Solo (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mendorong perguruan tinggi mengembangkan obat herbal untuk selanjutnya bisa dikerjasamakan dengan dunia usaha, salah satunya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Potensi perguruan tinggi sangat besar. Saya melihat Universitas Sebelas Maret (UNS) posisinya tepat, dekat dengan Tawangmangu sebagai tempat balai besar riset milik Kementerian Kesehatan dan Sukoharjo yang banyak pelaku usaha," kata Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito di sela kunjungan ke UNS di Surakarta, Jumat.
Ia mengatakan perguruan tinggi bisa menjadi tempat untuk riset sekaligus menjadi inkubator dengan skala laboratorium yang lebih besar lagi.
Selain itu, perguruan tinggi bisa menjadi pusat sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk mengembangkan sektor obat herbal.
"Apalagi UNS memiliki Program Studi Agrofarmaka yang itu sangat dibutuhkan yang mengisi lapangan kerja untuk mengembangkan produk herbal yang makin berkualitas," katanya.
Ia mengatakan ada tiga jenis produk herbal, salah satunya jamu yang tidak perlu uji klinik tetapi sudah memiliki data empiris yang sifatnya turun-temurun dan terdokumentasikan.
Selanjutnya, kata dia, jamu bisa dipakai oleh dunia penelitian untuk diinovasi dan dikembangkan secara bertahap.
"Jamu ini sudah cukup diberikan izin edar oleh BPOM, tetapi bisa bertahap lagi melalui praklinik dengan hewan. Ini sudah jadi produk herbal berstandar. Itu kualitasnya lebih tinggi lagi dan bisa masuk ke distribusi yang lebih luas bahkan bisa ekspor," katanya.
Ada juga obat berbahan alam atau obat modern asli Indonesia (OMAI) yang sudah uji klinik melalui manusia dengan produk bernama Fitofarmaka.
"Ini akan diproses, mudah-mudahan bisa masuk ke BPJS (Kesehatan) sehingga memberikan aspek substitusi untuk obat kimia. Kita tahu obat kimia kita sangat tergantung dengan bahan baku dari luar negeri. Maka kami mengembangkan obat berbahan alam," katanya.
Pihaknya berharap, ada kerja sama antara dunia akademis dalam hal ini perguruan tinggi dengan UMKM dalam bentuk "link and match". Dengan demikian, bisa terjadi produksi masal untuk kemudian diedarkan oleh industri tersebut.
"Dalam hal ini, tugas BPOM mendampingi hasil-hasil penelitian oleh universitas untuk melakukan serangkaian uji atau validasi untuk 'scientific bases', bukti ilmiahnya karena memang aspek keamanan, mutu, dan khasiatnya dari suatu jamu atau produk tradisional terjamin. Bersama-sama kita daftarkan ke BPOM dan kemudian bisa diproduksi secara masal," katanya.
Baca juga: Dokter: Jangan termakan klaim berlebihan obat herbal
Baca juga: Pekalongan siap ekspor jamu
Berita Terkait
Sejumlah makanan di Pasar Manis Purwokerto mengandung bahan berbahaya
Selasa, 19 Maret 2024 12:43 Wib
Dinkes Kota Magelang perkuat sinergi, wujudkan "Kota Aman Pangan"
Senin, 5 Februari 2024 10:35 Wib
Pemkab Banyumas hibahkan satu bidang tanah kepada BPOM
Selasa, 8 Agustus 2023 13:29 Wib
BPOM temukan makanan mengandung bahan pengawet berbahaya di Batang
Rabu, 5 April 2023 8:00 Wib
BPOM berikan penyuluhan keamanan pangan terhadap PKL sekolah di Kudus
Jumat, 3 Maret 2023 16:03 Wib
Satu anak tewas diduga kasus keracunan obat sirop
Minggu, 5 Februari 2023 20:46 Wib
Sirop mengandung EG dimusnahkan, BPOM RI kawal langsung di Semarang
Selasa, 13 Desember 2022 8:29 Wib
Jateng dukung kolaborasi BPOM dan KPID cegah peredaran obat ilegal
Senin, 5 Desember 2022 16:42 Wib