RRI dorong kegiatan kewirausahaan garam rakyat
Purwokerto (ANTARA) - Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia (LPP RRI) mendorong kegiatanan kewirausahaan khususnya di bidang pembuatan dan distribusi garam rakyat, kata Anggota Dewan Pengawas LPPRRI Hasto Kuncoro.
"Indonesia harusnya menjadi pengekspor garam, bukan pengimpor. Tapi yang menjadi persoalan, tata niaga garam di Indonesia itu dikuasai kartel," katanya usai acara Pembekalan Kewirausahaan Pegawai RRI Purwokerto di Kantor LPP RRI Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Benny Suharsono yang merupakan Pembina Koperasi Sekunder Induk Garam Indonesia yang juga Direktur PT Anugerah Garam Indonesia.
Baca juga: BPOM diharapkan bina petani garam agar bisa pasok industri
Oleh karena dikuasai kartel, kata dia, tata niaga garam menjadi tidak bagus dan memberatkan petani garam.
"Yang kasihan petambak (petani garam, red.). Petambak di Madura ini, 'ora payu gareme' (tidak laku garamnya, red.)," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya menggandeng Benny Suharsono yang pernah menjadi salah satu direktur di PT Garam (Persero) guna menyosialisasikan dan membentuk jaringan pemasaran garam rakyat dengan melibatkan pegawai LPP RRI yang tersebar di 90 kota.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya ingin membangkitkan jiwa kewirausahaan baik kepada pegawai LPP RRI maupun masyarakat umum dengan menjadi "reseller" ataupun agen dari usaha garam rakyat karena ceruk pasarnya masih sangat besar.
Menurut dia, kegiatan tersebut digelar di lima kantor LPP RRI secara bergilir, yakni Semarang, Solo, Madiun, Purwokerto, dan Yogyakarta.
"Jadi, selain Pak Benny memberikan pembekalan kepada karyawan RRI agar menjadi wirausaha khususnya bisnis garam rakyat ini, Pak Benny juga sosialisasi melalui dialog interaktif di RRI," jelasnya.
Sementara itu, Pembina Koperasi Sekunder Induk Garam Indonesia Benny Suharsono mengatakan pihaknya berupaya menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai kegunaan garam rakyat.
"Garam rakyat adalah garam yang diproduksi lokal. Garam-garam ini sekarang sedang mampat, tidak bisa dijual karena arus impor yang terlalu besar," katanya.
Menurut dia, pembekalan kewirausahaan bagi pegawai LPP RRI tersebut merupakan bagian dari upaya untuk membuat mata rantai distribusi garam rakyat ke bawah.
"Saya bisa produksi kalau enggak ada yang jual kan enggak bisa. Kenapa enggak memanfaatkan (pegawai RRI), sekarang ASN pensiun pada usia 58 tahun, padahal rata-rata hidup orang Indonesia menurut data statistik nasional itu sudah 68-69 tahun, jadi ada jeda 10 tahun yang bisa dimanfaatkan," jelasnya.
Ia mengatakan dengan pembekalan tersebut, pegawai LPP RRI mendapatkan pengetahuan dan paling tidak bisa menularkan kepada yang lain.
Lebih lanjut, Benny mengatakan produksi garam di Indonesia pada musim normal maksimal 3 juta ton dengan harga di tingkat petambak sekitar Rp250-Rp300 per kilogram.
"Padahal harga pokoknya di petambak itu Rp450 per kilogram. Masak petambak kita suruh rugi terus," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya melalui asosiasi dan jaringan-jaringan yang ada mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan harga pembelian garam minimal Rp700 per kilogram sehingga masih memberikan keuntungan kepada petambak.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan agar petambak tetap bisa hidup karena jika petambaknya mati, akan 100 persen tergantung pada impor.
