Pemkot Magelang Hidupkan Tradisi Pasar Paingan Masjid Kauman
Magelang, Antara Jateng - Pemerintah Kota Magelang, Jawa Tengah, memutuskan untuk menghidupkan lagi tradisi Pasar Tiban Paingan yang waktunya bersamaan dengan rutinitas umat Islam menjalani pengajian setiap Minggu Paing di Masjid Agung Kauman kota setempat.
"Ditata di alun-alun sebelah barat, sepanjang separuh jalannya itu, 'ndak' apa-apa. Tradisionalnya harus kita pertahankan, nuansanya menuju keagamaan. Boleh berdagang dari mana saja," kata Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito di Magelang, Kamis (1/9) malam.
Ia mengatakan hal itu setelah pertemuan dengan para pegiat sosial, pemerhati budaya, seniman, pecinta sejarah dan cagar budaya yang menamakan diri Forum Masyarakat Peduli Paingan dengan koordinator Danu Wiratmoko.
Para pegiat tersebut, selama sekitar empat bulan terakhir berjuang mempertahankan Pasar Paingan berkaitan dengan pengajian di Masjid Kauman di kawasan Alun-Alun Kota Magelang setiap Minggu Paing (35 hari sekali) dari rencana pemkot memindahkan pedagang ke Lapangan Rindam IV/Diponegoro, sekitar 1,5 kilometer dari alun-alun setempat.
Pengajian yang kemudian melahirkan tradisi pasar tiban itu telah dirintis oleh para ulama berpengaruh di Magelang sejak sekitar 1958, sedangkan Pemkot melalui Dinas Pengelolaan Pasar pada April 2016 mengeluarkan surat edaran yang intinya memindahkan aktivitas pedagang itu ke Lapangan Rindam IV/Diponegoro mulai 31 Juli 2016. Lapangan itu setiap Minggu untuk kegiatan Car Free Day.
Sigit mengatakan pedagang pasar tiban boleh beraktivitas lagi mulai Minggu (4/9) dengan para pegiat forum tersebut yang selama ini mengumandangkan perjuangan mereka menolak pemindahan pedagang dengan "tagline" "Save Pahingan", turut terlibat dalam penataan.
Sebelumnya, aktivitas pedagang Pasar Paingan berkembang, terutama trotoar kawasan selatan dan barat alun-alun, serta sebagian masuk alun-alun, sedangkan mulai Minggu (4/9) akan ditata di kawasan barat alun-alun atau separuh jalan sepanjang depan Masjid Kauman, sedangkan arus lalu lintas dialihkan melalui jalur lain oleh petugas.
Ia menyebut pertemuan pihak pemkot dengan para pegiat utama forum itu sebagai menemukan kesamaan persepsi antara kedua pihak. Semula, pemkot memindahkan pedagang agar kawasan alun-alun tetap besih, rapi, dan indah, sedangkan forum itu berpandangan bahwa Pasar Paingan dengan pengajian Masjid Kauman sebagai suatu kesatuan dan kekayaan budaya tak bendawi yang menjadi kekhasan Kota Magelang.
Ia mengemukakan tentang hikmah yang bisa dipetik semua pihak, termasuk masyarakat luas, atas persoalan Pasar Paingan yang tidak lepas dari proses pendidikan masyarakat untuk menjadi semakin cerdas.
"Kita sudah jauh melangkah, citra 'Kota Cerdas' itu indikatornya banyak, tertib, 'zoning'. Dengan bertemu begini terjadi pencerahan yang baik, persepsi yang sama. Yang penting dilestarikan positif," katanya.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Paingan Danu Wiratmoko mengapresiasi kehendak baik pemkot melestarikan tradisi budaya masyarakat setempat terkait dengan persoalan Pasar Paingan.
"Saya mengambil ikhtikat baik dari pemkot. Tadi Pak Wali sudah secara terucap akan terus melestarikan tradisi, kita apresiasi dengan baik. Ranah kami mempertahankan budaya, urusan teknis penataan itu pemkot," katanya.
Pihaknya menyatakan akan membantu upaya penataan pedagang Pasar Paingan yang tentu disertai dengan berbagai evaluasi agar Magelang sebagai "Kota Jasa" dan "Kota Budaya" sungguh-sungguh terwujud.
Ia menyebut keputusan pemkot menghidupkan kembali Pasar Paingan sebagai terobosan yang baik sehingga masyarakat menjadi lega, sedangkan pedagang dipersilakan berbondong-bondong datang berjualan lagi mulai Minggu Paing (4/9) sambil "ngalab" (memperoleh, red.) berkah dari pengajian Masjid Kauman.
Terkait dengan hikmah atas persoalan Pasar Paingan, ia mengemukakan tentang pentingnya tradisi budaya masyarakat untuk terus menerus dijaga dan dilestarikan.
