Jakarta, ANTARA JATENG - Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra
menyatakan bahwa Undang-Undang Ormas hasil pengesahan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang baru saja
disahkan masih banyak problematikanya.
"Perppu ini kan memang banyak problematik di dalamnya itu. Kemarin
sudah diuji di Mahkamah Konstitusi tapi sayang didahului oleh DPR, jadi
kalau sudah didahului DPR sudah jadi Undang-Undang," kata Yusril seusai
menghadiri upacara peringatan Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) di gedung
Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Senin.
Ia pun menyatakan setelah Undang-Undang Ormas itu, maka permohonan
gugatan uji materi Perppu Ormas hanya bisa menguji dari sisi materinya
saja.
"Kembali kepada pemohon apakah akan kembali menguji
Undang-Undangnya walaupun sudah ada berbeda pengujiannya. Jadi, ini
hanya menguji materilnya tetapi tidak menguji formilnya, formilnya kan
pada Kementerian memaksa atau tidak," kata Yusril.
Menurut dia, kemungkinan dalam waktu dekat ini, Mahkamah Konstitusi
akan mengeluarkan penetapan bahwa sidang uji materi Perppu itu
dihentikan karena sudah kehilangan objeknya.
"Jadi, mantan pengurus HTI mengatakan kepada saya akan kembali
menguji Undang-Undangnya, ya tetapi masih menunggu kapan ini disahkan,
kapan diundangkan oleh Presiden dan nanti kalau sudah siap baru diuji
lagi ke MK," kata mantan Menteri Hukum dan Perundang-Undangan periode
2001-2004 itu.
Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa catatan revisi Undang-Undang Ormas yang paling utama terdapat pada Pasal 59 ayat 4.
Adapun isi Pasal 59 ayat 5 bahwa ormas dilarang:
a. Menggunakan nama, lambang, bendera atau simbol organisasi yang
mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama,
lambang, bendera atau simbol organisasi gerakan separatis atau
organisasi terlarang.
b. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan/atau
c. Menganut, mengembangkan serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Selain itu, Yusril juga mempermasalahkan soal peniadaan dari
kewenangan pengadilan untuk menilah apakah ormas itu bertentangan dengan
Pancasila atau tidak.
"Kemudian peniadaan dari kewenangan pengadilan untuk menilai apakah
betul ormas itu mengembangkan atau mengajarkan menganut paham
bertentangan Pancasila atau tidak. Itu yang paling penting," ucap
Yusril.
Sebelumnya, DPR RI melalui rapat paripurna akhirnya memutuskan
menyetujui Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Ormas menjadi undang-undang
melalui mekanisme voting terbuka fraksi.
"Dari hasil voting
terbuka, sebanyak 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju, serta
sebanyak 131 anggota dari tiga fraksi menyatakan tidak setuju. Anggota
yang hadir seluruhnya sebanyak 445 orang," kata Wakil Ketua DPR RI Fadli
Zon saat memimpin rapat paripurna lanjutan di Gedung MPR/DPR/DPD RI,
Jakarta, Selasa (24/10).