Temanggung (ANTARA) - Sebanyak 15 pemuda lintas agama mengikuti Peace Train Indonesia (PTI) di Temanggung pada 15-17 Januari 2021 yang diselenggarakan Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP).
Salah satu penggagas PTI, Ahmad Nurcholish, di Temanggung, Sabtu, mengatakan PTI merupakan program jalan-jalan membawa sejumlah pemuda lintas iman untuk menciptakan ruang perjumpaan agar mereka saling berinteraksi.
"Mereka bisa berbagi pengalaman, berbagi cerita sehingga di antara mereka saling mengenal dan memahami kemudian tumbuh rasa toleransi," katanya.
Ahmad Nurcholish yang juga Deputi Direktur ICRP ini, mengharapkan mereka selanjutnya saling bergandeng tangan dalam merawat kebhinnekaan dan mewujudkan perdamaian.
Menurut dia, sebelumnya Temanggung sudah direncanakan sebagai lokasi PTI, namun ada salah satu ormas yang menolak kemudian dialihkan ke Wonosobo.
Oleh karena itu, katanya, PTI ke-11 atau pertama di tengah pandemi ini bisa direalisasikan di Temanggung.
"Di Temanggung ini kami bisa belajar banyak hal, salah satunya di Dusun Krecek, Kaloran ada komunitas Buddhis Jawa yang mungkin hanya ada beberapa tempat seperti itu, karena biasanya orang Jawa itu Muslim atau Kristen dan sebagainya," katanya.
Ia menuturkan melalui program ini peserta belajar bersama tentang merawat kebhinnekaan, hidup bertetangga dengan orang-orang yang berbeda dengan semangat toleransi dan perdamaian.
Selain itu, katanya, memberikan pengalaman kepada para peserta yang berangkat dari berbagai kota dengan latar belakang agama yang berbeda untuk bisa belajar menimba ilmu dan pengalaman dari tempat-tempat yang dikunjungi.
Sebanyak 15 peserta tersebut, berasal dari Jakarta, Tangerang, Tangerang Selatan (Banten), Pontianak (Kalbar), Tomohon (Sulut), Madura (Jatim), Magelang, Salatiga, Temanggung (Jateng), Yogyakarta, dan Bandung (Jabar).
Selama di Temanggung, para peserta PTI selain mengunjungi Dusun Krecek juga mengunjungi PCNU Temanggung, Gereja Santo Petrus Paulus, kelenteng, Kalisat (Sapto Dharmo), Pabrik Radio Kayu Magno dan Sepeda Bambu, Situs Liyangan, Kandang Jaran, dan Rumah Kita.
Oleh karena kegiatan itu di tengah pandemi, katanya, peserta PTI dibatasi 15 orang, sedangkan kegiatan serupa sebelumnya setiap kali penyelenggaraan kuotanya 40 orang.
"Memang kami sudah konsultasi ke Satgas COVID-19, boleh menyelenggarakan kegiatan ini tetapi mesti dibatasi, karena itu hanya 15 orang atau 20 orang bersama panitia," katanya.
Ia menyebut meskipun terjadi pandemi COVID-19, kegiatan merawat kebhinnekaan dan perdamaian jangan sampai berhenti.
Aktivitas mengelola kebhinnekaan dan upaya mewujudkan perdamaian, kata dia, tentu menjadi hal yang penting di tengah pandemi ini.
Peserta dari Tomohon, Laurentinus, mengatakan PTI menjadi wadah perjumpaan dengan teman baru dari berbagai latar belakang.
"Saya akan membawa nilai perdamaian ke Tomohon dan membagikannya dengan teman-teman di daerah saya," katanya.