Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis mata RSUI Anissa Nindhyatriayu Witjaksono mengatakan penggunaan gawai semisal smartphone atau laptop untuk keperluan belajar di masa adaptasi kebiasaan baru seperti yang banyak dilakukan anak-anak saat ini tidak akan berdampak secara langsung pada mata (menjadi minus).
Namun, dia mengingatkan perlunya pengaturan jarak penggunaannya karena near-work activity yang mempengaruhi perkembangan miopia, akibat adanya kecenderungan untuk melihat benda, termasuk gawai dalam jarak terlalu dekat.
“Penggunaan gadget tidak menjadi masalah sepanjang penggunaan tersebut tidak berlangsung lama. Namun jika terlalu lama akibatnya dapat membuat mata cenderung menjadi lelah. Hal ini dikarenakan biasanya anak-anak (dan juga orang dewasa) menatap gadget dalam membuat frekuensi berkedip berkurang," kata Anissa dalam siaran persnya, ditulis Minggu.
Menurut dia, pada keadaan normal mata manusia normalnya berkedip 15 kali per menit. Namun, cahaya gawai bisa menyebabkan orang hanya berkedip 5-7 kali per menit dan inilah yang menyebabkan mata menjadi lelah.
Ada beberapa solusi yang bisa dilakukan, yakni melakukan metode 20-20-20 yakni 20 menit melihat gawai, lalu 20 detik istirahat melihat atap langit-langit atau benda jauh sekitar 6 meter (20 kaki).
Pada anak, Anissa merekomendasikan penggunaan gawai hanya difokuskan untuk keperluan sekolah, sementara untuk aktivitas hiburan sebaiknya dialihkan dengan aktivitas lain.
Hal ini salah satunya demi menghindari terjadinya kelainan refraksi, atau kondisi dimana gambaran benda yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan tepat di retina. Akibatnya, bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam.
Kelainan refraksi dibagi menjadi tiga yaitu rabun jauh (miopi), rabun dekat (hiperopia) dan astigmatisma (mata silinder).
“Kelainan refraksi merupakan kelainan mata terbanyak di masyarakat, tak terkecuali dengan anak-anak. Ada beberapa gejala kelainan refraksi pada anak yang dapat menjadi acuan orang tua yaitu pandangan buram, mengernyitkan dahi saat melihat, mendekatkan mata saat membaca dan prestasi di sekolah menurun. Jika anak-anak mengalami salah satu gejala tersebut tentunya orangtua harus segera mewaspadai.” ujar Anissa.
Kelainan refraksi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau kebiasaan. Pada faktor lingkungan, dipengaruhi oleh aktivitas luar, jarak baca dan pencahayaan saat membaca.
Hasil penelitian menunjukan, anak yang memiliki waktu 40 menit bermain di luar per hari dapat mengurangi resiko progresivitas miopia (rabun jauh).
Berita Terkait
Pelaku UMKM Solo jangkau pasar lebih luas optimalkan gawai
Selasa, 9 Mei 2023 15:43 Wib
Distributor gawai asal Semarang jadi sponsor PSIS
Kamis, 14 Juli 2022 23:50 Wib
Gawai pintar untuk alat pembelajaran daring
Senin, 19 Juli 2021 18:18 Wib
Wali Kota Surakarta bagikan gawai di kegiatan Mider Projo terakhir
Sabtu, 6 Februari 2021 6:09 Wib
Pemkot Surakarta masih terus bagikan gawai
Sabtu, 9 Januari 2021 17:03 Wib
Peneliti: Beli HP jadi alasan anak di desa ini bekerja di kebun sawit
Rabu, 26 Agustus 2020 20:25 Wib
Legislator Jateng mendorong dana BOS digunakan beli gawai untuk pelajar
Sabtu, 25 Juli 2020 3:45 Wib
Pemerintah diminta beri solusi keterbatasan internet dan gawai saat pembelajaran daring
Jumat, 24 Juli 2020 11:41 Wib