Wamendesa ingatkan kades kelola Dana Desa secara efektif
Purwokerto (ANTARA) - Wakil Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendesa PDTT) Budi Arie Setiadi mengingatkan seluruh kepala desa di Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, untuk mengelola Dana Desa secara efektif dan tepat sasaran.
Saat memberi sambutan dalam acara Dialog Interaktif di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat sore, Budi menyampaikan ciri-ciri pengelolaan Dana Desa yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran yang terjadi di beberapa daerah.
"Jadi, ciri-ciri Dana Desa yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran itu, ini tidak terjadi di Kabupaten Banyumas," katanya di hadapan ratusan kades, camat, dan pendamping desa se-Kabupaten Banyumas.
Menurut dia, ciri-ciri pertama adalah desa itu tidak transparan dan tidak ada papan pengumuman proyek.
Ciri yang kedua, kata dia, laporan realisasi sama persis dengan rencana anggaran biaya (RAB). "Biasanya kalau dalam istilah anak sekarang, 'copy paste'," katanya.
Ciri berikutnya, pengurus lembaga desa berasal dari keluarga kades semua, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mati kiri alias pasif atau makan gaji buta, kepala desa memegang semua uang sedangkan bendahara hanya berfungsi di bank saja.
Selanjutnya, perangkat desa yang jujur dan vokal biasanya "dipinggirkan", banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal meskipun anggarannya sudah tersedia, peserta musyawarah desa hanya sedikit dan orang yang hadir dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja, badan usaha milik desa (BUMDes) tidak berkembang.
Kemudian, katanya, belanja barang atau jasa dimonopoli kepala desa, tidak ada sosialisasi terkait dengan kegiatan kepada masyarakat, serta pemerintah desa marah ketika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa.
"Ciri terakhir, kepala desa dan perangkat dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya," kata Budi.
Sementara saat dialog interaktif yang dipandu Bupati Banyumas Achmad Husein, poin ke-13 atau terakhir dari ciri-ciri yang disampaikan Wamendesa itu dikritisi oleh Kades Jatisaba, Kecamatan Cilongok, Warid.
Dalam hal ini, Warid meminta supaya Wamendesa mengoreksi poin ke-13 karena banyak kades dan perangkat desa yang menjadikan surat keputusan pengangkatannya sebagai agunan di bank guna mendapatkan pinjaman untuk membangun rumah atau membeli mobil.
"Saya sendiri memasukkan SK ke BKK (BPR BKK, red.) untuk membangun rumah, perangkat desa saya juga ada yang memasukkan SK ke BKK untuk beli mobil. Tadi saya dengar kasak-kusuk di belakang, sekitar 50 persen kades juga memasukkan SK-nya ke BKK," katanya.
Terkait dengan hal itu, Wamendesa Budi mengatakan ciri-ciri pengelolaan Dana Desa tersebut tidak terjadi di Banyumas. "Ciri-ciri ini ada di tempat lain. Memang kami akui, awal-awal pengelolaan Dana Desa itu kacau," katanya.
Akan tetapi, kata dia, makin lama pengeloaan Dana Desa di berbagai wilayah Indonesia itu makin baik sehingga efektif dan tepat sasaran.
Dalam kesempatan itu, dia juga memaparkan kebijakan pemerintah terkait dengan penyaluran Dana Desa yang akan langsung masuk ke rekening desa mulai tahun 2020 dalam tiga tahap, masing-masing sebesar 40 persen, 40 persen, dan 20 persen.
Selain itu, dia juga mendorong BUMDes untuk bisa menjangkau program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikucurkan pemerintah hingga mencapai Rp190 triliun.
Sementara saat ditemui wartawan usai acara, Wamendes mengatakan Kementerian Desa dan PDTT melalui program pertanggungjawaban sosial maupun dukungan-dukungan kelembagaan yang lain bisa memberikan stimulus untuk meningkatkan perekonomian desa dengan berbagai program.
