SMA Seminari Mertoyudan gelar sidang akademi istimewa
Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan calon imam tingkat menengah dalam mendidik peserta didiknya yang merupakan kaum remaja
Magelang (Antaranews Jateng) - Sekolah Menengah Atas Seminari Mertoyudan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Senin, menggelar Sidang Akademi Istimewa 2018 yang diikuti panelis dari SMA Syubbanul Wathon, SMA Pangudi Luhur Van Lith, dan SMA Seminari Mertoyudan.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Olahraga SMA Seminari Mertoyudan tersebut dengan mengambil tema "Pendidikanku Kini, Bangsaku Nanti".
Peserta Sidang Akademi Istimewa selain para siswa dari SMA Syubbanul Wathon Tegalrejo, SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, dan SMA Seminari Mertoyudan juga siswa dari SMA Santa Maria Yogyakarta serta SMA Sedes Sapientiae Bedono Kabupaten Semarang.
Ketua Panitia Sidang Akademi Istimewa 2018, V. Seto, mengatakan Sidang Akademi Istimewa ini merupakan kegiatan rutin dua tahunan yang diselenggarakan SMA Seminari Mertoyudan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyampaikan pendapat di depan forum.
"Melalui kegiatan ini kita juga bisa mengenal sistem pendidikan yang ada di sekolah lain, apa saja keunggulan yang dimiliki suatu sekolah," katanya.
Menurut dia, setiap penyelenggaraan Sidang Akademi Istimewa, pesertanya selalu berganti sekolah.
"Sebenarnya tahun ini kami juga mengundang dari SMA Taruna Nusantara Magelang dan SMA Negeri 1 Magelang sebagai panelis, namun tidak bisa hadir," katanya.
Pada kegiatan tersebut perwakilan panelis menyampaikan visi, misi, dan tujuan sekolah masing-masing. Mereka juga diminta menyampaikan keunggulan dari sekolahnya.
Ahmad Faiz Mustangin dari SMA Syubbanul Wathon Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang mengatakan dalam ranah pendidikan, sekolah berbasis pesantren menjadi salah satu jawaban dari peran pendidikan untuk hidup bukan hanya untuk sekolah.
Ia menuturkan SMA Syubbanul Wathon hadir sebagai salah satu pendidikan yang memegang teguh kaidah keagamaan terkait peribadatan, pembentukan akhlaqul karimah, penguatan jiwa spiritual melalui istilah riyadlotunnafsi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta tidak melupakan pendidikan yang mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan umum dan perkembangan teknologi.
Gabriela Junisa Lasse dari SMA Pangudi Luhur Van Lith Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang mengatakan di sekolahnya terdapat dua kurikulum yang dijalani, yaitu kurikulum nasional dan kurikulum pengembangan.
"Di satu sisi, peserta didik menjalani pelajaran di kelas, namun juga disibukkan dengan berbagai kegiatan di luar pelajaran formal yang disusun dalam program pengembangan spiritualitas dan program kerja bidang kesiswaan," katanya.
Agustinus Yosef Nainggolan dari SMA Seminari mengatakan seminari menengah merupakan lembaga pendidikan calon imam tingkat menengah perlu mendidik seminaris yang juga remaja.
Ia menuturkan remaja saat ini mengalami penurunan nilai moral yang tercermin dalam tindakan gaya hidup bebas, seperti sikap hedonis, merokok, kecanduan "game", dan narkoba hingga seks bebas.
"Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan calon imam tingkat menengah dalam mendidik peserta didiknya yang merupakan kaum remaja," katanya.
Kegiatan yang berlangsung di Gedung Olahraga SMA Seminari Mertoyudan tersebut dengan mengambil tema "Pendidikanku Kini, Bangsaku Nanti".
Peserta Sidang Akademi Istimewa selain para siswa dari SMA Syubbanul Wathon Tegalrejo, SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, dan SMA Seminari Mertoyudan juga siswa dari SMA Santa Maria Yogyakarta serta SMA Sedes Sapientiae Bedono Kabupaten Semarang.
Ketua Panitia Sidang Akademi Istimewa 2018, V. Seto, mengatakan Sidang Akademi Istimewa ini merupakan kegiatan rutin dua tahunan yang diselenggarakan SMA Seminari Mertoyudan untuk mengembangkan kemampuan siswa menyampaikan pendapat di depan forum.
"Melalui kegiatan ini kita juga bisa mengenal sistem pendidikan yang ada di sekolah lain, apa saja keunggulan yang dimiliki suatu sekolah," katanya.
Menurut dia, setiap penyelenggaraan Sidang Akademi Istimewa, pesertanya selalu berganti sekolah.
"Sebenarnya tahun ini kami juga mengundang dari SMA Taruna Nusantara Magelang dan SMA Negeri 1 Magelang sebagai panelis, namun tidak bisa hadir," katanya.
Pada kegiatan tersebut perwakilan panelis menyampaikan visi, misi, dan tujuan sekolah masing-masing. Mereka juga diminta menyampaikan keunggulan dari sekolahnya.
Ahmad Faiz Mustangin dari SMA Syubbanul Wathon Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang mengatakan dalam ranah pendidikan, sekolah berbasis pesantren menjadi salah satu jawaban dari peran pendidikan untuk hidup bukan hanya untuk sekolah.
Ia menuturkan SMA Syubbanul Wathon hadir sebagai salah satu pendidikan yang memegang teguh kaidah keagamaan terkait peribadatan, pembentukan akhlaqul karimah, penguatan jiwa spiritual melalui istilah riyadlotunnafsi, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, dan keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat serta tidak melupakan pendidikan yang mengimbangi perkembangan ilmu pengetahuan umum dan perkembangan teknologi.
Gabriela Junisa Lasse dari SMA Pangudi Luhur Van Lith Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang mengatakan di sekolahnya terdapat dua kurikulum yang dijalani, yaitu kurikulum nasional dan kurikulum pengembangan.
"Di satu sisi, peserta didik menjalani pelajaran di kelas, namun juga disibukkan dengan berbagai kegiatan di luar pelajaran formal yang disusun dalam program pengembangan spiritualitas dan program kerja bidang kesiswaan," katanya.
Agustinus Yosef Nainggolan dari SMA Seminari mengatakan seminari menengah merupakan lembaga pendidikan calon imam tingkat menengah perlu mendidik seminaris yang juga remaja.
Ia menuturkan remaja saat ini mengalami penurunan nilai moral yang tercermin dalam tindakan gaya hidup bebas, seperti sikap hedonis, merokok, kecanduan "game", dan narkoba hingga seks bebas.
"Hal ini menjadi tantangan bagi lembaga pendidikan calon imam tingkat menengah dalam mendidik peserta didiknya yang merupakan kaum remaja," katanya.