Pelaku pembobolan bank gunakan kredit fiktif nasabah meninggal dunia
Semarang (ANTARA) - Bank milik pemerintah daerah di Kota Semarang, Jawa Tengah, yang dibobol oleh pegawainya sendiri dengan modus pengajuan kredit fiktif atas nama nasabah yang sudah meninggal dunia.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembobolan salah satu bank pemerintah daerah dengan kerugian negara mencapai Rp7,7 miliar ketika pemeriksaan terhadap Ayu Satriani, kepala unit pelayanan bank tersebut, sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Saksi mengaku pernah melakukan pembukaan rekening dan pembuatan ATM terhadap nasabah yang ternyata sudah meninggal dunia.
Buku rekening dan ATM tersebut, lanjut dia, diserahkan kepada terdakwa.
"Tidak ada peringatan pada sistem kalau ternyata nasabah tersebut sudah meninggal dunia," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi.
Selain itu, saksi juga mengaku pernah membuatkan kartu ATM atas nasabah bernama Radiyan meski bukan nasabah itu yang mengajukan permohonan.
Kartu ATM tersebut, kata dia, juga diserahkan kepada terdakwa setelah jadi beserta dengan nomor PIN-nya.
Belakangan, menurut dia, rekening atas nama Radiyan tersebut diketahui sebagai rekening penampungan untuk pegawai Pengadilan Negeri Semarang yang mengajukan pinjaman ke bank pemerintah ini.
Ayu mengaku baru mengetahui adanya beberapa pinjaman fiktif di bank tempatnya bekerja setelah adanya laporan dari pihak asuransi tentang beberapa nama nasabah yang telah meninggal dunia.
Sementara itu, mantan pimpinan cabang bank tersebut, Asep Sofyan, mengaku tidak menyadari adanya nama-nama nasabah yang ternyata pinjamannya fiktif.
"Tidak tahu kalau ada nasabah baru karena tidak ada aplikasi pengajuannya," kata Asep.
Ia juga mengakui adanya nasabah yang ternyata telah melunasi pinjamannya. Namun, hingga 2 tahun setelah batas waktu kewajibannya berakhir baru dilunaskan kreditnya oleh bank pemerintah ini.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang mengadili kepala unit pemasaran sebuah bank pemerintah di Kota Semarang, Anggoro Bagus Pamuji, atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp7,7 miliar.
Modus terdakwa dalam tindak pidana tersebut dengan menggelapkan uang klaim asuransi pinjaman serta mencairkan kredit dari debitur yang sudah meninggal dunia dalam kurun waktu 2019 hingga 2021.
Hal tersebut terungkap dalam sidang pembobolan salah satu bank pemerintah daerah dengan kerugian negara mencapai Rp7,7 miliar ketika pemeriksaan terhadap Ayu Satriani, kepala unit pelayanan bank tersebut, sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Semarang, Senin.
Saksi mengaku pernah melakukan pembukaan rekening dan pembuatan ATM terhadap nasabah yang ternyata sudah meninggal dunia.
Buku rekening dan ATM tersebut, lanjut dia, diserahkan kepada terdakwa.
"Tidak ada peringatan pada sistem kalau ternyata nasabah tersebut sudah meninggal dunia," katanya dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Gatot Sarwadi.
Selain itu, saksi juga mengaku pernah membuatkan kartu ATM atas nasabah bernama Radiyan meski bukan nasabah itu yang mengajukan permohonan.
Kartu ATM tersebut, kata dia, juga diserahkan kepada terdakwa setelah jadi beserta dengan nomor PIN-nya.
Belakangan, menurut dia, rekening atas nama Radiyan tersebut diketahui sebagai rekening penampungan untuk pegawai Pengadilan Negeri Semarang yang mengajukan pinjaman ke bank pemerintah ini.
Ayu mengaku baru mengetahui adanya beberapa pinjaman fiktif di bank tempatnya bekerja setelah adanya laporan dari pihak asuransi tentang beberapa nama nasabah yang telah meninggal dunia.
Sementara itu, mantan pimpinan cabang bank tersebut, Asep Sofyan, mengaku tidak menyadari adanya nama-nama nasabah yang ternyata pinjamannya fiktif.
"Tidak tahu kalau ada nasabah baru karena tidak ada aplikasi pengajuannya," kata Asep.
Ia juga mengakui adanya nasabah yang ternyata telah melunasi pinjamannya. Namun, hingga 2 tahun setelah batas waktu kewajibannya berakhir baru dilunaskan kreditnya oleh bank pemerintah ini.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Semarang mengadili kepala unit pemasaran sebuah bank pemerintah di Kota Semarang, Anggoro Bagus Pamuji, atas tindak pidana korupsi yang merugikan negara hingga Rp7,7 miliar.
Modus terdakwa dalam tindak pidana tersebut dengan menggelapkan uang klaim asuransi pinjaman serta mencairkan kredit dari debitur yang sudah meninggal dunia dalam kurun waktu 2019 hingga 2021.