"Para guru dapat menyelipkan materi kebencanaan dalam pelajaran mereka," kata Ganjar saat menjadi pembicara dalam Dialog Interaktif Mitigasi Bencana di Semarang, Kamis.
Ganjar mencontohkan, seorang guru mata pelajaran biologi bisa menjelaskan pohon apa yang bisa membantu menahan bencana serta bahaya penggundulan hutan apa saja.
Terkait dengan sebutan Jateng sebagai supermarket bencana karena hampir semua bencana alam bisa terjadi di provinsi beribu kota Semarang ini, Ganjar berpendapat bahwa masyarakat harus memahaminya jika bencana itu disebabkan kondisi alam.
Baca juga: Kurangi sampah plastik, Ganjar dorong penggunaan plastik ramah lingkungan
Dengan demikian, lanjut Ganjar, sebagai manusia harus berharmonisasi terhadap alam dan lingkungan sekitar.
"Kepedulian terhadap alam, harus didorong kepada masyarakat untuk lebih peduli, misalnya dengan mencegah melalui pendidikan dan pelatihan," ujarnya.
Selain itu, perguruan tinggi juga bisa dilibatkan karena memiliki beragam metode cara untuk menyampaikan kepada masyarakat, bahkan desa tanggap bencana pun dapat terwujud di berbagai daerah rawan bencana yang ada di Jateng.
Ganjar menyebutkan kearifan lokal masyarakat di Jateng terkait dengan mitigasi bencana sebenarnya sudah dilakukan sejak dulu.
"Sebagai kearifan lokal, sebenarnya kita sudah memiliki cara mitigasi bencana, namanya ilmu "titen" seperti ketika hewan turun dari gunung, masyarakat sudah bersiap-siap akan terjadi gunung meletus atau erupsi, jika pintu dan jendela rumah tidak bisa dibuka atau ditutup, berarti ada gempa, bahkan di Pemalang, jika terjadi gempa, masyarakat akan menancapkan alat penumbuk beras atau 'alu janda' ke empat sudut desa agar gempa berhenti," katanya. (LHP)
Baca juga: Ganjar usulkan kampung Flinstone dan Jurassic Park di Sangiran