Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah Sumanto mendukung Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ikut mengelola komoditas pangan karena memiliki potensi besar untuk dikembangkan dan menjadi konsumsi semua orang sekaligus mendorong perekonomian di desa.
Menurut Sumanto saat dihubungi di Semarang, Sabtu, dari sekian banyak BUMDes yang ada di Jateng, yang berhasil dan maju adalah BUMDes yang mengelola potensi wisata.
Ia mencontohkan destinasi wisata Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang dikelola BUMDes setempat sukses mendatangkan banyak wisatawan. Namun ia tidak memungkiri bahwa ada BUMDes yang tidak tumbuh berkembang meski sudah lama.
Ia menambahkan, BUMDes meski sudah lama dan diatur oleh Undang-Undang serta turunannya seperti Perda yang mengatur usaha di tingkat desa, di Jateng yang maju adalah yang memiliki potensi wisata.
"Karena mereka (manajemen) BUMDes mengelola itu sehingga dapat tumbuh dan hidup, namun yang lain belum," kata dia.
Untuk itu, ia mendorong agar BUMDes mengelola lumbung pangan di desa-desa mengingat Jateng merupakan provinsi penghasil beras utama di Indonesia.
"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se Indonesia," ujar Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng itu.
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, belum sebanding dengan kesejahteraan petani.
Baca juga: Legislator Jateng meminta perbaikan Jalan Solo-Purwodadi selesai 2023
Ia mencontohkan ada sekitar 3,5 juta penduduk Jateng yang bekerja sebagai petani. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas kurang dari 2.000 meter persegi. Sedangkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan. "Jauh dari upah minimum di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan," ujar dia.
Kondisi tersebut membuat angka kemiskinan sulit diturunkan. "Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerjasama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," paparnya.
Ia sepakat bahwa tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata namun mengelola sesuai potensi yang ada di desa. "Dengan adanya BUMDes ini ke depan harus ada program dari kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Karena merintis usaha itu sulit, BUMDes ini dikelola masyarakat sehingga perlu ada perencanaan yang matang," kata dia menegaskan.
Menurut Sumanto, BUMDes bisa menjadi holding atau acuan bagi para pengusaha kecil yang ada di desa. Dengan begitu, anak muda berpotensi masuk ke BUMDes sehingga menjadi bagian dari optimalisasi kemajuan desa.
"Bidang usaha yang bisa digarap BUMDes sebenarnya luas. Sektor pengadaan barang dan jasa di pemerintah itu bisa diakses. Kalau bisa digarap, ini peluang besar, gunakanlah potensi ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat," katanya.
Data menunjukkan, dari 7.809 desa yang ada di Jateng, ada sekitar 7.173 BUMDES. Pembentukan BUMDes sendiri diharapkan berasal dari usulan masyarakat desa. Setelah berdiri, pengelola BUMDes perlu menyusun program kerja sesuai potensi yang ada di desa.
Menurut Sumanto saat dihubungi di Semarang, Sabtu, dari sekian banyak BUMDes yang ada di Jateng, yang berhasil dan maju adalah BUMDes yang mengelola potensi wisata.
Ia mencontohkan destinasi wisata Umbul Ponggok di Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang dikelola BUMDes setempat sukses mendatangkan banyak wisatawan. Namun ia tidak memungkiri bahwa ada BUMDes yang tidak tumbuh berkembang meski sudah lama.
Ia menambahkan, BUMDes meski sudah lama dan diatur oleh Undang-Undang serta turunannya seperti Perda yang mengatur usaha di tingkat desa, di Jateng yang maju adalah yang memiliki potensi wisata.
"Karena mereka (manajemen) BUMDes mengelola itu sehingga dapat tumbuh dan hidup, namun yang lain belum," kata dia.
Untuk itu, ia mendorong agar BUMDes mengelola lumbung pangan di desa-desa mengingat Jateng merupakan provinsi penghasil beras utama di Indonesia.
"Ini momentum untuk menjadikan BUMDEs kembali ke dulu namanya lumbung pangan. Sebab pangan ini komoditas yang semua mengkonsumsi. Sementara Jateng ini penghasil produk pertanian kalau tidak nomor satu ya nomor dua se Indonesia," ujar Ketua Komisi B DPRD Provinsi Jateng itu.
Mantan Ketua DPRD Kabupaten Karanganyar ini menambahkan, meski produktivitas pertanian di Jateng tinggi, belum sebanding dengan kesejahteraan petani.
Baca juga: Legislator Jateng meminta perbaikan Jalan Solo-Purwodadi selesai 2023
Ia mencontohkan ada sekitar 3,5 juta penduduk Jateng yang bekerja sebagai petani. Dari jumlah tersebut, ada sekitar 1,5 juta petani yang memiliki lahan dengan luas kurang dari 2.000 meter persegi. Sedangkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah Rp 4.200 per kilogram, penghasilan mereka hanya sekitar Rp 400 ribu per bulan. "Jauh dari upah minimum di Jateng yang mencapai Rp 2 juta hingga Rp 2,8 juta per bulan," ujar dia.
Kondisi tersebut membuat angka kemiskinan sulit diturunkan. "Maka saya mendorong agar BUMDes ini kerjasama dengan Bulog dan BUMN untuk menyediakan pangan lokal. Saat ini ada 19 kabupaten/kota di Jateng masuk kategori miskin ekstrem, dari sebelumnya 5 kabupaten/kota sebelum pandemi. Itu 19 kabupaten/kota penghasil pangan," paparnya.
Ia sepakat bahwa tak semua BUMDes perlu mengelola tempat wisata namun mengelola sesuai potensi yang ada di desa. "Dengan adanya BUMDes ini ke depan harus ada program dari kabupaten/kota, provinsi, maupun pusat. Karena merintis usaha itu sulit, BUMDes ini dikelola masyarakat sehingga perlu ada perencanaan yang matang," kata dia menegaskan.
Menurut Sumanto, BUMDes bisa menjadi holding atau acuan bagi para pengusaha kecil yang ada di desa. Dengan begitu, anak muda berpotensi masuk ke BUMDes sehingga menjadi bagian dari optimalisasi kemajuan desa.
"Bidang usaha yang bisa digarap BUMDes sebenarnya luas. Sektor pengadaan barang dan jasa di pemerintah itu bisa diakses. Kalau bisa digarap, ini peluang besar, gunakanlah potensi ini untuk meningkatkan pendapatan masyarakat," katanya.
Data menunjukkan, dari 7.809 desa yang ada di Jateng, ada sekitar 7.173 BUMDES. Pembentukan BUMDes sendiri diharapkan berasal dari usulan masyarakat desa. Setelah berdiri, pengelola BUMDes perlu menyusun program kerja sesuai potensi yang ada di desa.