"Karena intervensi ini, konflik mungkin berakhir sebagai konflik kawasan karena ada kepentingan lain juga dari pihak lain," kata Perdana Menteri Hailemariam Desalegn kepada wartawan, seperti dilaporkan AFP.
Sudan Selatan telah terlibat dalam pertempuran mematikan sejak pertengahan Desember ketika bentrokan antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan mantan wakil presiden Riek Machar meletus di negara muda itu.
Kiir meminta pasukan Uganda untuk melindungi infrastruktur utama di Juba, termasuk bandara dan istana presiden, namun kehadiran tentara Uganda telah keras dikutuk oleh Machar dan sekutu-sekutunya.
Para pihak yang bertikai menandatangani gencatan senjata yang goyah pada 23 Januari yang didalamnya juga berisi seruan untuk penarikan semua pasukan asing, topik utama dalam pembicaraan damai yang dimulai di ibu kota Ethiopia awal bulan lalu.
Hailemariam menyerukan penarikan pasukan asing untuk mengakhiri konflik yang telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan 900 ribu orang mengungsi itu.
"Saya berharap untuk penghentian permusuhan..., pasukan Uganda dan semua kekuatan eksternal lainnya harus mundur dari kawasan itu setahap demi setahap," katanya.
Meskipun telah ada kesepakatan yang ditandatangani bulan lalu, pertempuran sporadis terus terjadi di Sudan Selatan, yang badan-badan bantuan memperingatkan adanya potensi krisis kemanusiaan semakin membesar.
Sebuah babak baru perundingan damai akan dimulai Senin antara partai pemerintah dan oposisi tapi ditunda sampai Selasa karena alasan logistik, kata mediator.
Pihak oposisi mengancam untuk memblokir perundingan, menuntut penarikan pasukan Uganda bersama dengan pembebasan empat tahanan politik yang ditangkap setelah pertempuran meletus pada 15 Desember.
Putaran terakhir perundingan, yang dimediasi oleh blok regional IGAD , bertujuan mengatasi akar dari krisis dalam rangka untuk menempa solusi politik jangka panjang.
Negara kaya minyak tapi sangat miskin Sudan Selatan merdeka dari Sudan pada Juli 2011 setelah puluhan tahun perang saudara.
(G003)