Semarang (ANTARA) -
"Rumput vetiver bisa memperkuat lereng yang tidak terlalu tinggi, tujuannya adalah agar tanahnya tidak pelan-pelan geser-geser ke bawah," kata Kepala Dinas ESDM Provinsi Jateng Sudjarwanto Dwiatmoko di Semarang, Jumat.
Kendati demikian, ia menyebut rumput vertiver cocok untuk lereng-lereng dengan ketinggian 3-4 meter dan agar air bisa terkendali, maka perlu ditambah pengendalian air yang masuk di dalam lereng.
Khusus di daerah yang lerengnya tinggi sesuai dengan tata guna lahan, lanjut dia, tidak boleh untuk pemukiman di titik itu, mestinya diubah menjadi hutan kayu yang berakar kuat, atau bukan tanaman yang diolah semusim.
Baca juga: Masyarakat adalah variabel penting dalam mitigasi bencana
Contoh yang diolah semusim dan gagal di Kabupaten Kebumen yang berbatasan dengan Purworejo adalah warga menanami lahan di pucuk bukit yang lerengnya terjal dengan tanaman empon-empon perdu, sedangkan pohon besarnya banyak dikurangi.
"Itu strategi untuk mitigasi, tapi sekali lagi, kalau belum kejadian, masih enggak percaya. Lha itu, makanya ini terus kami kampanyekan, kami jelaskan ke publik agar publik menyikapi," ujarnya.
Ia mengungkapkan cara mengenali longsor, antara lain saat hujan lebih banyak yang mengalir ke saluran dibandingkan yang meresap, dan bila ada retak yang bergerak meski kecil, maka haruslah segera ditutup agar retakan itu tidak terisi air dan tidak bertambah airnya.
"Lihat lagi, ada gak kemunculan mata air tiba-tiba. tidak biasa keluar air, tapi keluar air, tapi kalau sudah keluar mata air begitu, cara menghindarinya susah. Lebih baik minggir dulu. Kalau hujan sudah reda dan mata airnya sudah mati, besok dicek di atas lereng di mana ada retakan, di atas retakan atau tempat-tempat di mana ada air yang meresap ke dalam itu dipindahkan semua airnya," katanya.
Baca juga: Mengatasi banjir bencana alam menahun via penerapan perizinan
Untuk pemindahan air dari dalam tanah yang ada retakan dengan menancapkan pipa lewat samping lereng agar air bisa keluar secara terarah.
"Tapi kalau sudah muncul mata air dan keruh, hampir pasti longsor, maka hindari dululah,” ujarnya.
Seperti diwaryakan, sebanyak 27 kabupaten di Jateng rawan terjadi bencana alam berupa pergerakan tanah berdasarkan kajian yang dilakukan Dinas ESDM Jateng sehingga direkomendasikan untuk mengantisipasi bencana longsor.
Kendati demikian 27 daerah itu tidak seluruhnya rawan longsor, tapi hanya daerah perbukitan atau yang memiliki lereng seperti di Majenang dan Cimanggu, Kabupaten Cilacap, di Salem dan Sirampog, Kabupaten Brebes, di Karanglewas, Kabupaten Banyumas, di Karangsembung, Kabupaten Kebumen.
Daerah lainnya ada di Purbalingga, Pemalang, Pekalongan, Tegal, Banjarnegara, Temanggung, Wonosobo, Purworejo, Magelang, Karanganyar, Wonogiri, Semarang, Kudus, Pati, hingga Rembang.