"Memangnya, kalau kita teruskan (hoax) jadi jagoan? Enggak. Salah-salah ditangkap polisi, kena UU ITE," kata Rudiantara saat acara Indonesia Millenial Summit 2019 oleh IDN Times di Jakarta, Sabtu.
Dengan gaya bahasa yang santai, Rudiantara menjelaskan bukan hanya cara berkomunikasi yang bergeser, tarif telekomunikasi saat ini juga sudah berubah. Contohnya, panggilan telepon, dulu si penelpon yang membayar biaya telepon.
Saat ini, dengan adanya panggilan suara melalui internet, seperti lewat aplikasi berkirim pesan, baik orang yang menelepon dan menerima telepon sama-sama dikenakan biaya berupa pemotongan data internet.
Ketika menerima sesuatu yang meragukan, Rudiantara menyarankan untuk tidak perlu meneruskannya, bahkan tidak perlu membuka konten tersebut.
"Kalau menerima sesuatu yang meragukan, hapus saja, tidak usah dibuka. Buat apa? Pulsa atau data internet kita berkurang," kata Rudiantara.
Dia juga memberi ciri-ciri konten yang berpotensi sebagai hoax, yaitu mengatasnamakan kelompok tertentu dan di akhir tulisan berisi ajakan untuk meneruskan ke orang lain agar konten tersebut menjadi viral.
"Sayangi lah pulsa kita," canda Rudiantara.
Sementara itu, pemerintah terus berupaya untuk meredam persebaran hoax maupun konten negatif lainnya dengan mengadakan program literasi bagi masyarakat, salah satunya bekerja sama dengan gerakan Siberkreasi yang membuat konten positif serta gerakan literasi digital.
Di dunia maya, Kementerian Kominfo juga menutup sejumlah situs yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Terakhir, kementerian menggandeng penegak hukum jika hoax atau konten negatif berada di ranah pidana sekaligus memberikan efek jera.
Baca juga: Kemenkominfo minta masyarakat laporkan akun medsos penyebar kebencian
Baca juga: Hoaks berdampak buruk bagi psikologis masyarakat