DPRD minta penataan reklame
Coba lihat sekarang, banyak reklame yang menutupi taman kota. Padahal, taman ini dibangun pemerintah dengan biaya yang tidak murah
Semarang (Antaranews Jateng) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang meminta pemerintah kota setempat segera melakukan penataan reklame di berbagai titik di wilayah tersebut.
"Mulai sekarang, penataan reklame harus dilakukan. Kan sudah ada peraturan daerahnya secara jelas," kata anggota Komisi A DPRD Kota Semarang Johan Rifai di Semarang, Senin.
Hal tersebut diungkapkan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu usai sosialisasi Perda Nomor 6/2017 tentang Reklame yang masa transisinya berakhir pada 31 Desember 2017.
Saat ini, kata dia, banyak reklame berdiri di atas tanah milik Pemerintah Kota Semarang, taman-taman kota, dan trotoar yang berdasarkan Perda Reklame tidak diperbolehkan.
Nantinya, kata dia, reklame-reklame harus dipindahkan ke persil, yakni lahan milik pribadi sehingga pemerintah kota memang tidak bisa menarik retribusi untuk menyumbang pendapatan asli daerah (PAD).
"Pemkot memang tidak bisa lagi menarik retribusi reklame. Tetapi, penataan reklame ini penting untuk menambah keindahan kota, sebab trotoar, taman, dan tempat publik lain harus bersih dari reklame," tegasnya.
Dengan makin berkurang titik-titik reklame, kata dia, hanya perusahaan-perusahaan yang bonafid yang bisa pasang reklame karena dengan sendirinya tarif reklame menjadi mahal.
"Reklame-reklame kan tertata dengan sendirinya. Coba lihat sekarang, banyak reklame yang menutupi taman kota. Padahal, taman ini dibangun pemerintah dengan biaya yang tidak murah," katanya.
Ia mencontohkan Taman Pandanaran yang baru saja dirampungkan pembangunannya, tetapi pandangan menuju taman tersebut malah terhalang dengan keberadaan baliho dan papan reklame.
"Jangan sampai reklame dan baliho ini malah menghalangi pandangan ke taman-taman. Taman Pandanaran itu dibangun dengan anggaran Rp1,8 miliar dengan konsep taman aktif," katanya.
Artinya, kata dia, taman tersebut dirancang sebagai tempat masyarakat untuk saling berinteraksi dengan rancang bangun yang indah, tetapi setelah jadi malah terhalangi reklame.
"Makanya, reklame yang menghalangi pandangan ke Taman Pandanaran itu harus digeser ke titik lain. Percuma sudah dibangun mahal-mahal tetapi tidak bisa dinikmati keindahannya," ujarnya.
Demikian pula dengan taman-taman kota lainnya, lanjut dia, banyak yang dipenuhi dengan papan reklame, baliho, termasuk "videotron" yang merusak estetika atau keindahan taman.
"Kalau memang taman kota diperuntukkan bagi publik, ya, jangan sampai masyarakat malah terganggu dengan keberadaan papan-papan reklame yang jelas bersifat komersial," kata Johan.
"Mulai sekarang, penataan reklame harus dilakukan. Kan sudah ada peraturan daerahnya secara jelas," kata anggota Komisi A DPRD Kota Semarang Johan Rifai di Semarang, Senin.
Hal tersebut diungkapkan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu usai sosialisasi Perda Nomor 6/2017 tentang Reklame yang masa transisinya berakhir pada 31 Desember 2017.
Saat ini, kata dia, banyak reklame berdiri di atas tanah milik Pemerintah Kota Semarang, taman-taman kota, dan trotoar yang berdasarkan Perda Reklame tidak diperbolehkan.
Nantinya, kata dia, reklame-reklame harus dipindahkan ke persil, yakni lahan milik pribadi sehingga pemerintah kota memang tidak bisa menarik retribusi untuk menyumbang pendapatan asli daerah (PAD).
"Pemkot memang tidak bisa lagi menarik retribusi reklame. Tetapi, penataan reklame ini penting untuk menambah keindahan kota, sebab trotoar, taman, dan tempat publik lain harus bersih dari reklame," tegasnya.
Dengan makin berkurang titik-titik reklame, kata dia, hanya perusahaan-perusahaan yang bonafid yang bisa pasang reklame karena dengan sendirinya tarif reklame menjadi mahal.
"Reklame-reklame kan tertata dengan sendirinya. Coba lihat sekarang, banyak reklame yang menutupi taman kota. Padahal, taman ini dibangun pemerintah dengan biaya yang tidak murah," katanya.
Ia mencontohkan Taman Pandanaran yang baru saja dirampungkan pembangunannya, tetapi pandangan menuju taman tersebut malah terhalang dengan keberadaan baliho dan papan reklame.
"Jangan sampai reklame dan baliho ini malah menghalangi pandangan ke taman-taman. Taman Pandanaran itu dibangun dengan anggaran Rp1,8 miliar dengan konsep taman aktif," katanya.
Artinya, kata dia, taman tersebut dirancang sebagai tempat masyarakat untuk saling berinteraksi dengan rancang bangun yang indah, tetapi setelah jadi malah terhalangi reklame.
"Makanya, reklame yang menghalangi pandangan ke Taman Pandanaran itu harus digeser ke titik lain. Percuma sudah dibangun mahal-mahal tetapi tidak bisa dinikmati keindahannya," ujarnya.
Demikian pula dengan taman-taman kota lainnya, lanjut dia, banyak yang dipenuhi dengan papan reklame, baliho, termasuk "videotron" yang merusak estetika atau keindahan taman.
"Kalau memang taman kota diperuntukkan bagi publik, ya, jangan sampai masyarakat malah terganggu dengan keberadaan papan-papan reklame yang jelas bersifat komersial," kata Johan.