakaran Pasar Klewer Kota Solo, dan tanah longsor di Kabupaten Banjarnegara (Jawa Tengah), serta musibah jatuh pesawat AirAsia di perairan Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Selain itu, beberapa hari yang lalu, sejumlah desa di sekitar Candi Borobudur yang dibangun dari tatanan sekitar dua juta batuan andesit itu juga terjadi tanah longsor. Tidak ada laporan korban jiwa dalam musibah tersebut.
"Jadi, malam ini kami mengumpulkan sebanyak-banyak orang, bagaimana agar kita bisa meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang ditimpa bencana," katanya.
Hasil penjualan tiket "Borobudur Music and Lampion Festival 2014" akan disumbangkan kepada para korban bencana tanah longsor di Banjarnegara. Tiket untuk kelas platinum dalam festival tersebut, seharga Rp200 ribu per orang, sedangkan kelas festival Rp75 ribu/orang.
Pengelola Candi Borobudur menghendaki perayaan malam Tahun Baru 2015 di kaki bangunan agung yang menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia dan dunia tersebut, bukan semata-mata mewujudkan keinginan untuk mengungkapkan syukur dan gembira karena perjalanan tahun lama yang telah dilewati serta memupuk harapan harapan baru pada kehidupan tahun mendatang yang akan ditempuh, melainkan juga menajamkan hati nurani setiap orang atas semangat solidaritas dan kemanusiaan.
"Semua hasil penjualan tiket akan disumbangkan kepada korban bencana di Banjarnegara. Ini tidak sekadar hura-hura, tetapi juga ada misi untuk menyentuh kepentingan kemanusiaan. Candi Borobudur menjadi tempat yang tepat untuk itu pada malam tahun baru ini," katanya.
Perayaan tahun baru di Candi Borobudur, selain menjadi peristiwa syukur atas anugerah kehidupan dan menancapkan harapan makin kuat atas bangunan perdamaian hidup pada masa mendatang, juga mengukuhkan semangat solidaritas kemanusiaan yang mesti terus-menerus dipercikkan.