Semarang (ANTARA) - Kompetensi sosial kultural merupakan satu dari tiga kompetensi minimal yang harus dimiliki oleh seorang aparatur sipil negara (ASN).
Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah Tejo Harwanto, kompetensi sosial kultural sama pentingnya dengan kompetensi manajerial dan kompetensi teknis.
Secara singkat, kompetensi sosial kultural, kata Tejo, adalah kemampuan ASN untuk memahami situasi dan kebiasaan masyarakat setempat, yang dikorelasikan dengan pelaksanaan tugas dan fungsi.
"Jadi kita harus membaca situasi sesuai dengan kebiasaan, budaya, dan adat istiadat setempat. Bagaimana kita bisa mempresentasikan local pride dalam pelaksanaan tugas dan fungsi," ujar Tejo, memberikan arahan kepada pejabat struktural baru jajaran Imigrasi di Aula Kresna Basudewa Kantor Wilayah.
"Kira harus bisa mengadopsi kearifan lokal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat setempat," katanya.
Misalnya, sesekali menggunakan bahasa daerah, pakaian, atribut atau ornamen yang menggambarkan budaya setempat.
Lebih jelas, berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 38 tahun 2017, kompetensi sosial kultural merupakan pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk.
"Kita juga harus bisa menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat. Harus peka terhadap keinginan masyarakat dan harus mampu membaca gejolak yang terjadi di masyarakat," kata Tejo.
Secara umum, alumnus Akip Angkatan 22 itu menyampaikan, pejabat struktural harus peka memahami dan menerima kemajemukan, terbuka dan ingin belajar tentang perbedaan atau kemajemukan masyarakat, mampu bekerja bersama dengan individu yang berbeda latar belakang.
Selain itu, bisa mempromosikan, mengembangkan sikap toleransi dan persatuan, serta mendayagunakan perbedaan secara konstruktif dan kreatif untuk meningkatkan efektivitas organisasi.
Kompetensi sosial kultural ini menjadi penting karena ASN adalah perwakilan dari pemerintah yang langsung berhadapan dengan masyarakat.
Dengan memiliki kompetensi ini, ASN dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan inklusif kepada masyarakat, tanpa terkendala oleh perbedaan budaya dan latar belakang. Hal ini akan membantu menjaga kedamaian dan persatuan di tengah keragaman masyarakat Indonesia.
Terkait dua kompetensi lainnya, Kakanwil juga meminta para pejabat struktural terus mengembangkan diri.
Salah satu kompetensi yang perlu ditingkatkan, menurut Kakanwil, adalah kemampuan berbahasa asing.
"Kalau bisa pegawai Imigrasi semakin banyak yang menguasai bahasa asing karena ini sangat dibutuhkan di lapangan," pesan Tejo.
"Lebih mantap lagi kalau tidak hanya bahasa Inggris. Kalau bisa menguasai bahasa Thailand, Vietnam, Korea, atau China yang saat ini sudah sangat-sangat maju," sambungnya.
Kakanwil lebih lanjut menggarisbawahi, kompetensi akan mengangkat derajat seseorang. Pegawai yang memiliki kemampuan lebih, umumnya akan menjadi prioritas.
"Jadi jangan marah kalau tidak menjadi pilihan karena tidak ada kelebihan," tegas Tejo.
"Kalau manajerial kurang, kemampuan teknisnya tidak seberapa, sosial kulturalnya tidak istimewa, ditambah suka melawan atasan, mau dibawa ke mana kalau seperti itu," tegasnya lagi.
Terakhir, Kakanwil berharap Imigrasi di wilayah Jawa Tengah menjadi salah satu penyumbang hal yang positif untuk Kementerian Hukum dan HAM.
Hadir bersama Kakanwil, Kepala Divisi Keimigrasian Is Edy Ekoputranto didampingi Pejabat Administrator dan Pengawas Divisi Keimigrasian Kemenkumham Jateng. ***