Ketua Panitia Penyelenggara FPI 2015, Heru Mataya, di Solo, Kamis, mengatakan FPI tahun ini digelar oleh Mataya Arts dan Heritage bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta, didukung Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut juga diikuti peserta seniman dan perajin payung asal luar negeri.
"FPI pertama tahun 2014 pesertanya hanya secara nasional, tetapi tahun ini, diikuti dari Thailand, Jepang dan Tiongkok," kata Heru Mataya.
Menurut Heru Mataya, FPI yang kedua tahun ini mengambil tema "Umbrella Reborn" atau payung lahir kembali dalam kebaruan artistik visual.
Menurut dia, FPI 2015 peserta nasional atau Indonesia antara lain dari Kabupaten Bau Bau Sulawesi Tenggara, Palu Sulawesi Tengah, Kuantan Singingi Riau, Padangpanjang Sumatera Barat, Bengkulu, Jakarta, Bandung, Tasikmalaya, Yogyakarta Banyumas, Solo, Pekalongan, Klaten, Bali dan Malang.
Para peserta FPI, kata dia, akan mengekspresikan karya-karya dalam agenda acara, Pasar Payung, 'Workshop', tai payung, Solo dance festival, karnaval, seresehan dan refleksi di bawah payung Indonesia.
"FPI tahun ini, ada 11 titik atau event pertunjukan untuk mengetahui budaya payung tradisional yang dikemas menjadi modern dari dari masing-masing selama tiga hari," paparnya.
Menurut dia, pihaknya yang melibatkan peserta luar negeri tahun ini, agar mereka saling mengenal juga budaya payung dari Negara Tiongkok, Jepang, dan Thailand yang juga memiliki tradisi yang sama seperti Indonesia.
"Kami tentunya kegiatan FPI selain melestarikan budaya payung Indonesia yang kini terancam punah, dan juga mengekenalkan kepada bangsa lain. Sehingga, perangjin payung dapat berkembang ke depan," tuturnya.
Menurut dia, pada kegiatan workshop akan diikuti 25 daerah termasuk peserta dari luar negeri untuk memperagakan cara membuat kerajinan payungnya.
Chen Mi, salah satu perajin payung peserta asal Tiongkok mengatakan, pihaknya sangat bangga dapat mengikuti FPI di Kota Solo, Jawa Tengah. Ternyata, di Indonesia sangat baik cara melestarikan budaya payung tradisional agar tetap eksis.
Namun, kata Chen Mi, dinegaranya payung tradisional sekarang hanya dijadikan sebagai cendera mata. Jika payung trasional dapat digunakan anak muda zaman sekarang harus dilakukan kombinasi modern.
"Payung tradisional Tiongkok ini, sudah digunakan masyarakat sejak 500 tahun lalu. Dan, sekarang harus diperbarui atau kombinasi payung modern," imbuh Chen Mi.
Menurut dia, dengan kegiatan FPI di Solo ini, sangat baik, dan pihaknya berharap dapat untuk belajar soal budaya payung di Indonesia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, Eny Tyasni Susana, mengatakan, pada kegiatan FPI tahun ini, digelar yang kedua kali dan pihaknya berharap dengan adanya peserta dari luar negeri dapat mengenalkan payung tradisional Indonesia kepada wisatawan asing.
Selain itu, pihaknya juga berharap dengan kegiatan festival payung di Solo mampu menarik wisatawan baik dari lokal maupun negara lain.
"FPI 2014 selam tiga hari mampu dikunjungi sekitar 25 ribu orang, dan tahun ini, lebih menarik dan 'go internasional", sehingga pengunjung dapat meningkat dibanding tahun sebelumnya," tambah Eny Tyasni Susana.