BI: Perlu sumber devisa instan untuk pacu pertumbuhan
Solo (Antaranews Jateng) - Bank Indonesia menyatakan pemerintah memerlukan sumber devisa instan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Untuk mengatasi defisit neraca berjalan memang perlu dicari sumber devisa yang sekiranya instan," kata Deputi BI Kantor Perwakilan Surakarta Bidang Advisori dan Pengembangan Ekonomi Daerah Taufik Amrozy di Solo, Jumat.
Menurut dia, salah satu sumber devisa instan yang potensial untuk didorong yaitu sektor pariwisata. Ia mengatakan sejauh ini sudah cukup banyak contoh negara yang berhasil mengandalkan sektor tersebut untuk perekonomian yang lebih baik, di antaranya Malaysia dan Thailand.
Ia mengatakan terkait hal itu, pemerintah Indonesia sudah cukup berhasil. Terbukti, pada "World Top 25 Destination" tahun 2017, Bali menempati peringkat pertama. Pada saat itu, Bali mampu mengalahkan New York, Paris, dan London yang selama ini menjadi destinasi wisata favorit wisatawan.
"Artinya, Indonesia mampu mem'branding' Bali sebagai destinasi wisata yang layak dikunjungi oleh wisatawan asing. Melihat keberhasilan tersebut, saat ini pemerintah sedang menggarap 10 destinasi wisata lain yang disebut dengan 'New Bali'," katanya.
Adapun, 10 destinasi wisata tersebut yaitu Danau Toba, Belitung, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Candi Borobudur, Gunung Bromo, Mandalika, Pulau Komodo, Taman Nasional Wakatobi, dan Morotai.
Senada, Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bandoe Widiarto mengatakan sektor pariwisata terus didorong untuk menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi.
"Tetapi memang sampai saat ini masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yaitu aksesibilitas, amenitas, atraksi, dan promosi," katanya.
Sementara itu, hingga akhir tahun ini BI memprediksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri di kisaran 5-5,4 persen. Sedangkan untuk Soloraya, pihaknya memprediksikan angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3-5,7 persen.
"Untuk mengatasi defisit neraca berjalan memang perlu dicari sumber devisa yang sekiranya instan," kata Deputi BI Kantor Perwakilan Surakarta Bidang Advisori dan Pengembangan Ekonomi Daerah Taufik Amrozy di Solo, Jumat.
Menurut dia, salah satu sumber devisa instan yang potensial untuk didorong yaitu sektor pariwisata. Ia mengatakan sejauh ini sudah cukup banyak contoh negara yang berhasil mengandalkan sektor tersebut untuk perekonomian yang lebih baik, di antaranya Malaysia dan Thailand.
Ia mengatakan terkait hal itu, pemerintah Indonesia sudah cukup berhasil. Terbukti, pada "World Top 25 Destination" tahun 2017, Bali menempati peringkat pertama. Pada saat itu, Bali mampu mengalahkan New York, Paris, dan London yang selama ini menjadi destinasi wisata favorit wisatawan.
"Artinya, Indonesia mampu mem'branding' Bali sebagai destinasi wisata yang layak dikunjungi oleh wisatawan asing. Melihat keberhasilan tersebut, saat ini pemerintah sedang menggarap 10 destinasi wisata lain yang disebut dengan 'New Bali'," katanya.
Adapun, 10 destinasi wisata tersebut yaitu Danau Toba, Belitung, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Candi Borobudur, Gunung Bromo, Mandalika, Pulau Komodo, Taman Nasional Wakatobi, dan Morotai.
Senada, Kepala BI Kantor Perwakilan Surakarta Bandoe Widiarto mengatakan sektor pariwisata terus didorong untuk menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi.
"Tetapi memang sampai saat ini masih ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan, yaitu aksesibilitas, amenitas, atraksi, dan promosi," katanya.
Sementara itu, hingga akhir tahun ini BI memprediksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri di kisaran 5-5,4 persen. Sedangkan untuk Soloraya, pihaknya memprediksikan angka pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,3-5,7 persen.