"Ustad Ba'asyir merasa dirugikan saat mengajukan PK, kemudian ada kegiatan teror di Thamrin," kata Ketua Dewan Pembina TPM, Mahendradatta, di Solo, Selasa.
Mahendradatta mengatakan kejadian teror tersebut sangat merugikan atau menghambat kliennya yang sedang melakukan upaya. Padahal, Ustad Ba'asyir tidak ada hubungannya sama sekali dengan jaringan itu.
Dia mengatakan bahwa masalah latihan militer di Janto Aceh, merupakan bahan utama memori mengajukan PK oleh Ustad Abu Bakar Ba'asyir.
"Kliennya merasa sedih saat ini, karena dia mengapa dikait-kaitkan dengan kegiatan teror bom di Thamrin seperti latihan militer di Aceh," katanya.
Menurut dia, Ustad Ba'asyir yang kini sedang menjadi narapidana di LP Kelas 1 Batu Nusakambangan dalam kondisi maksimal keamanan. Bagaimana dia, bisa mengatur-atur orang lain, jika kondisi pengamanan di LP Batu saja super ketat.
Dia mengatakan dalam PK yang diajukan Ba'asyir, membawa bukti baru dengan menghadirkan lima saksi yang akan digelar di Cilacap pada tanggal 26 Januari mendatang.
Menurut dia, lima saksi yang akan dihadirkan dalam PK tersebut, antara lain Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, Ketua Presidium 'Medical Emergency Rescue Committee' (MER-C) dr. Joserizal, penasihat pelatihan militer Aceh, Joko Sulistyo, Pimpinan pelaksana pelatihan militer Aceh, Abu Yusuf M., dan penasihat pelatihan militer Aceh, Abdulah Sonata.
Dia mengatakan TPM yang menjadi penasihat hukum Ustad Ba'asyir merupakan gabungan dari para avokat untuk mendukung kliennya dalam upaya hukum agar ada keseimbangan.
"Kami bukan organisasi masyarakat (Ormas) yang menyatakan mendukung atau tidak. Namun, kami hanya mendukung upaya hukumnya, bukan paham mereka," katanya.
Menurut dia, TPM tidak pada posisi pendukung atau bukan kepada paham apapun. Pihaknya mendukung upaya hukumnya. Jika ada kelompok atau muslim tindakannya sudah melenceng dari hukum tentunya akan dikritisi oleh TPM.
Menurut dia, sebagai avokad tidak semua tuduhan dan pembelaan pasti benar. Namun, yang disepakati bahwa tuduhan dan pembelaan harus berjalan seimbang.
"Kami mencontohkan Bahrun Na'im yang sudah ditetapkan otak teror bom di Thamrin. Hal ini, masih perlu pembuktian di pengadilan," katanya.