"Sepertinya semesta mendukung proyek reklamasi ini akal-akalan saja," kata Ketua Umum KNTI Riza Damanik di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, penangkapan pihak-pihak tertentu yang ada kaitannya dengan isu itu oleh KPK mengungkapkan bahwa proyek itu murni bisnis properti yang diselimuti korupsi sebagai pelicin proyek itu.
Riza menginginkan KPK lebih komprehensif mengungkapkan kasus itu karena tidak mungkin hanya dilakukan oleh seorang anggota.
Eksekutif, pengembang dan operator lapangan pun perlu dicermati karena bisa jadi terlibat dalam kasus itu.
"Ini bukan sekadar urusan Raperda-nya, tapi dalam kaitannya untuk melegalisasi praktek ilegal izin reklamasi," kata Riza.
Reklamasi Teluk Jakarta merujuk Keppres nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup pada 2003 mengeluarkan SK nomor 14 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta.
Perpres nomor 54 tahun 2008 kemudian mencabut Keppres nomor 52 tahun 1995 dan Keppres nomor 73 tahun 1995.
"Sudah jelas 2008 dinyatakan tidak berlaku. Pemerintah daerah enggak menggunakan aturan terbaru," tuduh dia.
Jakarta pun belum memiliki Perda zonasi, padahal, lanjut Riza, izin reklamasi dalam peraturan terbaru memberikan syarat perlu didahului oleh rencana zonasi.
DPRD, menurut dia, bisa saja menerima usulan pemerintah daerah untuk membahas Raperda itu dengan catatan sebelum izin dicabut, reklamasi dihentikan terlebih dulu.
Ia melihat awal permasalahan reklamasi adalah dari dikeluarkannya izin untuk melaksanakan proyek itu, yang menurut dia tidak sesuai dengan logika publik, lingkungan, akademik dan hukum.
"Kalau sudah seperti ini, proyek reklamasi hanya bisa jalan dengan praktik koruptif," kata dia.
Penangkapan Sanusi mengonfirmasi bahwa proyek reklamasi tidak memiliki landasan ideologi, ekonomi, sosial, politik dan hukum yang benar.