Temanggung, ANTARA JATENG - Penelitian Situs Liangan di lereng Gunung Sindoro, di Desa Purbosari, Ngadirejo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah diperkirakan baru mencapai sekitar 15 hingga 20 persen, kata Kepala Balai Arkeologi (Balar) Yogyakarta Sugeng Riyanto.
"Masih banyak PR, kami meneliti baru sekitar 15 hingga 20 persen dari seluruh area maupun seluruh informasi yang ada," katanya, usai menjadi narasumber pada seminar sejarah lokal, di Pendopo Pengayoman Kabupaten Temanggung, Senin.
Menurut dia, penelitian lebih ke detailnya, kaitannya dengan pertanian dan jenis pertaniannya.
"Jadi orang ke sana tidak melihat candi, tetapi melihat peradaban leluhurnya. Bisa belajar dari leluhurnya untuk kebanggaan jati diri bahwa leluhur kita itu hebat," katanya lagi.
Ia menuturkan pada penelitian terakhir bulan September 2017, tim ekskavasi melakukan penelitian untuk memperjelas hubungan antara teras halaman empat ke halaman tiga.
"Ternyata teras halaman empat untuk naik ke halaman tiga itu cukup rapat dengan benteng dari bambu yang ditancapkan ganda dengan jarak 30 sentimeter," katanya.
Dia mengatakan dengan adanya benteng bambu tersebut kalau dari halaman empat ke halaman tiga tidak bisa langsung dan harus melalui tangga. Namun, tangganya belum ditemukan.
Pada ekskavasi terakhir kemarin, katanya lagi, tim juga memperjelas tentang sistem pertanian kuno di Liangan dan pada bagian atas di areal pertanian ditemukan yoni pipih kira-kira tebalnya 20 sentimeter berbentuk bundar dengan diameter sekitar 1 meter.
"Yoni tersebut berada pada struktur bolder. Seperti struktur pertanian sekarang berteras juga dan yoni berada di teras paling tinggi. Yoni itu sangat unik dan hanya ada di Liangan," katanya pula.
Di depan cerat yoni, katanya pula, terdapat saluran air. Artinya yoni itu berkaitan langsung dengan pertanian dan irigasi.
Ia memperkirakan yoni itu merupakan jantung pertanian kuno, karena di situ paling tinggi, kemudian dilakukan upacara di yoni tersebut yang melambangkan kesuburan.
"Pada bagian lubangnya itu diberi lingga. Air atau bunga ketika upacara langsung masuk ke bumi. Kita punya gambaran sistem pertanian yang kuno itu, jadi sebelum bertani mengadakan upacara di atas kemudian airnya mengalir ke tanah dan kemana-mana," katanya lagi.