Saat memberi sambutan dalam acara Dialog Interaktif di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jumat sore, Budi menyampaikan ciri-ciri pengelolaan Dana Desa yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran yang terjadi di beberapa daerah.
"Jadi, ciri-ciri Dana Desa yang tidak efektif dan tidak tepat sasaran itu, ini tidak terjadi di Kabupaten Banyumas," katanya di hadapan ratusan kades, camat, dan pendamping desa se-Kabupaten Banyumas.
Menurut dia, ciri-ciri pertama adalah desa itu tidak transparan dan tidak ada papan pengumuman proyek.
Ciri yang kedua, kata dia, laporan realisasi sama persis dengan rencana anggaran biaya (RAB). "Biasanya kalau dalam istilah anak sekarang, 'copy paste'," katanya.
Ciri berikutnya, pengurus lembaga desa berasal dari keluarga kades semua, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) mati kiri alias pasif atau makan gaji buta, kepala desa memegang semua uang sedangkan bendahara hanya berfungsi di bank saja.
Selanjutnya, perangkat desa yang jujur dan vokal biasanya "dipinggirkan", banyak kegiatan terlambat pelaksanaanya dari jadwal meskipun anggarannya sudah tersedia, peserta musyawarah desa hanya sedikit dan orang yang hadir dari tahun ke tahun hanya itu-itu saja, badan usaha milik desa (BUMDes) tidak berkembang.
Kemudian, katanya, belanja barang atau jasa dimonopoli kepala desa, tidak ada sosialisasi terkait dengan kegiatan kepada masyarakat, serta pemerintah desa marah ketika ada yang menanyakan anggaran kegiatan dan anggaran desa.
"Ciri terakhir, kepala desa dan perangkat dalam waktu singkat, mampu membeli mobil dan membangun rumah dengan harga atau biaya ratusan juta. Padahal sumber penghasilan tidak sepadan dengan apa yang terlihat sebagai pendapatannya," kata Budi.
Sementara saat dialog interaktif yang dipandu Bupati Banyumas Achmad Husein, poin ke-13 atau terakhir dari ciri-ciri yang disampaikan Wamendesa itu dikritisi oleh Kades Jatisaba, Kecamatan Cilongok, Warid.
Dalam hal ini, Warid meminta supaya Wamendesa mengoreksi poin ke-13 karena banyak kades dan perangkat desa yang menjadikan surat keputusan pengangkatannya sebagai agunan di bank guna mendapatkan pinjaman untuk membangun rumah atau membeli mobil.
"Saya sendiri memasukkan SK ke BKK (BPR BKK, red.) untuk membangun rumah, perangkat desa saya juga ada yang memasukkan SK ke BKK untuk beli mobil. Tadi saya dengar kasak-kusuk di belakang, sekitar 50 persen kades juga memasukkan SK-nya ke BKK," katanya.
Terkait dengan hal itu, Wamendesa Budi mengatakan ciri-ciri pengelolaan Dana Desa tersebut tidak terjadi di Banyumas. "Ciri-ciri ini ada di tempat lain. Memang kami akui, awal-awal pengelolaan Dana Desa itu kacau," katanya.
Akan tetapi, kata dia, makin lama pengeloaan Dana Desa di berbagai wilayah Indonesia itu makin baik sehingga efektif dan tepat sasaran.
Dalam kesempatan itu, dia juga memaparkan kebijakan pemerintah terkait dengan penyaluran Dana Desa yang akan langsung masuk ke rekening desa mulai tahun 2020 dalam tiga tahap, masing-masing sebesar 40 persen, 40 persen, dan 20 persen.
Selain itu, dia juga mendorong BUMDes untuk bisa menjangkau program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang dikucurkan pemerintah hingga mencapai Rp190 triliun.
Sementara saat ditemui wartawan usai acara, Wamendes mengatakan Kementerian Desa dan PDTT melalui program pertanggungjawaban sosial maupun dukungan-dukungan kelembagaan yang lain bisa memberikan stimulus untuk meningkatkan perekonomian desa dengan berbagai program.