"Kalau hilang, hampir hilang, atau terancam hilang, kita itu baru sadar kalau itu penting, kalau itu menjadi hal yang 'ngageni' (dirindukan, red.). Apalagi ini (Pasar Paingan, red.) sifatnya 'intangible' (budaya tak bendawi, red.)," katanya.
"Ditata di alun-alun sebelah barat, sepanjang separuh jalannya itu, 'ndak' apa-apa. Tradisionalnya harus kita pertahankan, nuansanya menuju keagamaan. Boleh berdagang dari mana saja," kata Wali Kota Magelang Sigit Widyonindito di Magelang, Kamis (1/9) malam.
Ia mengatakan hal itu setelah pertemuan dengan para pegiat sosial, pemerhati budaya, seniman, pecinta sejarah dan cagar budaya yang menamakan diri Forum Masyarakat Peduli Paingan dengan koordinator Danu Wiratmoko.
Para pegiat tersebut, selama sekitar empat bulan terakhir berjuang mempertahankan Pasar Paingan berkaitan dengan pengajian di Masjid Kauman di kawasan Alun-Alun Kota Magelang setiap Minggu Paing (35 hari sekali) dari rencana pemkot memindahkan pedagang ke Lapangan Rindam IV/Diponegoro, sekitar 1,5 kilometer dari alun-alun setempat.
Pengajian yang kemudian melahirkan tradisi pasar tiban itu telah dirintis oleh para ulama berpengaruh di Magelang sejak sekitar 1958, sedangkan Pemkot melalui Dinas Pengelolaan Pasar pada April 2016 mengeluarkan surat edaran yang intinya memindahkan aktivitas pedagang itu ke Lapangan Rindam IV/Diponegoro mulai 31 Juli 2016. Lapangan itu setiap Minggu untuk kegiatan Car Free Day.
Sigit mengatakan pedagang pasar tiban boleh beraktivitas lagi mulai Minggu (4/9) dengan para pegiat forum tersebut yang selama ini mengumandangkan perjuangan mereka menolak pemindahan pedagang dengan "tagline" "Save Pahingan", turut terlibat dalam penataan.
Sebelumnya, aktivitas pedagang Pasar Paingan berkembang, terutama trotoar kawasan selatan dan barat alun-alun, serta sebagian masuk alun-alun, sedangkan mulai Minggu (4/9) akan ditata di kawasan barat alun-alun atau separuh jalan sepanjang depan Masjid Kauman, sedangkan arus lalu lintas dialihkan melalui jalur lain oleh petugas.
Ia menyebut pertemuan pihak pemkot dengan para pegiat utama forum itu sebagai menemukan kesamaan persepsi antara kedua pihak. Semula, pemkot memindahkan pedagang agar kawasan alun-alun tetap besih, rapi, dan indah, sedangkan forum itu berpandangan bahwa Pasar Paingan dengan pengajian Masjid Kauman sebagai suatu kesatuan dan kekayaan budaya tak bendawi yang menjadi kekhasan Kota Magelang.
Ia mengemukakan tentang hikmah yang bisa dipetik semua pihak, termasuk masyarakat luas, atas persoalan Pasar Paingan yang tidak lepas dari proses pendidikan masyarakat untuk menjadi semakin cerdas.
"Kita sudah jauh melangkah, citra 'Kota Cerdas' itu indikatornya banyak, tertib, 'zoning'. Dengan bertemu begini terjadi pencerahan yang baik, persepsi yang sama. Yang penting dilestarikan positif," katanya.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Paingan Danu Wiratmoko mengapresiasi kehendak baik pemkot melestarikan tradisi budaya masyarakat setempat terkait dengan persoalan Pasar Paingan.
"Saya mengambil ikhtikat baik dari pemkot. Tadi Pak Wali sudah secara terucap akan terus melestarikan tradisi, kita apresiasi dengan baik. Ranah kami mempertahankan budaya, urusan teknis penataan itu pemkot," katanya.
Pihaknya menyatakan akan membantu upaya penataan pedagang Pasar Paingan yang tentu disertai dengan berbagai evaluasi agar Magelang sebagai "Kota Jasa" dan "Kota Budaya" sungguh-sungguh terwujud.
Ia menyebut keputusan pemkot menghidupkan kembali Pasar Paingan sebagai terobosan yang baik sehingga masyarakat menjadi lega, sedangkan pedagang dipersilakan berbondong-bondong datang berjualan lagi mulai Minggu Paing (4/9) sambil "ngalab" (memperoleh, red.) berkah dari pengajian Masjid Kauman.
Terkait dengan hikmah atas persoalan Pasar Paingan, ia mengemukakan tentang pentingnya tradisi budaya masyarakat untuk terus menerus dijaga dan dilestarikan.
"Kalau hilang, hampir hilang, atau terancam hilang, kita itu baru sadar kalau itu penting, kalau itu menjadi hal yang 'ngageni' (dirindukan, red.). Apalagi ini (Pasar Paingan, red.) sifatnya 'intangible' (budaya tak bendawi, red.)," katanya.