Indonesia Power diminta tanggung jawab kematian ribuan ikan di Serayu
Purwokerto (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, meminta PT Indonesia Power Mrica Power Generation Unit (PGU) bertanggung jawab atas kematian ribuan ikan di Sungai Serayu yang terjadi dalam satu pekan terakhir.
"Karena ini force majeure, kami maklumi bahwa itu terjadi tetapi ini tetap salah juga karena tidak ada koordinasi dengan kami. Kalau ada koordinasi, kemungkinan kita bisa bersiap dulu," kata Bupati Banyumas, Achmad Husein, di Rumah Dinas Bupati, Kompleks Pendopo Sipanji, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat.
Ia mengatakan hal itu usai rapat terbatas guna membahas masalah kematian ribuan ikan di Sungai Serayu yang terjadi pada 1 dan 7 April 2022.
Rapat dihadiri General Manager PT Indonesia Power Mrica PGU, PS Kuncoro, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Banyumas, direksi Perum DAM Tirta Satria Banyumas, dan para camat yang wilayahnya dilewati Sungai Serayu.
Selain itu, Subkoordinator Pelaksana Tugas Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Antyarsa Ikana Dani, yang hadir secara virtual melalui zoom.
Lebih lanjut, Husein mengatakan jika PT Indonesia Power Mrica PGU selaku pengelola waduk dan PLTA Panglima Besar Soedirman/PLTA Mrica yang berlokasi di Kabupaten Banjarnegara itu berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas ketika akan menggelontor lumpur sedimentasi ke hilir maka mereka bersama Perum DAM Tirta Satria dan masyarakat bisa melakukan berbagai persiapan lebih dulu.
"Juga (air Sungai Serayu) tidak sekeruh seperti itu, sehingga tadi dari PLTA Mrica (PT Indonesia Power Mrica PGU) mengaku salah dan berkomitmen akan memberikan ganti rugi. Yang pertama adalah ganti rugi ikan yang harus diberikan ke dalam Sungai Serayu kembali, yang diberikan kepada PDAM (Perum DAM Tirta Satria)," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku telah menyampaikan kepada direksi Perum DAM Tirta Satria agar tidak usah meminta ganti rugi kepada PT Indonesia Power Mrica PGU.
Menurut dia, ganti rugi untuk Perum DAM Tirta Satria itu sebaiknya diarahkan untuk perbaikan kepada masyarakat dan dapat berupa kegiatan penanaman bibit pohon di wilayah atas sebagai upaya pengendalian sedimentasi.
"Menanam tanaman jauh lebih penting daripada PDAM meminta ganti rugi. Saya tidak mau kalau PDAM minta ganti rugi, itu sebaiknya untuk masyarakat saja," kata Husein.
Ia mengatakan, mereka juga meminta PT Indonesia Power Mrica PGU untuk memperbaiki prosedur baku pelaksanaan penggelontoran lumpur sedimen dari waduk itu ditambah dengan koordinasi ke BBWSSO dan pemerintah kabupaten di wilayah hilir demi perbaikan ke depan.
Sementara itu Kuncoro mengatakan mereka selama 33 tahun selalu melakukan pembukaan draw drawn culvert (DDC).
"Khususnya pada musim hujan bisa seminggu dua kali, tapi kondisinya normal dan hampir 33 tahun tidak terjadi seperti hal tadi. Jadi, saat kami khawatir melihat denyutannya di permukaan, kami langsung buru-buru, karena pesannya bagaimana kita juga mengamankan bendungan karena itu berdampak," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, di mulut jalur masuk air terdapat penumpukan sedimentasi sehingga harus digelontor dengan membuka DDC. Pembukaan DDC pada 31 Maret 2022 dilakukan sebentar dan berdampak terhadap Sungai Serayu di wilayah Banyumas diketahui pada 1 April 2022.
Sedangkan saat pembukaan DDC pada 6 April yang dampaknya diketahui keesokan harinya, dari kamera pemantau terlihat keluarannya bukan air melainkan semacam gumpalan-gumpalan material longsoran.
Kuncoro juga berterima kasih kepada Husein yang telah membimbingnya terkait tentang pengelolaan berbagai hal yang sudah berdampak ke masyarakat, sehingga perusahaan itu akan berkoordinasi dalam upaya konservasi ikan-ikan yang endemik secara bertahap.
"Kami atas nama PT Indonesia Power mohon maklum dan minta maaf kepada masyarakat Banyumas karena kami sudah menyusahkan rekan-rekan semua," katanya.
Sementara saat diminta pendapatnya dalam rapat, Dani mengatakan PT Indonesia Power Mrica PGU itu tidak berkoordinasi dengan BBWSSO terkait rencana pembukaan DDC di Waduk Mrica (PB Soedirman).
Dengan kata lain, pembukaan DDC tersebut dilakukan PT Indonesia Power Mrica PGU tanpa adanya rekomendasi dari BBWSO. "Pengelola Waduk Mrica tahu apa yang harus dilakukan saat kondisi-kondisi darurat, salah satunya koordinasi dengan kami, koordinasi dengan Forkompimda," katanya.
