Petani harus memiliki kreativitas
Purwokerto (ANTARA) - Seorang petani harus memiliki kreativitas supaya nilai tukar petaninya (NTP) mengalami peningkatan, kata pakar pemasaran yang juga Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya.
"Jadi umpamanya di Thailand itu kan dimasukkan ke situ (pertanian) sehingga melonnya lebih enak, duriannya lebih enak," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Hermawan mengatakan hal itu usai menjadi pembicara dalam seminar internasional "12th Sustainable Competitive Advantage; International Conference, Colloquium, and Call for Papers" dengan tema "Empowering UMKM Productivity, Inclusive Growth and Innovation in the Digital Era" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed bekerjasama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto.
Akan tetapi petani di Indonesia seperti Banyumas, kata dia, lebih banyak menunggu dari alam.
"Daerah ini (Banyumas) durian Bawor. Kalau bisa enggak hanya durian," katanya.
Khusus untuk durian Bawor yang terkenal enak, dia mengatakan perlu adanya kreativitas, misalnya dengan membuat bau buah tersebut menjadi wangi sehingga bisa dibawa masuk ke hotel dan sebagainya.
Dengan memanfaatkan teknologi untuk membuat durian Bawor itu wangi, kata dia, nilai tukar petani pun akan naik.
Lebih lanjut, Hermawan mengatakan petani juga bisa memanfaatkan mesin atau teknologi modern untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia, misalnya memakai drone dalam melakukan pemupukan.
"Namun sekarang kondisinya orang takut digantikan oleh mesin karena takut tidak diupah," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petani perlu diberi pemahaman bahwa penggunaan mesin ditujukan agar bisa mendapatkan hasil yang cepat dan maksimal.
Dalam hal ini, lanjut dia, petani perlu dilatih cara menggunakan mesin traktor sehingga tidak hanya mengandalkan otot saat mengolah lahannya.
Ia mengatakan jika tidak memakai mesin, hasilnya pada titik tertentu akan berhenti sehingga harus ada cara baru atau kreativitas agar nilai tukar petani naik.
"Improvement (peningkatan, red.) itu akan terbatas kalau tidak ada innovation (inovasi)," tegasnya.
Menurut Hermawan, hal itu juga berlaku bagi mahasiswa lulusan pertanian dan sebagainya, jika tidak memiliki jiwa improvement, selamanya akan tetap menjadi pegawai.
Kendati mesin atau teknologi digunakan di segala bidang termasuk pemasaran dan pertanian, dia mengatakan manusia tetap harus menjadi pemegang kontrol karena mesin hanya bisa untuk membantu pekerjaan.
"Jadi, jangan takut pakai mesin. Human (manusia, red.) tetap kontrol mesin," katanya.
Selain Hermawan Kartajaya, seminar internasional tersebut menghadirkan tiga pembicara dari luar negeri, yakni Profesor Ki-Chan Kim (Catholic University of Korea) yang hadir secara langsung serta Profesor Toshihiro Nakanishi (Teikyo University Japan) dan Dr Mohamad Farizal Rejemi (University Utara Malaysia) yang hadir secara virtual.
"Jadi umpamanya di Thailand itu kan dimasukkan ke situ (pertanian) sehingga melonnya lebih enak, duriannya lebih enak," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Hermawan mengatakan hal itu usai menjadi pembicara dalam seminar internasional "12th Sustainable Competitive Advantage; International Conference, Colloquium, and Call for Papers" dengan tema "Empowering UMKM Productivity, Inclusive Growth and Innovation in the Digital Era" yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsoed bekerjasama dengan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto.
Akan tetapi petani di Indonesia seperti Banyumas, kata dia, lebih banyak menunggu dari alam.
"Daerah ini (Banyumas) durian Bawor. Kalau bisa enggak hanya durian," katanya.
Khusus untuk durian Bawor yang terkenal enak, dia mengatakan perlu adanya kreativitas, misalnya dengan membuat bau buah tersebut menjadi wangi sehingga bisa dibawa masuk ke hotel dan sebagainya.
Dengan memanfaatkan teknologi untuk membuat durian Bawor itu wangi, kata dia, nilai tukar petani pun akan naik.
Lebih lanjut, Hermawan mengatakan petani juga bisa memanfaatkan mesin atau teknologi modern untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang menggunakan tenaga manusia, misalnya memakai drone dalam melakukan pemupukan.
"Namun sekarang kondisinya orang takut digantikan oleh mesin karena takut tidak diupah," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, petani perlu diberi pemahaman bahwa penggunaan mesin ditujukan agar bisa mendapatkan hasil yang cepat dan maksimal.
Dalam hal ini, lanjut dia, petani perlu dilatih cara menggunakan mesin traktor sehingga tidak hanya mengandalkan otot saat mengolah lahannya.
Ia mengatakan jika tidak memakai mesin, hasilnya pada titik tertentu akan berhenti sehingga harus ada cara baru atau kreativitas agar nilai tukar petani naik.
"Improvement (peningkatan, red.) itu akan terbatas kalau tidak ada innovation (inovasi)," tegasnya.
Menurut Hermawan, hal itu juga berlaku bagi mahasiswa lulusan pertanian dan sebagainya, jika tidak memiliki jiwa improvement, selamanya akan tetap menjadi pegawai.
Kendati mesin atau teknologi digunakan di segala bidang termasuk pemasaran dan pertanian, dia mengatakan manusia tetap harus menjadi pemegang kontrol karena mesin hanya bisa untuk membantu pekerjaan.
"Jadi, jangan takut pakai mesin. Human (manusia, red.) tetap kontrol mesin," katanya.
Selain Hermawan Kartajaya, seminar internasional tersebut menghadirkan tiga pembicara dari luar negeri, yakni Profesor Ki-Chan Kim (Catholic University of Korea) yang hadir secara langsung serta Profesor Toshihiro Nakanishi (Teikyo University Japan) dan Dr Mohamad Farizal Rejemi (University Utara Malaysia) yang hadir secara virtual.