Jakarta (ANTARA) - Pneumonia bisa menyerang orang di segala usia mulai dari anak-anak hingga lansia, dengan gejala yang sering disalahartikan sebagai selesma atau pilek seperti demam, batuk, dan kehilangan nafsu makan.
Padahal, menurut Ketua Unit Kerja Koordinasi (UKK) Respirologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr.dr. Nastiti Kaswandani, selain gejala itu, penderita juga bisa mengalami sesak napas. Kemudian, berbeda dari pilek ataupun flu, napas penderita bisa tampak sangat cepat dari biasanya.
"Curigai pneumonia kalau gejalanya berlanjut, (yakni) demam 2-3 hari. Tanda penting lainnya anak terlihat napasnya lebih cepat dari biasanya, sesak napas," ujar dia dalam talk show virtual bertema "Selamatkan Anak dari Bahaya Pneumonia di Masa Pandemi", Kamis.
Nastiti mengatakan, ketika gejala seperti ini muncul, segeralah membawa penderita ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan dini dan menyelamatkan nyawanya.
Pneumonia terjadi akibat peradangan pada kantong udara (alveoli) di paru-paru karena infeksi bakteri, virus dan jamur namun yang paling umum bakteri Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), sehingga menyebabkan kantong udara itu terisi dengan cairan dan nanah.
Akibatnya, selain mengalami kesulitan bernapas, penderita juga bisa mengalami berbagai komplikasi serius mulai dari abses paru-paru, infeksi darah atau sepsis, gagal organ hingga kematian. Perjalanan gejala ini biasanya berlangsung kurang dari 14 hari.
"Paru organ penting untuk pertukaran oksigen, kalau ada gangguan di jaringan paru, terisi sel radang, maka fungsi pertukaran oksigen bisa terganggu dan anak bisa kekurangan oksigen. Kalau tidak ditangani bisa menyebabkan kematian," papar Nastiti.
Bakteri pneumococcus sendiri berpindah melalui udara misalnya ketika batuk atau bersin, darah atau permukaan terkontaminasi. Untuk melindungi diri dan infeksi bakteri ini, penerapan perilaku hidup bersih termasuk mencuci tangan dengan sabun dan menjaga sistem imun tubuh menjadi kunci penting.
Selain itu, bisa juga dengan imunisasi PCV (pneumococcal conjugate vaccine). Imunisasi ini bisa mulai diberikan pada balita di bawah usia 2 tahun hingga lansia berusia di atas 50 tahun dan untuk menentukan jadwal imunisasi yang tepat, Anda perlu berkonsultasi dulu dengan dokter.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dr. Siti Nadia Tarmizi menuturkan, pemerintah berkomitmen mencegah anak-anak di Indonesia meninggal karena penyakit khusus pneumonia.
Untuk itu, pemantauan kasus-kasus pneumonia pada anak yang ditemukan di puksesmas, klinik maupun rumah sakit terus dilakukan, sembari mengintervensi pada kasus, sehingga tak menjadi kejadian luar biasa (KLB).
"Jangan sampai KLB pneumonia, segera temukan dini kasus pneumonia melalui tools Manajemen Terpadu Balita Sakit (MBTS) untuk mendeteksi dini pneumonia di fasilitas pelayanan kesehatan," tutur dia.
Selain itu, Nadia juga mengimbau orang tua untuk memperhatikan kualitas gizi anak sejak dia dalam kandungan sehingga anak lahir dalam keadaan berat badan lahir cukup dan penuhi jadwal imunisasinya.
Kurang gizi, anak lahir dengan berat badan kurang, tidak mendapatkan ASI eksklusif, ditambah imunisasi tak lengkap dan paparan asap rokok diketahui merupakan faktor risiko seseorang termasuk anak terkena pneumonia.
Berita Terkait
Guru Besar Kedokteran UNS minta masyarakat waspadai gejala nyeri dada
Senin, 15 Januari 2024 15:15 Wib
Penanganan banjir baru sebatas sisi gejala
Minggu, 27 Agustus 2023 8:33 Wib
Inilah penyebab penderita alergi lebih banyak di perkotaan daripada pedesaan
Rabu, 12 Juli 2023 10:24 Wib
Pemkot Pekalongan minta warga kenali gejala bencana alam
Rabu, 23 November 2022 9:32 Wib
Kenali gejala dini dari hepatitis akut
Kamis, 12 Mei 2022 20:23 Wib
Orang tua perlu bersiap hadapi kemungkinan "long" COVID-19 pada anak
Kamis, 10 Maret 2022 15:03 Wib
Dokter: Nyeri dada sebelah kiri salah satu gejala serangan jantung
Minggu, 6 Februari 2022 21:42 Wib
90 persen pemain Liga 1 positif COVID-19 bergejala ringan
Rabu, 2 Februari 2022 20:42 Wib