"Karena ini force majeure, kami maklumi bahwa itu terjadi tetapi ini tetap salah juga karena tidak ada koordinasi dengan kami. Kalau ada koordinasi, kemungkinan kita bisa bersiap dulu," kata Bupati Banyumas, Achmad Husein, di Rumah Dinas Bupati, Kompleks Pendopo Sipanji, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat.
Ia mengatakan hal itu usai rapat terbatas guna membahas masalah kematian ribuan ikan di Sungai Serayu yang terjadi pada 1 dan 7 April 2022.
Rapat dihadiri General Manager PT Indonesia Power Mrica PGU, PS Kuncoro, sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Banyumas, direksi Perum DAM Tirta Satria Banyumas, dan para camat yang wilayahnya dilewati Sungai Serayu.
Selain itu, Subkoordinator Pelaksana Tugas Perencanaan Operasi dan Pemeliharaan Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak, Antyarsa Ikana Dani, yang hadir secara virtual melalui zoom.
Lebih lanjut, Husein mengatakan jika PT Indonesia Power Mrica PGU selaku pengelola waduk dan PLTA Panglima Besar Soedirman/PLTA Mrica yang berlokasi di Kabupaten Banjarnegara itu berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Banyumas ketika akan menggelontor lumpur sedimentasi ke hilir maka mereka bersama Perum DAM Tirta Satria dan masyarakat bisa melakukan berbagai persiapan lebih dulu.
"Juga (air Sungai Serayu) tidak sekeruh seperti itu, sehingga tadi dari PLTA Mrica (PT Indonesia Power Mrica PGU) mengaku salah dan berkomitmen akan memberikan ganti rugi. Yang pertama adalah ganti rugi ikan yang harus diberikan ke dalam Sungai Serayu kembali, yang diberikan kepada PDAM (Perum DAM Tirta Satria)," katanya.
Kendati demikian, dia mengaku telah menyampaikan kepada direksi Perum DAM Tirta Satria agar tidak usah meminta ganti rugi kepada PT Indonesia Power Mrica PGU.
Menurut dia, ganti rugi untuk Perum DAM Tirta Satria itu sebaiknya diarahkan untuk perbaikan kepada masyarakat dan dapat berupa kegiatan penanaman bibit pohon di wilayah atas sebagai upaya pengendalian sedimentasi.
"Menanam tanaman jauh lebih penting daripada PDAM meminta ganti rugi. Saya tidak mau kalau PDAM minta ganti rugi, itu sebaiknya untuk masyarakat saja," kata Husein.
Ia mengatakan, mereka juga meminta PT Indonesia Power Mrica PGU untuk memperbaiki prosedur baku pelaksanaan penggelontoran lumpur sedimen dari waduk itu ditambah dengan koordinasi ke BBWSSO dan pemerintah kabupaten di wilayah hilir demi perbaikan ke depan.
Sementara itu Kuncoro mengatakan mereka selama 33 tahun selalu melakukan pembukaan draw drawn culvert (DDC).
"Khususnya pada musim hujan bisa seminggu dua kali, tapi kondisinya normal dan hampir 33 tahun tidak terjadi seperti hal tadi. Jadi, saat kami khawatir melihat denyutannya di permukaan, kami langsung buru-buru, karena pesannya bagaimana kita juga mengamankan bendungan karena itu berdampak," katanya.
Dalam hal ini, kata dia, di mulut jalur masuk air terdapat penumpukan sedimentasi sehingga harus digelontor dengan membuka DDC. Pembukaan DDC pada 31 Maret 2022 dilakukan sebentar dan berdampak terhadap Sungai Serayu di wilayah Banyumas diketahui pada 1 April 2022.
Sedangkan saat pembukaan DDC pada 6 April yang dampaknya diketahui keesokan harinya, dari kamera pemantau terlihat keluarannya bukan air melainkan semacam gumpalan-gumpalan material longsoran.
Kuncoro juga berterima kasih kepada Husein yang telah membimbingnya terkait tentang pengelolaan berbagai hal yang sudah berdampak ke masyarakat, sehingga perusahaan itu akan berkoordinasi dalam upaya konservasi ikan-ikan yang endemik secara bertahap.
"Kami atas nama PT Indonesia Power mohon maklum dan minta maaf kepada masyarakat Banyumas karena kami sudah menyusahkan rekan-rekan semua," katanya.
Sementara saat diminta pendapatnya dalam rapat, Dani mengatakan PT Indonesia Power Mrica PGU itu tidak berkoordinasi dengan BBWSSO terkait rencana pembukaan DDC di Waduk Mrica (PB Soedirman).
Dengan kata lain, pembukaan DDC tersebut dilakukan PT Indonesia Power Mrica PGU tanpa adanya rekomendasi dari BBWSO. "Pengelola Waduk Mrica tahu apa yang harus dilakukan saat kondisi-kondisi darurat, salah satunya koordinasi dengan kami, koordinasi dengan Forkompimda," katanya.