Tak setorkan PPN, ABU disangka rugikan negara Rp338,7 juta
Semarang (ANTARA) - Direktur CV AJ yang bergerak di bidang penyewaan alat berat dan jasa pengerjaan teknik seperti jasa pengurukan dan jasa angkut disangka merugikan Rp338,7 juta karena sengaja tidak menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang telah dipungut dari lawan transaksinya ke kas negara atas proyek yang dikerjakan pada tahun 2017.
Atas sangkaan tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah I melalui tim penyidik bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah menyerahkan tersangka ABU beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kudus.
Motif yang dilakukan ABU diduga karena PPN yang telah dipungut dijadikan modal kembali untuk melakukan usahanya atau termasuk ke dalam tindak pidana perpajakan karena melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Atas tindak pidana tersebut, tersangka terancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali dari jumlah pajak belum disetorkan.
Santoso Dwi Prasetyo, selaku Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I mengungkapkan sebelum dilakukan penyidikan telah dilakukan serangkaian upaya terhadap tersangka ABU di antaranya, pengawasan dan imbauan oleh Account
Representative KPP Pratama Kudus serta pemeriksaan bukti pemeriksaan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I.
“Pada saat proses pemeriksaan bukti permulaan hingga proses penyidikan, wajib pajak diberi kesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP, namun sampai dengan saat ini hak tersebut tidak digunakan oleh tersangka," katanya.
Tersangka, kata Santoso, juga memiliki hak untuk menyampaikan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pendapatan negara.
Santoso menyampaikan penyidikan pidana pajak adalah bagian dari tindakan
penegakan hukum pidana perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dengan memperhatikan asas ultimum remedium.
“Sebenarnya proses penegakan hukum pajak lebih mengutamakan pemulihan
kerugian negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang,” kata Santoso.
Penyerahan tersangka tindak pidana perpajakan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I ini merupakan tindakan yang ketiga di tahun 2023. Hal ini menjadi bentuk keseriusan Kanwil DJP Jawa Tengah I dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana perpajakan, sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para wajib pajak agar tidak ada lagi pihak yang melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan.
Selain itu, penegakan hukum tindak pidana perpajakan ini menjadi wujud koordinasi dan sinergi yang baik antar aparat penegak hukum yang harus terus ditingkatkan.
Atas sangkaan tersebut, Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Tengah I melalui tim penyidik bersama Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jawa Tengah menyerahkan tersangka ABU beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri Kudus.
Motif yang dilakukan ABU diduga karena PPN yang telah dipungut dijadikan modal kembali untuk melakukan usahanya atau termasuk ke dalam tindak pidana perpajakan karena melanggar Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-Undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang, yaitu dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Atas tindak pidana tersebut, tersangka terancam pidana penjara paling singkat enam bulan dan paling lama enam tahun dan denda paling sedikit dua kali dan paling banyak empat kali dari jumlah pajak belum disetorkan.
Santoso Dwi Prasetyo, selaku Kepala Bidang Pemeriksaan Penagihan Intelijen dan Penyidikan Kanwil DJP Jawa Tengah I mengungkapkan sebelum dilakukan penyidikan telah dilakukan serangkaian upaya terhadap tersangka ABU di antaranya, pengawasan dan imbauan oleh Account
Representative KPP Pratama Kudus serta pemeriksaan bukti pemeriksaan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I.
“Pada saat proses pemeriksaan bukti permulaan hingga proses penyidikan, wajib pajak diberi kesempatan untuk melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) UU KUP, namun sampai dengan saat ini hak tersebut tidak digunakan oleh tersangka," katanya.
Tersangka, kata Santoso, juga memiliki hak untuk menyampaikan permohonan penghentian penyidikan sesuai Pasal 44B UU KUP dengan melunasi kerugian pendapatan negara ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pendapatan negara.
Santoso menyampaikan penyidikan pidana pajak adalah bagian dari tindakan
penegakan hukum pidana perpajakan di Direktorat Jenderal Pajak dengan memperhatikan asas ultimum remedium.
“Sebenarnya proses penegakan hukum pajak lebih mengutamakan pemulihan
kerugian negara dibandingkan dengan pemidanaan seseorang,” kata Santoso.
Penyerahan tersangka tindak pidana perpajakan oleh Kanwil DJP Jawa Tengah I ini merupakan tindakan yang ketiga di tahun 2023. Hal ini menjadi bentuk keseriusan Kanwil DJP Jawa Tengah I dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana perpajakan, sehingga diharapkan dapat memberikan efek jera bagi para wajib pajak agar tidak ada lagi pihak yang melakukan pelanggaran pidana di bidang perpajakan.
Selain itu, penegakan hukum tindak pidana perpajakan ini menjadi wujud koordinasi dan sinergi yang baik antar aparat penegak hukum yang harus terus ditingkatkan.