Gubernur Ganjar Pranowo menyiapkan kebijakan khusus untuk mengakomodasi terjadinya kekosongan kursi siswa-siswi akibat adanya peserta didik yang lebih memilih sekolah swasta meskipun diterima di sekolah negeri melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020 di Provinsi Jawa Tengah secara daring.
"Ini masih dihitung oleh teman-teman di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, ternyata ada yang memilih sekolah swasta, jadi dia (peserta didik, red) diterima di sekolah negeri tapi juga mendaftar di sekolah swasta. Nah yang kosong ini sedang dihitung secara keseluruhan untuk nanti kita buatkan kebijakan khusus," katanya di Semarang, Selasa.
Menurut Ganjar, hasil penghitungan akan digunakan sebagai acuan membuat kebijakan baru dan pihaknya juga akan mengafirmasi masukan dari berbagai pihak terkait hasil PPDB seperti adanya peserta didik yang tidak diterima di sekolah negeri padahal rumahnya dekat dengan sekolah.
Baca juga: Hanya tunggu kuota kosong, sekolah diminta tak hiraukan wali pasif
Ganjar menjelaskan bahwa proses evaluasi pelaksanaan PPDB 2020 juga masih terus dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah.
Dari evaluasi tersebut, kata dia, ada kekurangan dan kelebihan dari sistem tersebut dan pemerintah dalam hal ini akan berupaya maksimal untuk hadir dan mencoba memberikan akses kepada anak-anak untuk sekolah.
"(Anak) yang tidak bisa tertampung coba kita carikan solusi. Pemprov Jateng tidak pernah berhenti," ujarnya.
Ganjar mengakui jika berdasarkan hasil identifikasi memang ada persebaran sekolah tidak merata sehingga ada sekolah jarak jauh.
Pola SMA negeri yang menggunakan sistem zonasi dan SMK negeri dengan sistem prestasi juga menghadirkan subyektivitas tinggi dari calon siswa.
Baca juga: Ganjar teruskan berbagai masukan PPDB di Jateng ke Kemendikbud
Menurut Ganjar, ada calon siswa yang ingin dengan prestasi untuk mendaftar SMA negeri dan ada yang ingin dengan zonasi untuk mendaftar SMK negeri, padahal keduanya berbeda.
"Akhirnya yang terjadi adalah ada satu sekolah, khususnya di SMK, (anak) di area sekolah kalah prestasinya dengan anak-anak dari luar (zonasi).
Selanjutnya mereka tidak bisa mendapatkan sekolah, mungkin karena tidak mampu atau bisa ke swasta. Kalau memang ke swasta juga tidak apa-apa karena swasta kan juga harus diisi, tidak semua bisa di sekolah negeri, baik SMA maupun SMK," katanya.
Menurut dia, salah satu solusinya adalah pemerintah mencoba mengisi kekosongan kelas itu dengan memberikan afirmasi.
Terkait hal ini, Ganjar menyampaikan harus ada regulasi yang adil dan regulasi itu yang sedang disiapkan oleh Disdikbud Jateng.
Bentuk itu antara lain sekolah jarak jauh dan afirmasi untuk siswa yang paling dekat dengan sekolah karena di sekolah itu kursinya masih kosong, bahkan Pemprov Jateng juga sudah melapor ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terkait apakah bisa menambahkan rombongan belajar.
"Inilah yang selalu ada ikhtiar untuk menyelesaikan, bahkan pada skenario terburuk kita mencoba koordinasi dengan sekolah swasta sehingga teman-teman justru punya semangat pribadi dari seluruh ASN di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," kata Ganjar.(Kom)
Baca juga: DPR: PPDB 2020 harus dievaluasi