BKKBN ajak seluruh pihak bersama atasi stunting
Semarang (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengajak seluruh pihak, termasuk kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah untuk "mengeroyok" atau bersama mengatasi persoalan stunting hingga tuntas.
"Persoalan stunting tidak bisa hanya dilakukan salah satu Kementerian saja, tapi ini harus dikeroyok rame-rame," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN Sundoyo, di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikan saat "Review Bangga Kencana; Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah".
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72/2021, kata dia, Presiden memberikan kewenangan kepada Kepala BKKBN sebagai koordinator dalam upaya penurunan stunting.
"Dalam Perpres itu juga menekankan bahwa kepala BKKBN harus berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain. Targetnya di dalam perpres penurunan (stunting, red.) hingga 14 persen," katanya.
Untuk capaian upaya penurunan angka stunting hingga saat ini, Sundoyo mengaku sedang dilakukan evaluasi terakhir yang diharapkan segera selesai dalam waktu dekat
"Dalam perpres dinyatakan bahwa kebijakan penurunan stunting 2025-2029 berdasarkan kajian 2024. Nah, saat ini masih dalam survei, dalam kajian. Mudah-mudahan segera bisa keluar untuk menentukan kebijakan strategi penurunan stunting di masa depan," katanya.
Untuk progres di daerah, kata dia, bervariasi karena ada beberapa daerah yang menunjukkan penurunan, seperti Provinsi Jateng dan Kota Semarang, namun ada juga yang naik.
Menurut dia, upaya penanganan stunting saat ini polanya sudah berubah dari yang dulu mengintervensi secara hilir, yakni dengan mencari dan menemukan anak stunting untuk diintervensi lewat makanan bergizi.
Namun, kata dia, intervensi dari hilir sudah bukan zamannya lagi, melainkan melakukan pencegahan stunting dari hulu, yakni dilakukan sejak bayi masih berada di dalam kandungan.
"Dari berbagai masukan akademisi, pakar, dan guru besar sebenarnya stunting bisa dicegah saat bayi masih di kandungan," katanya.
Sebenarnya, kata dia, Kementerian Kesehatan sejak dua tahun ini sudah menambah pemeriksaan ibu hamil menjadi empat kali selama kehamilan, tetapi ternyata yang terpenting bukan volumenya, melainkan kualitasnya.
"Kalau dari kabupaten/kota di Jateng sekarang ada puskesmas yang diberikan alat USG (ultrasonografi) yang bisa mendeteksi bayi yang berpotensi stunting. Ketika panjang kurang dari 50 cm dan berat kurang dari 3 kg harus diintervensi, dikejar," katanya.
Persoalannya, kata dia, puskesmas tidak mungkin memantau perkembangan ibu hamil setiap hari sehingga yang menjadi garda terdepan adalah tim pendamping keluarga.
"Makanya, saya sampaikan tim pendamping keluarga ini punya peranan sangat strategis dalam berbagai program, termasuk penurunan stunting. Tim pendamping keluarga ini salah satunya dari PKK," katanya.
Baca juga: Jateng luncurkan Population Clock
"Persoalan stunting tidak bisa hanya dilakukan salah satu Kementerian saja, tapi ini harus dikeroyok rame-rame," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BKKBN Sundoyo, di Semarang, Selasa.
Hal tersebut disampaikan saat "Review Bangga Kencana; Pembangunan Keluarga Kependudukan dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah".
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72/2021, kata dia, Presiden memberikan kewenangan kepada Kepala BKKBN sebagai koordinator dalam upaya penurunan stunting.
"Dalam Perpres itu juga menekankan bahwa kepala BKKBN harus berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga lain. Targetnya di dalam perpres penurunan (stunting, red.) hingga 14 persen," katanya.
Untuk capaian upaya penurunan angka stunting hingga saat ini, Sundoyo mengaku sedang dilakukan evaluasi terakhir yang diharapkan segera selesai dalam waktu dekat
"Dalam perpres dinyatakan bahwa kebijakan penurunan stunting 2025-2029 berdasarkan kajian 2024. Nah, saat ini masih dalam survei, dalam kajian. Mudah-mudahan segera bisa keluar untuk menentukan kebijakan strategi penurunan stunting di masa depan," katanya.
Untuk progres di daerah, kata dia, bervariasi karena ada beberapa daerah yang menunjukkan penurunan, seperti Provinsi Jateng dan Kota Semarang, namun ada juga yang naik.
Menurut dia, upaya penanganan stunting saat ini polanya sudah berubah dari yang dulu mengintervensi secara hilir, yakni dengan mencari dan menemukan anak stunting untuk diintervensi lewat makanan bergizi.
Namun, kata dia, intervensi dari hilir sudah bukan zamannya lagi, melainkan melakukan pencegahan stunting dari hulu, yakni dilakukan sejak bayi masih berada di dalam kandungan.
"Dari berbagai masukan akademisi, pakar, dan guru besar sebenarnya stunting bisa dicegah saat bayi masih di kandungan," katanya.
Sebenarnya, kata dia, Kementerian Kesehatan sejak dua tahun ini sudah menambah pemeriksaan ibu hamil menjadi empat kali selama kehamilan, tetapi ternyata yang terpenting bukan volumenya, melainkan kualitasnya.
"Kalau dari kabupaten/kota di Jateng sekarang ada puskesmas yang diberikan alat USG (ultrasonografi) yang bisa mendeteksi bayi yang berpotensi stunting. Ketika panjang kurang dari 50 cm dan berat kurang dari 3 kg harus diintervensi, dikejar," katanya.
Persoalannya, kata dia, puskesmas tidak mungkin memantau perkembangan ibu hamil setiap hari sehingga yang menjadi garda terdepan adalah tim pendamping keluarga.
"Makanya, saya sampaikan tim pendamping keluarga ini punya peranan sangat strategis dalam berbagai program, termasuk penurunan stunting. Tim pendamping keluarga ini salah satunya dari PKK," katanya.
Baca juga: Jateng luncurkan Population Clock