Dinkes Banyumas komitmen percepatan eliminasi TBC
Stigma tentang TBC yang banyak ditemukan adalah pemahaman yang keliru
Purwokerto (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, bersama Mentari Sehat Indonesia (MSI) dan pemangku kepentingan lainnya komitmen melakukan percepatan untuk mengeleminasi kasus Tuberkukosis (TBC) di Banyumas.
"Berdasarkan estimasi Dinkes, di Banyumas pada tahun 2022 terdapat 3.946 orang yang terkonfirmasi positif TBC," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Kabupaten Banyumas Djoko Setyono saat Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Purwokerto, Banyumas, Senin.
Akan tetapi berdasarkan hasil temuan di lapangan, kata dia, tercatat sebanyak 4.372 orang yang terkonfirmasi positif TBC dan merupakan angka kasus tertinggi di Jawa Tengah.
Menurut dia, angka temuan tersebut didapat setelah dilakukan penelusuran oleh berbagai pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya, baik tenaga kesehatan maupun kader-kader komunitas.
Ia mengakui jika dilihat dari perspektif masyarakat umum, angka tersebut cenderung mengkhawatirkan karena jumlah penderita TBC di Banyumas tergolong tinggi.
Namun jika dilihat dari perspektif program penanggulangan TBC, lanjut dia, angka tersebut bisa menjadi kinerja yang baik karena investigasi kontak berjalan dengan optimal.
Lebih lanjut, Djoko mengatakan dalam perspektif program, temuan kasus Tuberkulosis sebanyak mungkin berdampak terhadap percepatan eliminasi kasus TBC.
"Penemuan sebanyak mungkin menjadi tantangan mengingat para penderita TBC relatif tertutup terhadap masyarakat sekitar," jelasnya.
Baca juga: Dinkes Kudus tekan penyebaran TBC dengan menyisir warga suspek
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena stigma masyarakat umum terhadap penderita TBC masih negatif dan tidak sedikit yang menjauhi atau mengucilkan penderita TBC karena kurangnya edukasi maupun informasi kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya upaya pengurangan stigma maupun diskriminasi terhadap penderita TBC di masyarakat dengan cara melakukan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader, komunitas, dan masyarakat.
"Stigma tentang TBC yang banyak ditemukan adalah pemahaman yang keliru bahwa penyakit TBC adalah penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan, sehingga dampaknya banyak dari penderita TBC dikucilkan atau dijauhi oleh masyarakat yang berdampak pada psikis serta mental para penderita TBC," katanya.
Menurut dia, keadaan psikis dan mental yang baik sangat diperlukan oleh penderita TBC agar imun terjaga dan tetap memiliki motivasi menuntaskan pengobatan yang cukup panjang.
Baca juga: Udinus siap kembangkan aplikasi pendeteksi TBC
Dalam hal ini, kata dia, pengobatan TBC Sensitif Obat (SO) dilakukan selama 6 bulan dan TBC Resisten Obat (RO) bisa berlangsung selama 2 tahun.
Berkaitan masalah tersebut, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten Banyumas setiap tahunnya telah mengalokasikan anggaran belanja daerah yang cukup besar untuk penanganan kasus TBC.
"Alokasi anggaran belanja bahan habis pakai untuk Tes Cepat Molekuler (TCM) setiap tahunnya Rp3 miliar," katanya.
Djoko mengatakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016, TCM merupakan alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan TBC karena memiliki kemampuan mendeteksi secara cepat termasuk dalam mendeteksi resistensi terhadap obat.
Sementara itu, Ketua Mentari Sehat Indonesia (MSI) Kabupaten Banyumas Ibnu Hijrahman mengatakan MSI merupakan salah satu komunitas yang peduli dan berkomitmen membantu pemerintah dalam eliminasi kasus TBC.
"Di Kabupaten Banyumas, MSI memiliki kader yang membantu di lapangan berjumlah 72 orang yang tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Banyumas," katanya.
