Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Provinsi Jawa Tengah Siti Atikoh Ganjar Pranowo meminta pembekalan pranikah yang dilakukan di Kantor Urusan Agama tidak sekadar formalitas sebagai upaya mengurangi angka perceraian.
"Pembekalan pranikah tersebut sangat penting untuk menyiapkan mental calon pengantin agar bisa menjalani kehidupan berkeluarga dengan bahagia," katanya saat membuka webinar Pencegahan Perkawinan Usia Anak sebagai Upaya Percepatan Penurunan AKI/AKB dan Stunting di Semarang, Selasa.
Menurut Atikoh, berumah tangga bukan hal sepele karena dibutuhkan mental yang kuat dalam menjalaninya dan melalui pembekalan pranikah dapat diketahui apakah calon pengantin sudah memahami psikologis masing-masing sehingga lebih siap dalam menciptakan ketahanan keluarga yang kuat.
Ia mengakui selama pandemi COVID-19, perkawinan anak perempuan menunjukkan tren meningkat.
Berdasarkan data dari Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah, pada 2019 tercatat perkawinan anak perempuan di bawah usia 19 tahun sebanyak 3.726 anak, pada 2020 bertambah menjadi 11.301 anak, dan meningkat kembali pada 2021 menjadi 11.686 anak.
Sementara itu, anak laki-laki usia di bawah 19 tahun yang menikah, tidak mengalami peningkatan yang berarti karena selama tiga tahun bertahan di bawah angka 2.000 kasus.
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur batas minimal umur perkawinan perempuan sama dengan laki-laki yaitu 19 sembilan belas tahun.
"Untuk itu, sosialisasi terhadap Undang-Undang Perkawinan harus terus dilakukan agar masyarakat tidak mengabaikan aturan itu. Tingginya perkawinan usia anak juga disebabkan beberapa faktor, antara lain faktor ekonomi, di mana anak dinikahkan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Ada pula faktor sosial budaya masyarakat, pendidikan, dan kasus hamil di luar nikah," ujarnya.
Oleh karena itu, pendekatan kepada kalangan remaja penting dilakukan dengan memberikan pengertian agar memiliki cita-cita setinggi langit, dan terus berupaya menggapainya sehingga fokus menjalani pendidikan demi masa depan daripada memikirkan menikah di usia muda.
"Pada remaja yang tidak punya cita-cita tinggi, biasanya akan tidak percaya diri kalau dibilang jomblo, tapi kalau cita-citanya tinggi, mereka tidak peduli dibilang jomblo, sehingga Tim Penggerak PKK bekerja sama dengan kelompok remaja terus berupaya memberikan edukasi," katanya.
Untuk mencegah perkawinan usia anak, Pemprov Jateng mengintensifkan Program “Jo Kawin Bocah” yang bertujuan melindungi anak dari perkawinan dini.
Diharapkan anak bisa berkesempatan memperoleh pendidikan yang tinggi, memiliki kesempatan tumbuh kembang yang optimal, terjaga kesehatannya baik fisik maupun mental, dan terpenting anak bisa diajarkan perencanaan keluarga.