Empat pilar literasi digital jadi kunci wujudkan masyarakat cerdas di ruang digital
Semarang (ANTARA) - Empat pilar literasi digital menjadi kunci mewujudkan masyarakat yang cerdas di ruang digital, keempatnya adalah cakap, berbudaya, aman, dan terakhir etis bermedia digital.
Normalasari, selaku Sekretaris Dinas Kementerian Komunikasi dan Informatika Kota Palangka Raya menjelaskan pentingnya literasi digital beserta empat pilarnya, karena merupakan pedoman dan memberikan dampak baik bagi pengguna internet.
Hal itu disampaikan Normalasari pada kegiatan Gali Ilmu Literasi Digital Palangka Raya agar masyarakat bisa lebih bijak dan cerdas dalam menggunakan internet yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rabu (6/3).
Pada kegiatan tersebut Hendra Surya selaku Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik Dinas Kominfo Kota Palangka Raya menyampaikan materi tentang
pentingnya pilar etika digital dalam menggunakan media sosial, dikarenakan Indonesia merupakan negara multikultural, jadi masyarakat harus bisa saling menghargai.
“Indonesia merupakan negara multikultural, maka penting bagi kita melandasi dengan pilar etika literasi digital agar tidak ada benturan dikarenakan perbedaan budaya, rasis dan bisa saling menghargai di ruang digital,” jelasnya.
Hendra juga mengingatkan akan pesatnya perkembangan internet sejalan dengan banyaknya informasi yang dibagikan di media online dan untuk menjadi masyarakat yang cerdas harus dapat berpikir secara kritis dan objektif dalam mencari informasi.
“Orang yang kritis tidak berpikir secara cepat dan gegabah, melainkan masih perlu banyak pertimbangan. Begitu mendapatkan informasi orang yang berpikiran kritis akan lebih mencari sumber lagi dan menginginkan mendapatkan informasinya yang objektif,” katanya.
Erie Heriyah selaku Koordinator Divisi Partnership Tular Nalar Mafindo dalam kesempatan itu juga mewanti-wanti agar tidak tertipu teknologi Artificial Intelligence yang digunakan untuk membuat berita hoaks. Ia menekankan agar masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan untuk tidak mudah percaya dan mencari sumber yang valid terlebih dahulu.
“Beragam berita hoaks sekarang sudah semakin canggih yang paling terbaru sekarang ada yang namanya Artificial Intelligence atau AI. Dari hal tersebut orang bisa membuat atau menirukan wajah bahkan suara yang bisa disalahgunakan, jadi
Masyarakat harus lebih berhati-hati,” jelasnya.
Terlebih lagi, lanjut Erie, berita hoaks yang tersebar di internet seringkali mengandung judul yang mengarah kepada tindakan provokasi. Hal yang harus diperhatikan adalah ketelitian untuk tidak langsung terpancing.
“Saat kita tertimpa hoaks, otomatis akan membunuh kemampuan kita dalam bernalar. Itu yang kemudian menjadi berbahaya, oleh sebab itu kita harus berhati-hati dan selalu membentengi diri dengan sifat tidak mudah percaya,” katanya.
Erie melanjutkan hoaks kemudian dapat mengarah pada misinformasi dimana kita menjadi pelaku penyebarannya karena ketidaktahuan bahwa berita tersebut adalah berita yang salah.
“Ada juga pihak yang kemudian mengetahui bahwa berita itu tidak benar akan tetapi lanjut menyebarkan berita itu, hal itu dapat disebut dengan disinformasi,” kata Erie.
Kegiatan Seminar Gali Ilmu Literasi Digital tersebut merupakan rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang dihadiri sebanyak kurang lebih 200 peserta.
Normalasari, selaku Sekretaris Dinas Kementerian Komunikasi dan Informatika Kota Palangka Raya menjelaskan pentingnya literasi digital beserta empat pilarnya, karena merupakan pedoman dan memberikan dampak baik bagi pengguna internet.
Hal itu disampaikan Normalasari pada kegiatan Gali Ilmu Literasi Digital Palangka Raya agar masyarakat bisa lebih bijak dan cerdas dalam menggunakan internet yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Rabu (6/3).
Pada kegiatan tersebut Hendra Surya selaku Kepala Bidang Pengelolaan Informasi Publik Dinas Kominfo Kota Palangka Raya menyampaikan materi tentang
pentingnya pilar etika digital dalam menggunakan media sosial, dikarenakan Indonesia merupakan negara multikultural, jadi masyarakat harus bisa saling menghargai.
“Indonesia merupakan negara multikultural, maka penting bagi kita melandasi dengan pilar etika literasi digital agar tidak ada benturan dikarenakan perbedaan budaya, rasis dan bisa saling menghargai di ruang digital,” jelasnya.
Hendra juga mengingatkan akan pesatnya perkembangan internet sejalan dengan banyaknya informasi yang dibagikan di media online dan untuk menjadi masyarakat yang cerdas harus dapat berpikir secara kritis dan objektif dalam mencari informasi.
“Orang yang kritis tidak berpikir secara cepat dan gegabah, melainkan masih perlu banyak pertimbangan. Begitu mendapatkan informasi orang yang berpikiran kritis akan lebih mencari sumber lagi dan menginginkan mendapatkan informasinya yang objektif,” katanya.
Erie Heriyah selaku Koordinator Divisi Partnership Tular Nalar Mafindo dalam kesempatan itu juga mewanti-wanti agar tidak tertipu teknologi Artificial Intelligence yang digunakan untuk membuat berita hoaks. Ia menekankan agar masyarakat lebih meningkatkan kewaspadaan untuk tidak mudah percaya dan mencari sumber yang valid terlebih dahulu.
“Beragam berita hoaks sekarang sudah semakin canggih yang paling terbaru sekarang ada yang namanya Artificial Intelligence atau AI. Dari hal tersebut orang bisa membuat atau menirukan wajah bahkan suara yang bisa disalahgunakan, jadi
Masyarakat harus lebih berhati-hati,” jelasnya.
Terlebih lagi, lanjut Erie, berita hoaks yang tersebar di internet seringkali mengandung judul yang mengarah kepada tindakan provokasi. Hal yang harus diperhatikan adalah ketelitian untuk tidak langsung terpancing.
“Saat kita tertimpa hoaks, otomatis akan membunuh kemampuan kita dalam bernalar. Itu yang kemudian menjadi berbahaya, oleh sebab itu kita harus berhati-hati dan selalu membentengi diri dengan sifat tidak mudah percaya,” katanya.
Erie melanjutkan hoaks kemudian dapat mengarah pada misinformasi dimana kita menjadi pelaku penyebarannya karena ketidaktahuan bahwa berita tersebut adalah berita yang salah.
“Ada juga pihak yang kemudian mengetahui bahwa berita itu tidak benar akan tetapi lanjut menyebarkan berita itu, hal itu dapat disebut dengan disinformasi,” kata Erie.
Kegiatan Seminar Gali Ilmu Literasi Digital tersebut merupakan rangkaian kegiatan program Indonesia Makin Cakap Digital yang diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang dihadiri sebanyak kurang lebih 200 peserta.