Baca juga: Spektrum - Haru biru menghadapi tuberkulosis
Baca juga: Ponpes di Jateng sasaran literasi melek tuberkulosis
Baca juga: Kisah dari Borobudur gugah perang lawan TBC
"Berdasarkan estimasi Dinkes, di Banyumas pada tahun 2022 terdapat 3.946 orang yang terkonfirmasi positif TBC," kata Pelaksana Tugas Kepala Dinkes Kabupaten Banyumas Djoko Setyono saat Konferensi Pers Pernyataan Bersama Upaya Kolaborasi Penanggulangan Tuberkulosis di Purwokerto, Banyumas, Senin.
Akan tetapi berdasarkan hasil temuan di lapangan, kata dia, tercatat sebanyak 4.372 orang yang terkonfirmasi positif TBC dan merupakan angka kasus tertinggi di Jawa Tengah.
Menurut dia, angka temuan tersebut didapat setelah dilakukan penelusuran oleh berbagai pemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya, baik tenaga kesehatan maupun kader-kader komunitas.
Ia mengakui jika dilihat dari perspektif masyarakat umum, angka tersebut cenderung mengkhawatirkan karena jumlah penderita TBC di Banyumas tergolong tinggi.
Namun jika dilihat dari perspektif program penanggulangan TBC, lanjut dia, angka tersebut bisa menjadi kinerja yang baik karena investigasi kontak berjalan dengan optimal.
Lebih lanjut, Djoko mengatakan dalam perspektif program, temuan kasus Tuberkulosis sebanyak mungkin berdampak terhadap percepatan eliminasi kasus TBC.
"Penemuan sebanyak mungkin menjadi tantangan mengingat para penderita TBC relatif tertutup terhadap masyarakat sekitar," jelasnya.
Baca juga: Dinkes Kudus tekan penyebaran TBC dengan menyisir warga suspek
Menurut dia, kondisi tersebut terjadi karena stigma masyarakat umum terhadap penderita TBC masih negatif dan tidak sedikit yang menjauhi atau mengucilkan penderita TBC karena kurangnya edukasi maupun informasi kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya upaya pengurangan stigma maupun diskriminasi terhadap penderita TBC di masyarakat dengan cara melakukan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dibantu kader, komunitas, dan masyarakat.
"Stigma tentang TBC yang banyak ditemukan adalah pemahaman yang keliru bahwa penyakit TBC adalah penyakit menular dan tidak bisa disembuhkan, sehingga dampaknya banyak dari penderita TBC dikucilkan atau dijauhi oleh masyarakat yang berdampak pada psikis serta mental para penderita TBC," katanya.
Menurut dia, keadaan psikis dan mental yang baik sangat diperlukan oleh penderita TBC agar imun terjaga dan tetap memiliki motivasi menuntaskan pengobatan yang cukup panjang.
Baca juga: Udinus siap kembangkan aplikasi pendeteksi TBC
Dalam hal ini, kata dia, pengobatan TBC Sensitif Obat (SO) dilakukan selama 6 bulan dan TBC Resisten Obat (RO) bisa berlangsung selama 2 tahun.
Berkaitan masalah tersebut, lanjut dia, Pemerintah Kabupaten Banyumas setiap tahunnya telah mengalokasikan anggaran belanja daerah yang cukup besar untuk penanganan kasus TBC.
"Alokasi anggaran belanja bahan habis pakai untuk Tes Cepat Molekuler (TCM) setiap tahunnya Rp3 miliar," katanya.
Djoko mengatakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 Tahun 2016, TCM merupakan alat yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan TBC karena memiliki kemampuan mendeteksi secara cepat termasuk dalam mendeteksi resistensi terhadap obat.
Sementara itu, Ketua Mentari Sehat Indonesia (MSI) Kabupaten Banyumas Ibnu Hijrahman mengatakan MSI merupakan salah satu komunitas yang peduli dan berkomitmen membantu pemerintah dalam eliminasi kasus TBC.
"Di Kabupaten Banyumas, MSI memiliki kader yang membantu di lapangan berjumlah 72 orang yang tersebar hampir di seluruh kecamatan yang ada di Banyumas," katanya.
Baca juga: Spektrum - Haru biru menghadapi tuberkulosis
Baca juga: Ponpes di Jateng sasaran literasi melek tuberkulosis
Baca juga: Kisah dari Borobudur gugah perang lawan TBC