BPJS Kesehatan beri kelonggaran peserta selama COVID-19
Solo (ANTARA) - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan memberikan kelonggaran kepada peserta atau masyarakat yang masih mempunyai tunggakan iuran selama pandemi COVID-19, sehingga status kepesertaan tetap aktif.
"BPJS Kesehatan memberikan relaksasi peserta, sehingga tunggakan dapat diaktifkan kembali hanya dengan melunasi paling banyak enam bulan saja," kata Plt Kepala Cabang BPJS Kesehatan Surakarta, Rahmad Asri Ritonga saat menyampaikan paparan Perpres 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, Selasa.
Pada acara Media Gathering "Peran Media Dalam Pendukung Keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)- Kartu Indonesia Sehat (KIS)" itu, selain Rahmad Asri Ritonga, juga dihadiri Kepala BPJS Kesehatan Cabang Boyolali Juliansyah, dan Asisten Deputi Bidang SDM Umum dan Komunikasi Publik Kanwil BPJS Kesehatan Jawa Tengah-DIY Abdul Aziz.
Rahmad Asri Ritonga menjelaskan peserta mandiri jika menunggak pembayaran iuran hingga satu tahun selama pandemi, dengan adanya kelonggaran dapat membayarkan selama enam bulan saja, dan sisanya dibayarkan pada 2021 mendatang.
Rahmad menjelaskan contoh di Surakarta dan sekitarnya berdasarkan data peserta yang menunggak hanya sekitar 19 persen selama pandemi COVID-19. Peserta sekitar 81 persen tercatat masih rutin membayar premi. Jumlah ini, diklaim sudah sesuai target meski belum 100 persen, karena belum ada penegakan hukum terkait penunggakan tersebut.
Meskipun, peserta BPJS sekarang sudah ada, tetapi mereka hanya sebatas menonaktifkan kartu kepesertaan saja. Belum dapat berpengaruh pada peserta penunggak yang tidak bisa mengakses layanan publik.
Selain itu, lanjut Rahmad, selama pandemi segala hal yang berkaitan dengan COVID-19 masuk dalam pembiayaan khusus di luar JKN. Pihaknya dalam kegiatan tes cepat dan tes usap berperan dalam melakukan verifikasi klaim terkait COVID-19.
BPJS Kesehatan yang dinilai sudah memiliki sistem, maka ditunjuk memverifikasi klaim dari rumah sakit yang kemudian dibayarkan oleh pemerintah. Karena, semua yang berkaitan dengan COVID-19 ke Gugus Tugas COVID-19, termasuk tes cepat dan tes usap.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Boyolali Juliansyah menjelaskan dampak pandemi COVID-19 di wilayah Boyolali sebanyak 6.000 peserta dari pekerja penerima upah berhenti dari kepesertaan. Mereka karyawan di sebuah perusahaan yang terkena PHK dampak COVUD-19.
Pihaknya kini melakukan pendekatan kepada perusahaan-perusahaan untuk mengetahui secara langsung bagaimana kondisinya. Banyak perusahan mulai Juni ini, mulai beralih produksinya, sehingga merekrut kembali karyawannya dan sudah mulai bergerak.
Juliansyah mengatakan jumlah peserta BPJS Kesehatan Vabang Boyolali sudah mencapai sekitar 79 persen dari jumlah penduduk dalam jiwa di wilayah ini.
"Kami tinggal 200.000 orang yang belum terkover. Kami targetkan tahun ini, bisa rekrutmen 223 ribu untuk sekmen pekerja penerima upah bersama kerja," katanya.
Menurut Juliansyah dampak COVID-19 kebijakan dengan adanya relaksasi untuk peserta mandiri sesuai Perpres No.64/2020, akan lebih memudahkan masyarakat agar tetap aktif.
Peserta mandiri dalam situasi sulit seperti pandemi ini, tidak mungkin bayar dan jumlah tunggakan hingga 24 bulan, sehingga adac kelonggaran cukup dibayar enam bulan dan sisanya dapat secara bertahan pada 2021.
