Kapten timnas sepak bola disabilitas ini cuci piring dengan upah Rp10.000/hari
Temanggung (ANTARA) - Marita Ariani, kapten tim nasional sepak bola penyandang disabilitas intelektual putri yang juga mantan penerima manfaat Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Intelektual (BBRSPDI) Temanggung, ingin mempunyai pekerjaan tetap.
Marita (20) mengatakan dia sudah yatim piatu sejak TK dan tinggal bersama neneknya, Sutinah (81), di Kampung Mujahidin, Kelurahan Giyanti, Kabupaten Temanggung.
Untuk menyambung hidup sehari-hari dia ikut membantu meracik bahan masakan atau mencuci piring di sebuah warung milik tetangga.
"Saya mendapat upah sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000 sehari, kalau upah saya tidak memandang berapa, yang penting bisa makan sehari-hari," kata dia di Temanggung, Kamis.
Baca juga: Dibatalkan jadi CPNS, Kementerian: Terjadi diskriminasi terhadap dokter disabilitas
Ia bercerita sebelum dipilih masuk tim sepak bola, dia lebih fokus kepada olah raga lari. "Awalnya saya ikut tim kelimaan nasional, semula mengikuti futsal di Semarang dan Riau," kata dia.
Ia memperkuat tim nasional dalam berbagai pertandingan internasional, antara lain di Abu Dhabi, Malaysia, Filipina, dan India.
Baca juga: Kemensos dorong perusahaan rekrut karyawan dari penyandang disabilitas
"Saya posisi sebagai striker dan kapten tim, dari sejumlah pertandingan internasional tersebut tim saya pernah medapat medali emas, perak, dan perunggu," kata Marita.
Indonesia mendapatkan medali emas di Malaysia pada November 2017 dan India 2019, kemudian runner up di Abu Dhabi 2019.
"Pertandingan paling seru waktu melawan Ukraina saat bermain di Abu Dhabi dan India. Waktu di Abu Dhabi juara 2 dengan skor 1-2 dan di India skor 3-1 untuk Indonesia. Waktu bermain di Abu Dhabi tahun 2018 saya dapat bonus Rp10 juta," kenang dia.
Ia berharap bisa bertemu dengan Bupati Temanggung dan diberi pekerjaan tetap.
"Saya tidak menyesal dengan kondisi sekarang, saya sudah bangga bisa sampai ke mana-mana berkat sepak bola. Saya sekarang butuh pekerjaan tetap," kata Marita.
Baca juga: Peduli difabel, Jateng terapkan desa inklusi
Marita (20) mengatakan dia sudah yatim piatu sejak TK dan tinggal bersama neneknya, Sutinah (81), di Kampung Mujahidin, Kelurahan Giyanti, Kabupaten Temanggung.
Untuk menyambung hidup sehari-hari dia ikut membantu meracik bahan masakan atau mencuci piring di sebuah warung milik tetangga.
"Saya mendapat upah sekitar Rp10.000 hingga Rp20.000 sehari, kalau upah saya tidak memandang berapa, yang penting bisa makan sehari-hari," kata dia di Temanggung, Kamis.
Baca juga: Dibatalkan jadi CPNS, Kementerian: Terjadi diskriminasi terhadap dokter disabilitas
Ia bercerita sebelum dipilih masuk tim sepak bola, dia lebih fokus kepada olah raga lari. "Awalnya saya ikut tim kelimaan nasional, semula mengikuti futsal di Semarang dan Riau," kata dia.
Ia memperkuat tim nasional dalam berbagai pertandingan internasional, antara lain di Abu Dhabi, Malaysia, Filipina, dan India.
Baca juga: Kemensos dorong perusahaan rekrut karyawan dari penyandang disabilitas
"Saya posisi sebagai striker dan kapten tim, dari sejumlah pertandingan internasional tersebut tim saya pernah medapat medali emas, perak, dan perunggu," kata Marita.
Indonesia mendapatkan medali emas di Malaysia pada November 2017 dan India 2019, kemudian runner up di Abu Dhabi 2019.
"Pertandingan paling seru waktu melawan Ukraina saat bermain di Abu Dhabi dan India. Waktu di Abu Dhabi juara 2 dengan skor 1-2 dan di India skor 3-1 untuk Indonesia. Waktu bermain di Abu Dhabi tahun 2018 saya dapat bonus Rp10 juta," kenang dia.
Ia berharap bisa bertemu dengan Bupati Temanggung dan diberi pekerjaan tetap.
"Saya tidak menyesal dengan kondisi sekarang, saya sudah bangga bisa sampai ke mana-mana berkat sepak bola. Saya sekarang butuh pekerjaan tetap," kata Marita.
Baca juga: Peduli difabel, Jateng terapkan desa inklusi