Pentingnya supervisi diferensiasi dalam P5
Semarang (ANTARA) - Supervisi diferensiasi dalam Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) penting dilakukan karena di lapangan masih ditemukan P5 sebagai kegiatan kokurikuler yang dilaksanakan oleh semua murid masih dilaksanakan tanpa menggunakan asesmen awal untuk menentukan alur kegiatan maupun penilaian yang akan digunakan.
Hal itu disampaikan Diannita Ayu Kurniasih, Fasilitator program PINTAR Tanoto Foundation yang juga merupakan instruktur Pendidikan Guru Penggerak serta Kepala Sekolah SDN 1 Kebumen Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal.
Diannita mengatakan P5 kegiatan kokurikuler yang harus mewadahi keragaman karakter dan kemampuan murid. P5 berdiferensiasi dapat mencakup aspek materi, proses, dan produk.
Tantangannya, kata dia, masih ada guru melaksanakan kegiatan dan penilaian P5 sama untuk semua murid, sehingga tidak adil bagi keseluruhan murid yang memiliki keragaman karakter dan kemampuan.
"Hal ini beberapa faktor penyebabnya di antaranya belum bermitranya guru dengan kepala sekolah dalam P5 dengan pelaksanaan supervisi khusus mengenai diferensiasi dalam P5," katanya.
Menurut Diannita asesmen awal yang dilaksanakan guru menjadi sumber dalam menentukan alur dan penilaian dalam P5 karena melalui wadah dan proses yang tepat, murid akan dapat lebih berkembang dengan optimal sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya.
"P5 pun akan lebih mudah membudaya di sekolah jika murid melakukan kegiatan sesuai potensi maupun bakatnya. Apalagi dengan supervisi khusus mengenai diferensiasi oleh kepala sekolah (KS), P5 akan lebih bermakna," katanya.
Kepala sekolah, lanjutnya, sebagai langkah awal supervisi melakukan percakapan coaching pra-observasi. Dalam percakapan ini, dibahas beberapa aspek yang ingin dikembangkan guru, apakah dari segi pengolahan asesmen diagnostik untuk merancang P5, atau segi pelaksanaan diferensiasi dalam P5, atau penilaian diferensiasi pada P5.
"Hal ini penting dilakukan agar supervisi berjalan lebih fokus pada tujuan area pengembangan. KS merumuskannya menjadi indikator supervisinya," katanya.
Langkah berikutnya melaksanakan observasi kegiatan P5 pada proses pembelajaran, namun juga pada modul projek yang disusun guru karena merupakan perencanaan yang menjadi dasar pelaksanaan dan penilaian P5 yang bertujuan diferensiasi P5 aspek materi, proses, maupun produk.
"Selanjutnya menyampaikan hasil observasinya untuk disandingkan dengan refleksi diri guru, sehingga guru tidak merasa dihukumi langsung atas praktik P5 yang dilakukannya. Seluruh catatan kekurangan akan menjadi misi perbaikan P5 selanjutnya," katanya.
Supervisi diferensiasi P5, tambah Diannita, dilakukan secara partisipatori sejak perencanaan. Guru terbiasa melakukan refleksi setelah pelaksanaan pembelajaran, termasuk P5. Melalui refleksi ini, guru lebih tahu bagian mana yang harus diperbaiki maupun ditingkatkan agar P5 juga dapat mewadahi murid dalam mengembangkan potensi maupun minatnya.
"Penggunaan asesmen awal sebagai dasar perencanaan P5 dan dukungan kepala sekolah melalui supervisi diferensiasi P5, minat dan potensi murid akan lebih terwadahi. Jika tujuan P5 adalah menguatkan profil pelajar Pancasila, maka tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai saat murid melakukannya sesuai dengan minat maupun potensi yang dimiliki masing-masing," tutupnya.
Hal itu disampaikan Diannita Ayu Kurniasih, Fasilitator program PINTAR Tanoto Foundation yang juga merupakan instruktur Pendidikan Guru Penggerak serta Kepala Sekolah SDN 1 Kebumen Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal.
Diannita mengatakan P5 kegiatan kokurikuler yang harus mewadahi keragaman karakter dan kemampuan murid. P5 berdiferensiasi dapat mencakup aspek materi, proses, dan produk.
Tantangannya, kata dia, masih ada guru melaksanakan kegiatan dan penilaian P5 sama untuk semua murid, sehingga tidak adil bagi keseluruhan murid yang memiliki keragaman karakter dan kemampuan.
"Hal ini beberapa faktor penyebabnya di antaranya belum bermitranya guru dengan kepala sekolah dalam P5 dengan pelaksanaan supervisi khusus mengenai diferensiasi dalam P5," katanya.
Menurut Diannita asesmen awal yang dilaksanakan guru menjadi sumber dalam menentukan alur dan penilaian dalam P5 karena melalui wadah dan proses yang tepat, murid akan dapat lebih berkembang dengan optimal sesuai dengan minat dan potensi yang dimilikinya.
"P5 pun akan lebih mudah membudaya di sekolah jika murid melakukan kegiatan sesuai potensi maupun bakatnya. Apalagi dengan supervisi khusus mengenai diferensiasi oleh kepala sekolah (KS), P5 akan lebih bermakna," katanya.
Kepala sekolah, lanjutnya, sebagai langkah awal supervisi melakukan percakapan coaching pra-observasi. Dalam percakapan ini, dibahas beberapa aspek yang ingin dikembangkan guru, apakah dari segi pengolahan asesmen diagnostik untuk merancang P5, atau segi pelaksanaan diferensiasi dalam P5, atau penilaian diferensiasi pada P5.
"Hal ini penting dilakukan agar supervisi berjalan lebih fokus pada tujuan area pengembangan. KS merumuskannya menjadi indikator supervisinya," katanya.
Langkah berikutnya melaksanakan observasi kegiatan P5 pada proses pembelajaran, namun juga pada modul projek yang disusun guru karena merupakan perencanaan yang menjadi dasar pelaksanaan dan penilaian P5 yang bertujuan diferensiasi P5 aspek materi, proses, maupun produk.
"Selanjutnya menyampaikan hasil observasinya untuk disandingkan dengan refleksi diri guru, sehingga guru tidak merasa dihukumi langsung atas praktik P5 yang dilakukannya. Seluruh catatan kekurangan akan menjadi misi perbaikan P5 selanjutnya," katanya.
Supervisi diferensiasi P5, tambah Diannita, dilakukan secara partisipatori sejak perencanaan. Guru terbiasa melakukan refleksi setelah pelaksanaan pembelajaran, termasuk P5. Melalui refleksi ini, guru lebih tahu bagian mana yang harus diperbaiki maupun ditingkatkan agar P5 juga dapat mewadahi murid dalam mengembangkan potensi maupun minatnya.
"Penggunaan asesmen awal sebagai dasar perencanaan P5 dan dukungan kepala sekolah melalui supervisi diferensiasi P5, minat dan potensi murid akan lebih terwadahi. Jika tujuan P5 adalah menguatkan profil pelajar Pancasila, maka tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai saat murid melakukannya sesuai dengan minat maupun potensi yang dimiliki masing-masing," tutupnya.