Baca juga: Mahasiswa UNS ciptakan teknologi produksi garam kilat, hanya 1-2 jam
"Indonesia harusnya menjadi pengekspor garam, bukan pengimpor. Tapi yang menjadi persoalan, tata niaga garam di Indonesia itu dikuasai kartel," katanya usai acara Pembekalan Kewirausahaan Pegawai RRI Purwokerto di Kantor LPP RRI Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Jumat.
Kegiatan tersebut menghadirkan narasumber Benny Suharsono yang merupakan Pembina Koperasi Sekunder Induk Garam Indonesia yang juga Direktur PT Anugerah Garam Indonesia.
Baca juga: BPOM diharapkan bina petani garam agar bisa pasok industri
Oleh karena dikuasai kartel, kata dia, tata niaga garam menjadi tidak bagus dan memberatkan petani garam.
"Yang kasihan petambak (petani garam, red.). Petambak di Madura ini, 'ora payu gareme' (tidak laku garamnya, red.)," katanya.
Terkait dengan hal itu, dia mengatakan pihaknya menggandeng Benny Suharsono yang pernah menjadi salah satu direktur di PT Garam (Persero) guna menyosialisasikan dan membentuk jaringan pemasaran garam rakyat dengan melibatkan pegawai LPP RRI yang tersebar di 90 kota.
Dalam hal ini, kata dia, pihaknya ingin membangkitkan jiwa kewirausahaan baik kepada pegawai LPP RRI maupun masyarakat umum dengan menjadi "reseller" ataupun agen dari usaha garam rakyat karena ceruk pasarnya masih sangat besar.
Menurut dia, kegiatan tersebut digelar di lima kantor LPP RRI secara bergilir, yakni Semarang, Solo, Madiun, Purwokerto, dan Yogyakarta.
"Jadi, selain Pak Benny memberikan pembekalan kepada karyawan RRI agar menjadi wirausaha khususnya bisnis garam rakyat ini, Pak Benny juga sosialisasi melalui dialog interaktif di RRI," jelasnya.
Sementara itu, Pembina Koperasi Sekunder Induk Garam Indonesia Benny Suharsono mengatakan pihaknya berupaya menyosialisasikan kepada masyarakat mengenai kegunaan garam rakyat.
"Garam rakyat adalah garam yang diproduksi lokal. Garam-garam ini sekarang sedang mampat, tidak bisa dijual karena arus impor yang terlalu besar," katanya.
Menurut dia, pembekalan kewirausahaan bagi pegawai LPP RRI tersebut merupakan bagian dari upaya untuk membuat mata rantai distribusi garam rakyat ke bawah.
"Saya bisa produksi kalau enggak ada yang jual kan enggak bisa. Kenapa enggak memanfaatkan (pegawai RRI), sekarang ASN pensiun pada usia 58 tahun, padahal rata-rata hidup orang Indonesia menurut data statistik nasional itu sudah 68-69 tahun, jadi ada jeda 10 tahun yang bisa dimanfaatkan," jelasnya.
Ia mengatakan dengan pembekalan tersebut, pegawai LPP RRI mendapatkan pengetahuan dan paling tidak bisa menularkan kepada yang lain.
Lebih lanjut, Benny mengatakan produksi garam di Indonesia pada musim normal maksimal 3 juta ton dengan harga di tingkat petambak sekitar Rp250-Rp300 per kilogram.
"Padahal harga pokoknya di petambak itu Rp450 per kilogram. Masak petambak kita suruh rugi terus," katanya.
Oleh karena itu, kata dia, pihaknya melalui asosiasi dan jaringan-jaringan yang ada mengusulkan kepada pemerintah untuk memberikan harga pembelian garam minimal Rp700 per kilogram sehingga masih memberikan keuntungan kepada petambak.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan agar petambak tetap bisa hidup karena jika petambaknya mati, akan 100 persen tergantung pada impor.
Baca juga: Mahasiswa UNS ciptakan teknologi produksi garam kilat, hanya 1-2 jam