"BPJS Kesehatan memberikan relaksasi peserta, sehingga tunggakan dapat diaktifkan kembali hanya dengan melunasi paling banyak enam bulan saja," kata Plt Kepala Cabang BPJS Kesehatan Surakarta, Rahmad Asri Ritonga saat menyampaikan paparan Perpres 64/2020 tentang Jaminan Kesehatan Nasional, Selasa.
Pada acara Media Gathering "Peran Media Dalam Pendukung Keberlangsungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)- Kartu Indonesia Sehat (KIS)" itu, selain Rahmad Asri Ritonga, juga dihadiri Kepala BPJS Kesehatan Cabang Boyolali Juliansyah, dan Asisten Deputi Bidang SDM Umum dan Komunikasi Publik Kanwil BPJS Kesehatan Jawa Tengah-DIY Abdul Aziz.
Rahmad Asri Ritonga menjelaskan peserta mandiri jika menunggak pembayaran iuran hingga satu tahun selama pandemi, dengan adanya kelonggaran dapat membayarkan selama enam bulan saja, dan sisanya dibayarkan pada 2021 mendatang.
Rahmad menjelaskan contoh di Surakarta dan sekitarnya berdasarkan data peserta yang menunggak hanya sekitar 19 persen selama pandemi COVID-19. Peserta sekitar 81 persen tercatat masih rutin membayar premi. Jumlah ini, diklaim sudah sesuai target meski belum 100 persen, karena belum ada penegakan hukum terkait penunggakan tersebut.
Meskipun, peserta BPJS sekarang sudah ada, tetapi mereka hanya sebatas menonaktifkan kartu kepesertaan saja. Belum dapat berpengaruh pada peserta penunggak yang tidak bisa mengakses layanan publik.
Selain itu, lanjut Rahmad, selama pandemi segala hal yang berkaitan dengan COVID-19 masuk dalam pembiayaan khusus di luar JKN. Pihaknya dalam kegiatan tes cepat dan tes usap berperan dalam melakukan verifikasi klaim terkait COVID-19.
BPJS Kesehatan yang dinilai sudah memiliki sistem, maka ditunjuk memverifikasi klaim dari rumah sakit yang kemudian dibayarkan oleh pemerintah. Karena, semua yang berkaitan dengan COVID-19 ke Gugus Tugas COVID-19, termasuk tes cepat dan tes usap.
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Boyolali Juliansyah menjelaskan dampak pandemi COVID-19 di wilayah Boyolali sebanyak 6.000 peserta dari pekerja penerima upah berhenti dari kepesertaan. Mereka karyawan di sebuah perusahaan yang terkena PHK dampak COVUD-19.
Pihaknya kini melakukan pendekatan kepada perusahaan-perusahaan untuk mengetahui secara langsung bagaimana kondisinya. Banyak perusahan mulai Juni ini, mulai beralih produksinya, sehingga merekrut kembali karyawannya dan sudah mulai bergerak.
Juliansyah mengatakan jumlah peserta BPJS Kesehatan Vabang Boyolali sudah mencapai sekitar 79 persen dari jumlah penduduk dalam jiwa di wilayah ini.
"Kami tinggal 200.000 orang yang belum terkover. Kami targetkan tahun ini, bisa rekrutmen 223 ribu untuk sekmen pekerja penerima upah bersama kerja," katanya.
Menurut Juliansyah dampak COVID-19 kebijakan dengan adanya relaksasi untuk peserta mandiri sesuai Perpres No.64/2020, akan lebih memudahkan masyarakat agar tetap aktif.
Peserta mandiri dalam situasi sulit seperti pandemi ini, tidak mungkin bayar dan jumlah tunggakan hingga 24 bulan, sehingga adac kelonggaran cukup dibayar enam bulan dan sisanya dapat secara bertahan pada 2021.