BPK Soroti Lemahnya Sistem Pengendalian Internal Kementerian/Lembaga
Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyoroti
lemahnya sistem pengendalian internal kementerian/lembaga dalam
pengelolaan keuangan.
Anggota BPK I Agung Firman Sampurna mengemukakan masalah itu saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 kepada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I.
"Hasil pemeriksaan atas LKKL tersebut mengungkap setidaknya 29 temuan signifikan yang disebabkan lemahnya sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan," kata Agung di Pusdiklat BPK, Jakarta, Senin.
BPK menemukan 11 masalah terkait kelemahan sistem pengendalian dalam pemeriksaan laporan keuangan 15 entitas AKN I yang antara lain meliputi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Lembaga Sandi Negara, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Ketahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, Komnas Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, dan Badan SAR Nasional.
Kesebelas temuan akibat kelemahan sistem pengendalian internal di antaranya penerapan basis akrual belum memadai, penetapan status aset tetap belum tuntas, penatausahaan persediaan belum memadai, pemanfaatan barang milik negara belum sesuai ketentuan, lemahnya pengelolaan kas, penatausahaan piutang paten kurang memadai, serta pencatatan dan pelaporan hibah tidak memadai.
Selain itu ada 18 temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain soal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan belanja barang yang tidak tertib, paket pekerjaan yang terlambat belum dikenakan denda, pengadaan barang tidak sesuai spesifikasi, belanja perjalanan dinas lebih bayar, setoran sisa dana hibah tidak sesuai ketentuan, serta pemberian tunjangan kinerja dan uang makan pegawai belum sesuai kebutuhan.
"BPK berharap agar kementerian/lembaga dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai ketentuan. BPK juga mengapresiasi kepada kementerian/lembaga yang telah menindaklanjuti temuan BPK selama pemeriksaan masih berlangsung," kata Agung.
Dari hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK pada 19 entitas di AKN I untuk periode 2005 sampai semester I 2016, sebanyak 12.109 rekomendasi atau 78,66 persen senilai Rp3,85 triiliun telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi.
Dari seluruh LHP atas LKKL di AKN I, terdapat empat LHP LKKL yang belum memperoleah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Agung mengingatkan kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP BPK untuk menyusun Rencana Aksi Perbaikan Laporan Keuangan.
"Rencana aksi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga untuk optimalisasi pengelolaan data transaksi keuangan dan penyusunan laporan keuangan," ujar Agung.
Anggota BPK I Agung Firman Sampurna mengemukakan masalah itu saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Laporan Keuangan Kementerian Lembaga (LKKL) Tahun 2016 kepada 15 entitas pemeriksaan di lingkungan Auditorat Keuangan Negara (AKN) I.
"Hasil pemeriksaan atas LKKL tersebut mengungkap setidaknya 29 temuan signifikan yang disebabkan lemahnya sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan," kata Agung di Pusdiklat BPK, Jakarta, Senin.
BPK menemukan 11 masalah terkait kelemahan sistem pengendalian dalam pemeriksaan laporan keuangan 15 entitas AKN I yang antara lain meliputi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Lembaga Sandi Negara, Badan Intelijen Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Ketahanan Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, Komnas Hak Asasi Manusia, Komisi Pemberantasan Korupsi, Badan Narkotika Nasional, Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, dan Badan SAR Nasional.
Kesebelas temuan akibat kelemahan sistem pengendalian internal di antaranya penerapan basis akrual belum memadai, penetapan status aset tetap belum tuntas, penatausahaan persediaan belum memadai, pemanfaatan barang milik negara belum sesuai ketentuan, lemahnya pengelolaan kas, penatausahaan piutang paten kurang memadai, serta pencatatan dan pelaporan hibah tidak memadai.
Selain itu ada 18 temuan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, antara lain soal pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan belanja barang yang tidak tertib, paket pekerjaan yang terlambat belum dikenakan denda, pengadaan barang tidak sesuai spesifikasi, belanja perjalanan dinas lebih bayar, setoran sisa dana hibah tidak sesuai ketentuan, serta pemberian tunjangan kinerja dan uang makan pegawai belum sesuai kebutuhan.
"BPK berharap agar kementerian/lembaga dapat menindaklanjuti rekomendasi BPK sesuai ketentuan. BPK juga mengapresiasi kepada kementerian/lembaga yang telah menindaklanjuti temuan BPK selama pemeriksaan masih berlangsung," kata Agung.
Dari hasil pemantauan tindak lanjut rekomendasi BPK pada 19 entitas di AKN I untuk periode 2005 sampai semester I 2016, sebanyak 12.109 rekomendasi atau 78,66 persen senilai Rp3,85 triiliun telah ditindaklanjuti sesuai rekomendasi.
Dari seluruh LHP atas LKKL di AKN I, terdapat empat LHP LKKL yang belum memperoleah opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Agung mengingatkan kementerian/lembaga yang belum memperoleh opini WTP BPK untuk menyusun Rencana Aksi Perbaikan Laporan Keuangan.
"Rencana aksi ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga untuk optimalisasi pengelolaan data transaksi keuangan dan penyusunan laporan keuangan," ujar Agung.