Semarang (ANTARA) - Hesti Wulandari (61), warga Kecamatan Karanggeneng, Kota Semarang, rutin memanfaatkan Program JKN untuk pengobatan kanker payudara selama 1,5 tahun ini.
Ia merasa beruntung meski sang suami telah pensiun sebagai aparatur sipil negara (ASN) ia masih menerima manfaat jaminan kesehatan yang di kelola oleh BPJS Kesehatan.
Saat ditemui petugas BPJS Kesehatan, Hesti bercerita pada pertengahan tahun 2021 ia menemukan benjolan di payudara kanannya.
Sempat ragu apakah ada yang salah dengan tubuhnya, ia mengabaikan perasaan tersebut. Apalagi beberapa bulan setelahnya ia mencoba Periksa Payudara Sendiri (Sadari) benjolan tersebut sudah terasa lagi.
Puncaknya pada bulan Ramadhan tahun ini, Hesti mulai merasakan nyeri meskipun ia sudah mencoba pengobatan-pengobatan herbal namun benjolan itu tidak kunjung hilang.
Memang untuk rasa nyeri sudah cukup mereda, namun kabut ketakutan perlu ia tepis dengan mengunjungi puskesmas tempat ia terdaftar sebagai peserta JKN.
“Saat itu merasa cukup tenang saya, tapi kok di rasa-rasa setelah itu benjolannya ada lagi, justru ukurannya jauh lebih besar daripada yang sebelumnya. Karena merasa tak lazim, akhirnya saya memberanikan diri untuk memeriksakan diri ke dokter,” ucapnya.
Perjalanannya mencari pengobatan menggunakan JKN ternyata ia rasa sangat mudah, dari puskesmas, Hesti kemudian dirujuk ke Rumah Sakit Hermina Banyumanik. Bertemu dengan dokter, kenyataan pahit cukup menggetarkan hatinya, karena ukuran benjolan di payudara sudah cukup besar ia pun dirujuk ke Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang untuk penanganan yang lebih lengkap.
Hesti mengaku was-was, apalagi ia menyadari ibunya merupakan penyintas penyakit kanker payudara, di mana penyakit ini bersifat genetik.
Ia menyebut juga sepanjang ia muda sampai sebelum terdiagnosis kanker payudara stadium tiga, tubuhnya tidak pernah memunculkan gejala apa pun.
“Sampai di RS. Kariadi Semarang, dokter langsung saja melakukan USG dan rontgen, diarahkanlah saya untuk operasi saat itu juga, karena ada indikasi keganasan dan saya dipastikan kanker payudara stadium tiga,” ucapnya pilu.
Ikhlas payudaranya diangkat sebagian, kini Hesti juga perlu menyelesaikan enam rangkaian sesi kemoterapi yang sudah dijadwalkan pada dirinya. Baginya, terdiagnosis menderita kanker payudara bukan perkara yang mudah diterima.
Tak hanya dirinya, banyak penyintas atau survivor yang merasakan kesedihan, ketakutan, hingga kehilangan semangat dan harapan untuk sembuh selama menjalani pengobatan.
Namun, Hesti yakin bukan berarti penyakit ini tidak bisa disembuhkan. Pasien kanker bisa sembuh dan mengubah statusnya dari warrior/fighter menjadi survivor kanker.
Di balik kesulitan tentu ada kemudahan, itu pula yang dialami Hesti. Kembali mengenang masa-masa menjelang operasi, ia merasa terbantu berkat adanya Program JKN. Terdaftar pada hak perawatan kelas 1, meski saat itu kamar rawat inap penuh ternyata ia menjadi pasien titipan di kelas VVIP.
“Dijelaskan oleh perawat, memang kamar rawat inap sedang penuh, saya dititipkan satu kelas lebih tinggi sampai ada kamar kosong sesuai hak saya. Alhamdulillah rumah sakit sangat profesional dan saya tidak dikenakan iur biaya sama sekali,” ucapnya.
Seluruh proses administrasi, mulai dari pendaftaran sampai konsultasi dokter Hesti mengungkapkan sangat cepat. Apalagi saat ini Program JKN sudah mengakomodir pendaftaran daring tentunya sangat memudahkan dirinya dan keluarganya untuk menjalani program pengobatan ini.
“Saya sangat bersyukur sekali, sakit seperti ini kan kalau bayar sendiri membutuhkan biaya yang sangat besar. Sedangkan kami sudah pensiun. Pendapatan sudah tidak sebanyak sebelumnya, Alhamdulillah kami terdaftar sebagai Peserta JKN,” tambahnya.
Bertepatan dengan ulang tahun BPJS Kesehatan ke- 55 Hesti turut serta berharap, Program JKN semakin sukses dalam mengabdi, melayani seluruh masyarakat di seluruh penjuru Indonesia. ***